All Chapters of Terjebak Obsesi Cinta Mafia Kejam: Chapter 11 - Chapter 20
221 Chapters
Iam Done
Benar dugaan Garvin. Dia juga menunduk berpura-pura ketakutan seperti yang orang-orang lakukan. Pesta seperti ini sangat rentan dengan penjarahan. Pasti ada Mafia yang mengincar karena Pesta terisi dengan orang-orang kalangan atas yang bergelimang harta. Mereka yang ketakutan akan senantiasa melepaskan barang-barang mereka. Seperti seorang pria tua buncit yang bersembunyi di bawah kolong meja. Ia mengangkat jam tangan bermerek rolex seharga jutaan dollar ke atas. “Aku menyerahkan jamku.” Ada lagi seorang wanita yang melepaskan semua perhiasannya. Dari jumlahnya—Garvin bisa menebak harganya yang hampir mencapi satu juta dollar. Garvin berdiri. Merapikan kemejanya. Ia nampak tidak peduli dengan pria yang telah menatapnya, juga mengacungkan pistol ke arahnya. Garvin dengan santainya menampilkan smikrnya sembari mengarahkan pistolnya ke arah pria itu. “Hentikan,” ucap Garvin santai. “Jangan mencampuri urusanku. Kusarankan kau pergi dari sini.” Pria itu menggunakan sebuah topeng. Tapi
Read more
Niat Utama
“Dasar bajingan. Kau membahayakannya lagi!” seloroh seorang pria. Xavier menendang kaki kanan Garvin.Garvin membalikkan badannya. “Hentikan. Aku tidak ingin bertengkar denganmu,” balasnya malas. Garvin memang sedang mode senggol bacok. Bahkan anak buahnya saja tidak berani mengeluarkan satu katapun. Bisa-bisa mereka ditelan hidup-hidup oleh Garvin.“Oke-oke.” Xavier yang melihat kemarahan Garvin akhirnya diam untuk tidak mencari masalah pada temannya itu. “Aku sudah mengeluarkan peluru dari dadanya. Beruntung sekali kau langsung membawanya ke sini. Jika kau terlambat satu menit saja—dia tidak akan tertolong. Itu bukan peluru biasa, melainkan peluru yang sudah diracun. Racun itu bisa saja cepat menyebar ke seluruh tubuhnya jika pelurunya tidak segera diambil.”Garvin hanya mengangguk. Pandagannya masih terpusat pada seorang wanita yang berbaring di ruang perawatan intensif dengan alat-alat medis menancap di tubuhnya.“Dia akan bangun dalam hitungan hari. Jangan menunggunya. Bekerjalah
Read more
Diwaktu Yang Tidak Tepat
Garvin memang mengelola dua bisnisnya yang mempunyai dua sisi. Prinsipnya, dua bisnis itu akan terus berdampingan dan berjalan meski dengan jalur yang berbeda.~~“Kualitas daun ini tidak begitu baik,” kata Garvin. Ia mengamati daun-daun bahan pembuatan obat terlarang. Ada begitu banyak karung yang bertempuk berisikan sama.“Para petani ketakutan mendengar akan ada razia, sehingga mereka memanen daun lebih awal. Tekstur daun yang lebih muda tidak sebaik yang tua, sehingga dalam perjalan ke sini, daun-daun tersebut banyak yang rusak.” Penjelasan dari Christ.Hanya mengangguk. “Apa mereka sudah tahu kualitas daun ini menurun?”Chirst mengangguk. “Mereka tidak berani menurunkan harga karena tidak ada pemasok daun selain kita.”“Bagus.” Garvin berjalan keluar dari gudang. Letak gudang berada di tengah hutan. Jelas, jika letaknya sangat diperhitungkan Garvin agar menghindar dari razia po
Read more
Bibir Yang Dinodai Garvin
Alesha terbangun sore hari. Setelah mendapatkan pemeriksaan cukup intensif, ia dipindahkan ke ruangan pasien biasa. Tubuhnya mulai pulih namun infus masih tertancap pada punggung tangannya. Dadanya masih sesekali nyeri—Alesha tidak tahu jika dirinya tertidur cukup lama. Butuh waktu 12 hari sampai ia terbangun.“Ada yang sakit?” tanya Xavier.Alesha menggeleng lemah. Padahal ia berharap mati—namun ternyata ia masih selamat. Sudah merasakan sakit—tapi tidak jadi mati. Alesha sungguh kesal.“Akh.” Alesha memegang dadanya yang terasa ngilu.“Jangan memegangnya.” Xavier mencegah tangan Alesha yang akan menyentuh lukanya sendiri. “Tanganmu tidak bisa memegang lukamu sembarangan.”“Tapi sakit,” lirih Alesha.“Aku akan memberimu obat penahan rasa sakit.” Xavier memberikan sebuah resep pada perawat yang ada di sana. Setelah perawat pergi—Xavier menatap Ale
Read more
Ballerina Alesha
“Aku ingin tahu tentang Aldrich. Bagaimana kehidupannya di sini. Aku mau tahu semua tentang dia.” Garvin mengernyit. “Oke.” “Jika kau bertanya alasanku kenapa? Dua-duanya. Aku ingin bunuh diri dan menyelematkanmu. Aku ingin mati tapi juga ingin menyelamatkan nyawa untuk yang terakhir kali. Kejadian di mana Aldrich ditembak di depan mata kepalaku sendiri, membuatku ingin melindungi seseorang dari tembakan. Setidaknya satu kali dalam seumur hidupku.” Alesha menoleh. “Apa jawabanku cukup?” “Kombinasi yang bagus.” Komentar Garvin. “Setelah kau sembuh aku akan memberitahumu semua tentang Aldrich. Ada hal lain yang kau inginkan?” “Jika aku memintamu melepaskanku apa kau bisa?” “Jika aku melepaskanmu, apa yang akan kau lakukan?” Alesha menatap langit-langit kamarnya. “Setelah setelah dari ambang kematian. Aku semakin yakin aku tidak boleh mati. Setelah pergi dari tempatmu—aku akan pulang dan mengabdikan seluruh hidupku di Panti Asuhan.” “Tidak akan.” Alesha menghela nafas lelah. “Ken
Read more
Paman
Derap langkah kaki terdengar di sepanjang lorong rumah sakit. Orang-orang berpakaian serba hitam berjalan mengikuti seorang pria yang berada di paling depan. Seorang pria yang menggunakan kacamata hitam. Sampai di sebuah ruangan—ia berhenti. Membukanya perlahan. Namun ia tidak mendapati seseorang yang ia cari.“Di mana dia? Apa dia kabur?” Garvin mengepalkan tangannya. Mengapa ia ceroboh seperti ini? Ia hanya menitipkan Alesha pada Xavier. Ia tidak menyuruh anak buahnya mengawal ruangan perempuan itu.BRAAKGarvin meninju pintu dengan tangan kanannya. “Cari dia bagaimanapun caranya.” Ia mengusap kasar rambutnya. Membayangkan kehilangan Alesha saja membuatnya menggila.“Sir—Nona berada di Taman. Saya tidak bisa membawanya karena banyak orang yang menontonnya.”Garvin berjalan ke arah Taman. Benar saja—seperti apa kata anak buahnya. Ada begitu banyak orang yang menonton Alesha. Sebuah lagu mengalun. Alesha melakukan gerakan Ballet dengan sa
Read more
Racun
Alesha berhenti. Mengatur nafasnya yang tiba-tiba saja terasa sesak. Ayolah—Alesha terlalu memaksa dirinya sendiri. Dahinya penuh dengan keringat. Ia juga lupa melakukan pemanasan sebelum memulai balet.“Kenapa kau berhenti?” Garvin lancang menyentuh bahu Alesha. “Sudah kubilang jangan memaksa dirimu. Kau benar-benar ingin mati rupanya.”“Cerewet.” Lirik Alesha sinis. Tangannya berpegang pada dinding. Ia butuh waktu untuk melanjutkan jalannya.Alesha terpekik saat tubuhnya melayang. Garvin menggendongnya ala bridal style. Membanya melewati lorong yang penuh dengan anak buahnya. Alesha malu sungguh—mau ditaruh di mana wajahnya.“Kau tidak perlu melakukan hal seperti ini.”Garvin menatap Alesha yang berada di gendongannya. Mereka sudah memasuki ruangan. “Kenapa tidak bilang dari tadi? Aku bisa melemparmu ke lantai.” Santai Garvin. Ia menaruh tubuh Alesha di atas ranjang dengan pelan.“Melihat kondisimu. Aku tidak yakin Xavier akan
Read more
Sebuah Tamparan
“Siapa yang menyuruhmu?” Seperti biasa—Garvin duduk di sofa. Sedangkan di depannya ada satu wanita yang tengah dikerangkeng.“Aku tidak tahu. Aku hanya bertugas mengantar.”CETAR CETARCambuk itu menyambar tubuh wanita itu sebanyak dua kali.“Katakan padaku atau aku akan membunuh seluruh keluargamu?” Garvin dengan santai menghisap rokoknya. Ia melipat salah satu kakinya ke atas.“KUMOHON JANGAN MEMBAWA KELUARGAKU!” teriak wanita itu histeris.Garvin tertawa. “Katakan siapa yang menyuruhmu.”“Aku disuruh seorang pria. Dia memberiku imbalan yang sangat banyak. Dia juga mengancam akan membunuh keluargaku jika aku tidak mau menuruti perintahnya.”“Sebutkan ciri-cirinya.”“Ada sebuah tatto sayap di pergelangan tangannya.”Garvin mengangguk. Ia bangkit dari duduknya dengan mengapit rokoknya di sela jarinya. Ia tahu siapa. Lambang sayap adalah simbol milik Dark Blood. Wiliam masih saja mengusiknya. Jika dia terobsesi membunuh Alesha. Maka ada hal lain yang harus ia cari tahu.“Beri dia pelaj
Read more
Garvin lucu
Setelah tidak mendengar suara barang-barang dilempar, Alesha memberanikan diri untuk keluar. Benar saja—semua perabotan sudah hancur berkeping-keping. Pecahannya bisa saja melukai kaki jika tidak segera dibersihkan.Alesha mendekat pada sebuah cermin yang sudah hancur. Terdapat banyak sekali jejak darah di sana. Ia mengamati lantai. Itu pasti darah Garvin. Alesha menghela nafas. Ia berjalan ke arah lemari dan mengambil satu dress. Memakainya secepat mungkin.~~Alesha pergi ke dapur. Membawa sebuah air hangat yang berada di dalam baskom. Ia ragu menatap sebuah pintu besar bercat hitam pekat. Ia mengetuknya pelan. Tidak ada sahutan. Ia memberanikan diri membukanya. Tangannya menekan knop pintu perlahan.“Sir,” panggil Alesha.Semuanya gelap. Tidak ada satupun pencahayaan yang menyala. Ia kesulitan menemukan keberadaan Garvin.“Untuk apa kau kemari?” tanya seseorang.“Kau di mana, Sir?” Alesha mengamati sekitar. Ia mencari saklar lampu dan menyalaknnya.Akhirnya ia bisa menemukan Garvin
Read more
Tentang Aldrich
“Aku membuatkan sup untuk meredakan sakit kepalamu.” Alesha meletakkan sup buatannya di atas meja dekat dengan Garvin.Garvin meliriknya sekilas. Tidak ada niatan untuk mencicipinya apalagi memakannya.“Apa kau—”“Jangan mengeluarkan sepatah katapun pagi ini. Aku bisa saja langsung membunuhmu,” ungkap Garvin.Alesha duduk di hadapan Garvin. Bertopang dagu menatap pria itu.CIIIITBunyi garpu yang sengaja ditancapkan ke atas piring kemudian digerakkan. Alesha menutup kedua telinganya. Bunyi yang menimbulkan ngilu. Alesha menatap pelakunya. Garvin melakukan hal itu dengan terang-terangan.“Makan dengan benar. Jangan membuatku marah Alesha.”Alesha terdiam. “Aku hanya ingin bertanya kapan kau akan memberitahuku tentang Aldrich?”“Aku sibuk. Aku tidak punya waktu meladenimu.” Garvin bangkit. Ia mengambil tasnya.“Tapi kau sudah berjanji. Setidaknya tepati jika kau benar-benar pria.” Alesha mengejar Garvin yang sudah berjalan keluar Mansion.“Apa aku punya kewajiban menuruti permintaanmu?
Read more
PREV
123456
...
23
DMCA.com Protection Status