Semua Bab ANAK TUKANG CUCI PIRING : Bab 31 - Bab 40
63 Bab
Sudut Pandang Abidzar
ABIDZAR POV“Bi, sampai kapan kamu mau seperti ini? Bukannya Ibu tidak sayang dengan Rumi, tapi bagaimana pun kamu dengannya sudah berbeda alam, Bi. Kamu harus melanjutkan hidup, kamu butuh seorang pendamping. Tidak mungkin ‘kan segala keperluanmu Ibu yang siapkan? Apa lagi Syifa, dia butuh sosok seorang Ibu.”“Menikah lah, Anakku. Ibu lihat, Imas anak Pak Misbah sangat lah baik. Syifa juga sangat menyukainya. Dia juga cantik dan mendamaikan hati. Ibu yakin, dia akan menjadi istri yang soleha untukmu.”Masih terngiang dengan jelas ucapan Ibu saat berulang kali membujukku untuk mengakhiri masa sendirian selepas ditinggal Rumi, cinta pertamaku yang harus pergi setelah melahirkan buah hati kami, Syifanazia El Rumi.Ah … pikirku sangat kalut waktu itu. Bagaimana bisa aku menikahi wanita lain, sedangkan hatiku masih tertaut pada dia yang sudah meninggalkan dunia. Bagaimana bisa aku membagi cinta, sedangkan Rumi masih menempati takhta tertinggi di hati ini.Namun, benar apa yang dikatakan I
Baca selengkapnya
Maafkan Aku, Imas
*BAB 32*“Bukan gadis? Jelas bukan, karena sekarang saya sudah menikah dengan Bapak,” jawabnya kembali memanggilku dengan sebutan demikian.“Bukan itu maksudku,” kataku membuat dahi indah Imas mengernyit.“Lalu?” tanyanya. Aku mengalihkan pandangan lagi sambil menghela napas, gejolak di dada masih belum sirna, Imas terlalu cantik malam ini, kalau tak bisa menahan hawa nafsu, mungkin sesuatu yang indah sudah terjadi sedari tadi.“Kamu pernah melakukan hubungan suami istri dengan lelaki lain, ‘kan?”“Astagfirullah,” sahutnya cepat hingga aku menoleh kembali padanya.“Kenapa Pak Abi bisa berpikiran seperti itu?” cetusnya terdengar sedih.“Jujur saja, Imas.” Aku masih kukuh dengan prasangkaku sendiri, walau sebenarnya aku berharap wanita yang dimaksud Dewi bukan lah Imas.“Pak Abi memfitnah saya?” katanya lagi lirih. Aku langsung menunduk dan mengambil napas dalam, rasanya hatiku begitu berantakkan.“Tidak mungkin seorang lelaki begitu tergila-gila padamu jika kamu tak pernah memberikanny
Baca selengkapnya
Meluruskan Masalah
*BAB 33*“Maaf, aku tidak bermaksud melukaimu.” Tanpa melepaskan pelukan aku berkata lagi, tapi tak kudengar Imas bersuara.“Teteh!” Tiba-tiba pintu kamar terbuka, seorang anak kecil dengan peci putih di kepalanya menatap kami berdua. Dengan segera aku melepaskan Imas. “I-Ilham, kamu sudah pulang?” tanya Imas terdengar gugup, aku sendiri sebenarnya merasa malu. Kenapa pula adik iparku itu harus datang di saat seperti ini.“Iya, sudah, Teh,” jawabnya polos, dia memang masih kecil, usianya baru enam tahun lebih.“Kan belum Isya, kok sudah selesai ngajinya?” Imas bertanya seraya merendahkan tubuh, tangannya membelai kepala anak lelaki yang kini menjadi adikku pula.“Katanya Pak Ustaz lagi ada urusan, jadinya kami semua disuruh pulang.”“Emmh, begitu, ya …,” sahut Imas sembari terus mengusap kepala Ilham. Melihat perlakuan dia pada adiknya, membuatku tersadar jika Imas memang bersikap keibuan, dia pandang memomong anak kecil. Pantas saja Syifa begitu betah berada di dekatnya.“Terus, Ilh
Baca selengkapnya
Jatuh Cinta
IMAS POV Sebenarnya, aku tak mau membenci siapa pun. Karena kebencian hanya akan menyakiti dan menyiksa diri sendiri saja. Namun kali ini, aku memilih pergi untuk sementara. Bukannya aku tidak tahu diri, tapi aku butuh waktu untuk mewaraskan diri. Setelah dituduh berkali-kali oleh keluarga sendiri, kini orang yang kuanggap berbeda, manusia yang kukira memercayaiku, ternyata sama saja. Bukan main pedihnya saat Pak Abi menuduhku telah melakukan hal tabu bersama lelaki lain sebelum menikah. Batinku terkoyak saat dia memandangku wanita rendahan, mengecap istrinya sudah tak gadis lagi. Andai dia tahu, selama hidup di muka bumi, aku tak pernah sekali pun berani menaruh rasa pada makhluk bernamakan lelaki. Hanya saja waktu Azzam berniat menikahiku, sebuah harapan dan kebahagiaan muncul di relung hati ini. Merasa sadar diri akan kekurangan yang dimiliki, maka dari itu aku selalu menjaga jarak dengan siapa pun. Teman saja aku tak punya, apa lagi kekasih. Entah kenapa Pak Abi tega punya p
Baca selengkapnya
Ungkapan Hati
*BAB 35*Sudah pukul sepuluh malam, tapi aku belum bisa memejamkan mata apa lagi menyelami alam mimpi. Aku masih terus memandangi foto profil sosial media yang diubah Pak Abi beberapa jam lalu.Kenapa dia melakukan itu? Apa dia mau aku berharap lagi? “Dasar, kenapa dia harus memasang foto saat aku tak berekspresi sama sekali?” Aku bergumam pelan sambil melihat foto di layar ponsel. Bagaimana bisa berekspresi apa lagi berpose, Pak Abi tetiba saja mengambil gambar tanpa aba-aba. Namun, di balik rasa kesalku, bibir ini tak bisa menahan senyum. Untuk pertama kalinya aku memiliki foto bersama dengan Pak Abi selain foto pernikahan. Di sini, Pak Abi terlihat begitu tampan, bahkan beberapa temanku ikut berkomentar. Rasanya malu sekali, karena selama ini aku tak pernah memposting apa pun di media sosial, foto profilku saja tak pernah diganti setelah beberapa tahun lamanya.Aku menggunakan media sosial hanya sebagai pelipur sepi, bukan untuk mengupdate kehidupan pribadi. Aku juga sering menca
Baca selengkapnya
Melawan Nenek Warsih
“Airnya beneran gosong?” Mendengar suara di belakang, aku langsung berbalik badan. Kenapa Pak Abi malah mengekoriku ke mari?“Mana ada air gosong.” Aku menjawab sambil terkekeh.“Lalu?” tanyanya dengan wajah serius.“Airnya habis, kelamaan dimasak. Jadi pancinya yang gosong.”“Kok kamu bisa lupa begitu?” Dia berjalan mendekat, debaran di hati kembali hinggap.“Maaf, ya?” katanya tiba-tiba.“Kenapa Bapak meminta maaf terus?”“Ya karena gara-gara mengobrol denganku, kamu jadi lupa sedang memasak air. Tapi kenapa Bapak enggak matiin saja kompornya, ya? Kenapa beliau malah ke kamar dan memergoki kita sedang−“ Kalimatnya terjeda, aku hanya terdiam sambil menatap, menunggunya melanjutkan perkataan.“Ah, lupakan. Aku mau buat teh manis.” Dia mendekat ke dekat meja dapur, matanya nampak mencari sesuatu. Kini tangannya menjulur meraih stoples berisi gula.“Biar saya saja.” Aku mengambil hendak mengambil alih stoples di tangannya, tapi dia malah menahan lenganku, refleks mata ini menatapnya. Se
Baca selengkapnya
Calon Ibu?
“Diminum lagi, Bu.” Aku menyodorkan kembali segelas air hangat pada Bu Ayu, beliau manut saja saat aku membantu mendudukkan tubuhnya.“Terima kasih, Nak.” Bu Ayu berujar pelan, aku hanya bisa terdiam, tak tega melihat keadaan wanita itu.“Dokternya sudah datang, Bu.” Kami berdua sama-sama melihat ke arah pintu, Kang Abi nampak berjalan ke kamar bersama seorang lelak berbadan sedikit berisi.“Silakan diperiksa ya, Pak.” Suamiku itu memberi perintah, aku langsung bangkit dari pembaringan agar dokter itu lebih leluasa memeriksa keadaan Ibu.Cukup lama aku dan Kang Abi menanti lelaki itu berbicara, entah kenapa dokter tanpa mengenakan pakaian dinasnya nampak mengernyitkan dahi berkali-kali.“Apa Ibu punya penyakit lambung?” tanyanya seraya melepas bagian earpieces pada stetoskopnya, alat yang biasa digunakan para dokter untuk memeriksa perut atau dada pasien. Aku sendiri mengetahui namanya karena pernah membaca di salah satu artikel.“Tidak, saya tidak punya penyakit lambung, Dok.” Ibu men
Baca selengkapnya
Dari Warsih, Untuk Imas
Warsih POV“Mus tidak menyangka Ibu melakukan hal seperti itu pada Neneng.” Wajah anak sulungku itu nampak kecewa, aku hanya bisa menghela napas sembari menahan geram. Kenapa pula anak sialan bernama Imas itu harus membuka rahasiaku di hadapan banyak orang.“Mus. Ibu melakukannya karena Ibu sayang pada Neneng.” Aku berujar pelan sambil menatapnya, mataku bahkan basah kala menyebut nama cucu yang paling kucinta.“Tapi bukan berarti Ibu harus melakukan segala cara agar bisa membahagiakan Neneng. Jalan yang Ibu tempuh itu sangat salah, Bu!” Untuk pertama kalinya Muslihin membentakku, air mata yang menggenang di pelupuk langsung meluncur begitu saja.“Kalau Ibu sayang Neneng, kenapa Ibu tega menjadikan Neneng seperti itu? Andai Ibu tidak memaksakan kehendak, menjodohkan Azzam dengan Neneng dengan cara demikian. Mungkin Neneng masih ada di dunia ini, Bu. Ibu kenapa tega, membuat Neneng sulit sekali melepas nyawanya waktu itu. Ya Allah ….” Muslihin meremas rambutnya.Aku terdiam, mengingat
Baca selengkapnya
Berpisah
Imas POVSembari membelai rambut panjang Syifa aku termenung, air mata perlahan menitik tanpa bisa kubendung.Entah kenapa, kali ini ujian dari Allah terasa begitu berat. Bahkan aku tidak pernah menyangka, orang yang begitu berpengaruh pada hidupku ini akan pergi untuk selamanya.Mertua yang baiknya tidak akan pernah kutemukan lagi di dunia, benar-benar meninggalkan dunia ini dengan sekejap saja.Dadaku semakin sesak, meyakini jika kepergiannya itu bukan semata-mata karena sebuah sakit biasa. Ya Allah …. “Imas?” Aku menoleh pelan, Bibi Yuni ternyata sudah kembali.Selepas kepergian mertuaku dua minggu lalu, Bi Yuni selalu menemani kami di sini. Bahkan dia juga rela meninggalkan tempat fotocopy untuk sementara waktu.“Jangan melamun terus. Ayo, kita masak. Bibi beli banyak macam sayur. Ada pakis, wortel, kacang merah, beli ikan juga. Atau mau Bibi saja yang masakin?” ucap Bi Yuni seraya tersenyum, padahal aku tahu hatinya sama denganku, begitu tersiksa karena kehilangan kakaknya itu.
Baca selengkapnya
Tak Bisa Bersama
“Bapak! Bapak!” Dengan tubuh gemetar aku memanggilnya, lututku terasa begitu lemas, cemas menunggu kedatangan Bapak yang tak kunjung muncul.“Ada apa, Imas?” Bapak nampak datang dari arah kamar, sepertinya beliau habis salat.“Nenek, Pak! Nenek ….” Aku tak kuasa melanjutkan kalimat.“Tenang, Imas. Tenang.” Bapak mengusap-usap sebelah bahuku. Cepat aku menarik napas dalam, walau netra ini masih berderai air mata.“Ayo, Pak.” Bergegas aku menarik lengan Bapak, tak ingin memberitahunya sekarang. Biar lah beliau yang melihat langsung keadaan Ibunya itu.Setelah masuk ke rumah, kami sama-sama berjalan dengan cepat menuju ruangan yang televisi. Aku kaget bukan main saat melihat Ibu tengah memberikan minum pada Nenek dengan sebuah sendok. Loh, bukannya beliau sudah tiada?“Ya Allah. Ibu makin parah, Is?” Bapak langsung duduk di samping Ibu, tangannya menyentuh lengan atas Nenek.“Ibu. Bukannya ….” Aku yang masih kaget dan berdiri hendak ikut bertanya. Ibu menggeleng.“Astagfirullah,” ucapku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1234567
DMCA.com Protection Status