Semua Bab Tumbal Bulan Suro: Bab 41 - Bab 50
51 Bab
41. Rencana Pelarian
Masih POV Sutini."Polisi?""Iya, Bu."Dengan semangat aku bangkit dan berlalu ke depan dengan tergesa. Pasti mereka datang membawa kabar tentang Bang Sutar. "Iya, Pak. Bagaimana? Apa ada kabar tentang suami saya?" Aku langsung bertanya begitu berhadapan dengan polisi tersebut. Tak peduli walaupun polisi yang kini datang ke rumah bukanlah polisi yang biasa membantu pencarian Bang Sutar."Maksud Ibu apa ya? Kami ke sini karena mendapat perintah untuk menggeledah rumah Ibu."Tubuhku seketika menjadi lemas setelah mengetahui maksud kedatangan mereka."Menggeledah? Untuk apa? Memangnya ada masalah apa?""Apa Ibu kenal dengan gadis bernama Siti Khotimah?"Tubuhku makin berasa tak bertulang saat pria berseragam itu menyebutkan nama Imah. Siapa pula yang telah melaporkan kehilangan Imah pada polisi? Ah, makin banyak saja masalah yang datang kepadaku. Sepertinya kesialan mulai menimpaku kini. Bagaimana jika mereka mencurigaiku? Dan bagaimana jika mereka menemukan jasad Imah? Bisa-bisa aku d
Baca selengkapnya
42. Tawaran dari Makhluk Halus
Sraaak!Aaargh!Aku terkejut saat tiba-tiba Nenek muncul, lalu melempar tubuh Kak Airin yang kini tengah dirasuki oleh Nyai Surti itu dengan bubuk berwarna coklat kehijauan.Cengkraman makhluk tersebut di leher Bi Aini pun langsung terlepas.Nenek terlihat berdiri dengan gemetaran sembari berpegangan pada tongkatnya, terlihat ia seperti memaksakan diri berdiri. Sedangkan bibirnya dengan samar terlihat komat-kamit membaca sesuatu."Kau lagi?"Dengan penuh amarah, sosok tersebut menyerbu ke arah Nenek, hingga Nenek yang memang tak bisa berdiri tegak itu jatuh terjerembab ke tanah."Neekk!" Aku berteriak khawatir lalu lekas membaringkan Ibu yang masih tertidur itu di tanah.Secepat kilat aku berlari ke arah Nenek sebelum makhluk itu menyakiti Nenek."Sedari dulu kau terus mengacaukan semuanya. Harusnya kau mati sajaa!" Teriak makhluk itu penuh amarah seraya tangannya yang pucat itu hendak menyentuh Nenek.Namun secepat kilat kutangkis, lalu dengan keras membaca ayat-ayat suci Al-Qur'an b
Baca selengkapnya
43. Menjalankan Misi
"Aku tak meminta yang macam-macam. Aku hanya ingin, jika semua ini berakhir, tolong kuburkan jasadku dengan layak."Aku terenyuh mendengar permintaan jin qorin Kak Airin itu. Rasa geram seketika menyeruak pada Ayah. Tak hanya tega membunuh, ia pun sampai hati melihat jasad anaknya digunakan oleh jin jahat.Aku pun menyetujui persyaratan darinya. Kami segera mengatur siasat bagaimana supaya bisa kabur dari rumah Ayah dan membawa Ibu kepada Kyai teman Ustadz Arif.Dari hasil pembicaraanku tadi malam bersama Bi Aini, ia ingin membawaku kabur dari tembok belakang. Ia punya pintu rahasia yang selama ini selalu menjadi aksesnya keluar masuk. Tadi malam ia hendak membawa kami kabur dari sana, tapi akhirnya harus gagal karena kemunculan Nyai Surti.Setelah mengatur siasat, sosok jin qorin Kak Airin itu pun bercerita bahwa sebenarnya Ibu berhalusinasi seperti itu bukan karena gangguan darinya atau korban-korban tumbal yang lain. Memang benar setelah meninggal jin-jin qorin korban tumbal Ayah b
Baca selengkapnya
44. Rintangan Kembali Datang
Walau tak paham apa rencana makhluk itu, aku tetap menurutinya.Berusaha terlihat sesantai mungkin, aku keluar dari kamar.Melihat pintu kamarku terbuka, Ayah yang sedang duduk di sofa ruang tamu menoleh. Namun, aku berusaha mengacuhkannya dan menuju ke arah belakang.Sampai di dapur, terlihat asisten tadi tengah membuat kopi untuk Ayah. Terlihat pula sosok Kak Airin sudah berdiri di dekat wastafel yang sedikit berjarak dari wanita itu.Dengan bahasa isyarat, sosok Kak Airin tersebut menyuruhku masuk ke kamar mandi. Aku pun lantas menurutinya.Penasaran aku mengintip keluar, namun sudah tak ada sosok Kak Airin. Kini hanya tinggal Asisten tersebut, ia tengah celingak-celinguk mencari sesuatu. Sembari berjalan menjauhi meja dapur, menuju pintu belakang."Cepaat masukkan obatnya!" Aku kembali terkejut saat sosok Kak Airin sudah ada di dalam kamar mandi bersamaku.Dengan mengendap-endap aku berjalan mendekati cangk
Baca selengkapnya
45. Pesan Ancaman
POV Aswin (Ayah Satria)Aku tergeragap saat mendengar suara gedoran pintu dari luar. Makin terkejut saat melihat jarum jam sudah menunjuk ke angka lima lewat tiga puluh menit.Gawat! Bagaimana aku bisa sampai kesiangan. Seharusnya jam segini aku sudah pulang belanja keperluan warung dan sudah mulai membuka warung.Cepat aku bangkit hendak membuka pintu saat mendengar Seno yang terus-menerus memanggil sembari menggedor pintu."Bapak kesiangan?" Tanya Seno begitu aku membuka pintu."Iya, No. Entah kenapa saya kok bisa tertidur sampai tak sadar apapun."Firasat tak enak mulai melintas di kepalaku. Apalagi aku belum pernah tidur senyenyak itu."Jadi sekarang bagaimana, Pak? Di luar sudah ramai orang mau belanja," tanya Seno saat melihat aku hanya tercenung."Kamu buka saja dulu warungnya. Tak apa kita tak belanja hari ini. Yang penting warung tetap buka."Seno mengangguk patuh, lalu berbalik hendak menuju warung. Tapi aku kembali menahannya."Sekalian telponkan Iwan, suruh ambil kunci kem
Baca selengkapnya
46. Masalah Kembali Menerpa
Masih POV AswinHatiku makin gusar menatapi layar ponsel. Hariku sudah kacau karena Satria dan Hanin kabur, ditambah lagi karyawanku sendiri menusuk dari belakang. Dan sekarang ... Masuk pesan ancaman entah dari siapa.Jemariku lekas menekan nomor tak tak dikenal tersebut, bermaksud untuk menghubungi. Namun sial, sepertinya orang tersebut memang sengaja ingin bermain-main denganku, panggilanku ditolaknya.Tlung!Dering pesan masuk kembali bergema dari ponsel. Begitu dibuka ternyata ada pesan masuk lagi dari orang tersebut.[Jangan coba-coba menghubungi atau mencari tau soal aku. Kalau tak, bukti-bukti ini akan kusebarkan.][Lalu apa maumu?] Balasku tak senang.[Sudah pasti yang kuinginkan pertama kali adalah uang.] Jawabnya cepat.Aku mendengus kesal begitu mengetahui keinginannya tak jauh-jauh dari materi semata.***Aku mengacak rambut frustasi saat melihat keadaan warung di Desa sebelah yang porak-poranda. Pelanggan yang biasa berbelanja di warungku manyampaikan simpatinya dengan m
Baca selengkapnya
47. Bertemu Sang Peneror
Tok! Tok!"Pak! Bapak di dalam?" Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya terdengar suara Seno dari luar.Dengan penuh semangat aku bangkit setelah sedari tadi lunglai di atas lantai."Iya, No. Saya di sini. Tolong bukakan pintu ini, No," teriakku menyahuti."Tapi pintu ini tergembok, Pak. Kuncinya tak ada. Coba biar saya dobrak ya, Pak?""Iya, No. Terserah kamu saja. Yang terpenting pintu bisa terbuka. Saya harus ke bank pagi ini," ujarku kalut.Bukan tanpa alasan perasaanku kalut. Karena baru saja aku kembali menerima sebuah pesan dari orang misterius yang memerasku itu. Lebih terkejut lagi kala yang ia kirim kali ini adalah videoku tadi malam menyiksa Aini. Kali ini ia mengancam, jika aku tak menemuinya hari ini dan tak memberikan uang, maka video aku menyiksa Aini akan sampai ke tangan polisi dan aku akan terkena pasal berlapis, karena sudah mengurung dan menyiksanya.Benar-benar aku dibuat penasaran, bagaimana bisa orang tersebut merekam kejadian malam tadi. Atau bisa jadi oran
Baca selengkapnya
48. Hilangnya Mbah Sedan
Belum sempat aku membalas pesan yang dikirim bodyguard tersebut. Pesan dari nomor misterius yang menerorku kembali muncul.[Bukannya aku sudah bilang jangan macam-macam denganku? Sekarang kau tanggung akibatnya!]Sial! Seolah tahu aku tengah galau soal kematian bodyguard tersebut, wanita itu malah kembali mengancamku.Tak kusangka, ternyata wanita tersebut bukanlah orang sembarangan. Aku telah menganggapnya terlalu remeh.Setelah memberi instruksi pada bodyguard yang kukirim terakhir, aku memilih menutup warung lebih awal. Sungguh, suasana hatiku kacau balau kini.Aku tak mau percaya karma, bagiku karma itu bisa dilawan jika kita berusaha. Tapi kenapa sekarang aku malah tertimpa masalah bertubi-tubi.Langit sudah mulai meremang. Matahari perlahan pun mulai kembali ke peraduannya. Gegas kulajukan kuda besi hendak pulang ke rumah. Namun, entah karena masalah yang sedang menimpaku, aku memilih membelokkan motor ke jalan setapak di samping kebun tebu yang biasanya menjadi akses aku untuk
Baca selengkapnya
49. Akhir Tragis
Mataku nanar melihat lembaran uang dalam genggaman. "Iya, Pak. Kan sudah beberapa hari ini Bapak gak belanja ke pasar, jadi pemasukan benar-benar berkurang, Pak," ujar Seno sembari tertunduk dalam. Mungkin ia takut aku menuduhnya macam-macam. Apalagi aku juga baru saja ditipu oleh karyawanku yang lain."Tapi kan, No--."Ucapanku terhenti saat sadar siapa yang sedang aku ajak bicara. Mana Seno tahu menahu soal uang pesugihan yang selalu lancar kuterima setiap hari."Kenapa, Pak?""Em, tak. Tak apa. Ya sudahlah kalau gitu kamu tutup saja warungnya. Besok saya belanja," ujarku gusar lalu berlalu hendak masuk ke rumah.Lagi-lagi keganjilan muncul. Kenapa uang hasil pesugihan tak datang kepadaku? Sebenarnya apa yang terjadi? Mbah Sedan pun ikut menghilang.Saat langkah ini baru akan melangkah keluar warung, terdengar suara pembeli datang.Sontak aku menghentikan langkah karena merasa asing dengan suara yang tak kuke
Baca selengkapnya
50. Mayat di Balik Lemari
POV Author"Seorang mayat pria ditemukan mengambang di sebuah parit besar di desa Tandan Hilir ....""Sat! Satriaa! Sini!" Hanin yang baru saja mendengar berita yang dibawakan oleh seorang Reporter di TV itu langsung berteriak memanggil anaknya.Ia tak tahu, padahal sejak tadi Satria sudah memandanginya dengan gelisah di balik pintu kamar. Beberapa saat lalu, Satria baru saja menerima telepon dari Seno. Ia juga bertanya-tanya, bagaimana Seno bisa memiliki nomor teleponnya yang baru. Namun, setelah ia tanya lebih lanjut, ternyata nomor tersebut didapat Seno dari Aini--bibinya.Seno menghubunginya untuk memberi kabar duka bahwa ayahnya telah meninggal. Aswin ditemukan mengambang tak bernyawa di sebuah parit besar. Ada dugaan Aswin bunuh diri karena begitu frustasi melihat warung keduanya terbakar. Remuk hati Satria mendengar kabar itu. Walaupun ayahnya sudah begitu jahat karena sudah menumbalkan kakaknya, namun tetap saja ia masi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
DMCA.com Protection Status