Semua Bab Jerat Gairah Paman Kekasihku: Bab 41 - Bab 50
279 Bab
Bab 41 - Kekasih Idaman di Kampus
“Bastian?” Elisa mengerutkan kening setelah mengintip ke dalam ruangan, merasa heran karena tidak ada pria lain di sana kecuali Bastian Hermawan. Salah satu seniornya yang dinobatkan menjadi kekasih idaman di kampus mereka yang sedang menempuh pendidikan pascasarjana.“Kenapa orang-orang heboh sekali?” gumamnya lirih. “Permisi. Permisi.”Elisa menyibak kerumunan dan merangsek masuk ke ruangan setelah mengetuk dua kali. Tubuh mungilnya tak mengalami kesulitan sama sekali, berhasil menghalau beberapa orang yang ikut melongok saat pintu terbuka.Saat itu juga, pria dengan blazer cokelat susu menyunggingkan senyum pada Elisa. Terlihat kelegaan di wajahnya.
Baca selengkapnya
Bab 42 - Beri Aku Kesempatan
Bastian menarik Elisa keluar dari ruangannya, membuat beberapa mahasiswi yang sedari tadi mengintip terbelalak matanya. Mereka tidak menyangka idola yang tidak pernah dekat dengan wanita mana pun, bisa dengan nyaman menautkan jarinya pada Elisa.Bisik-bisik terdengar bersama menghilangnya Elisa dan Bastian yang menaiki anak tangga. Keduanya tidak peduli dengan komentar orang-orang di sekitarnya, fokus dengan hal lain yang lebih penting.Setelah berada di galeri, Elisa segera mempersiapkan dua buah manekin, sedangkan Bastian membantu dengan membuka gulungan kain yang masih terbungkus plastik. Mereka bekerja sama menempelkan kain-kain itu ke boneka setengah badan tanpa kepala.“Seperti ini?” Elisa menyematkan satu jarum di bagian punggung boneka torso wanita di depannya, meminta pendapat Bastian yang berdi
Baca selengkapnya
Bab 43 - Masalah Silih Berganti
Bab 43 - Masalah Silih Berganti“Elisa, kamu yang pertama untukku.”Tepat setelah mengucapkannya, bibir tipis Bastian sudah menempel di bibir Elisa. Satu tangannya berpindah ke belakang tengkuk Elisa dan mencegahnya bergerak dari posisi semula. Waktu seolah terhenti seketika, ruangan dipenuhi hening yang hanya menyisakan suara saling mencecap satu sama lain.Jemari tangan kanan Bastian yang semula mengelus pipi Elisa, dengan berani menyusup ke belakang telinga dan memberikan sentuhan-sentuhan yang semakin menambah keintiman mereka. Bahkan jika langit runtuh di luar sana, mereka tidak peduli karena terlalu asyik menikmati tautan bibir satu sama lain.“Elisa,” bisik Bastian saat gadis itu menarik diri, sedikit tersengal dan berusaha menghirup oksigen sebanyak yang dia bisa. Ada sedikit kekhawatiran di wajah Bastian, takut gadis itu marah karena perlakuan tidak sopannya barusan. Namun, hal itu tidak pernah terjadi. Detik berikutnya, Elisa mengalungkan tangan di belakang leher Bastian d
Baca selengkapnya
Bab 44 - Omelan Bastian
“Sejak kapan kamu memihak pada Elisa?”“Saya hanya—”“Antarkan makanan itu untuknya. Jangan katakan aku di sini. Maria yang memintamu memberikannya.”Mario sempurna membalik tubuhnya, menatap Stevan yang kembali memasang wajah datar. Pria itu masih tetap sama, enggan menunjukkan ketertarikannya pada sang istri.“Tunggu apa lagi?!”Tanpa membuang waktu lebih lama, Mario melepas sabuk pengaman yang menahan tubuhnya. Dia segera meraih bekal makanan milik Elisa dan melangkah mendekati gadis itu. Mereka terlibat percakapan satu dua, tapi Stevan tidak bisa mendengarnya.Pria itu memperhatikan Elisa dengan raut wajah yang lain dibandi
Baca selengkapnya
Bab 45 - Saingan Berat Stevan?
Bastian tanpa sadar sudah menaikkan nada suaranya satu oktaf. Matanya masih menatap Elisa dengan tajam.  “Maaf,” tukas Elisa lirih sambil menggeser kursinya, berusaha sedikit menjauh dari pria yang tengah dilanda emosi itu.  “Apa lagi kendalamu? Katakan padaku.” Elisa menelan ludah dengan paksa, membasahi kerongkongan sekaligus meredam gemuruh di hatinya yang mulai merasa canggung. Mendapati tak ada respons dari Elisa, Bastian harus menambah stok kesabarannya. Dia tahu, gadis itu bukan tipikal wanita yang mudah dekat dengan pria. Selain Alex, tak ada satu pun mahasiswa yang dekat dengannya. “Tim produksi, ada masalah?” tanya Bastian setelah mengembuskan napas kasar dari mulutnya.
Baca selengkapnya
Bab 46 - Titik Rendah  
“Terima kasih untuk semuanya,” ucap Elisa setelah selesai menata properti untuk pemotretan besok pagi. Tanpa bantuan Bastian, Elisa tidak akan bisa menyelesaikan urusan yang satu ini.“Tidak perlu sungkan. Ini memang tanggung jawabku.”Elisa dan Bastian beradu pandang, tersenyum satu sama lain. “Apa yang kamu lakukan setelah ini? Mau langsung pulang? Biar kuantar sekalian.”“Tidak. Tidak. Aku bisa pulang sendiri,” sela Elisa sambil meraih tas mungilnya dan memasukkan ponsel yang sedari tadi tergeletak di meja.Senyum di wajah Bastian sedikit meredup. Dia menangkap gelagat penolakan Elisa yang secara tidak langsung mematahkan harapannya untuk bisa pulang bersama.
Baca selengkapnya
Bab 47 - Pesan Misterius
Samuel berdiri mematung di depan pintu kaca. Meski tak mendengar isak tangis Elisa, tapi dia bisa melihat betapa rapuhnya gadis itu.“Bertahanlah, Nona. Kita pasti akan mendapatkan jalan keluarnya segera!” bisik Samuel penuh keyakinan. Dia mengurungkan niatnya memasuki ruangan, beralih fokus pada komputer di atas meja.Dengan kecepatan jemari dan ketajaman daya pikirnya, Samuel merekap semua informasi yang dikirimkan pada Elisa siang tadi melalui email. Dia yakin gadis itu belum sempat membuka satu pun pesan darinya.“Sam ….”Samuel terkesiap, terkejut melihat kehadiran Elisa di depan mejanya. Dia terlalu fokus menatap layar monitor, tidak mendengar langkah Elisa yang mendekat ke arahnya.&ldquo
Baca selengkapnya
Bab 48 - Sikap Dingin Stevan
“Untung saja urusan properti pemotretan sudah selesai. Setidaknya pagi ini aku bisa datang ke kantor.”Embusan napas lega keluar dari bibir Elisa. Satu beban terasa berkurang, tinggal menunggu kabar baik dari Samuel.“Beberapa hari ini aku terlalu sibuk, bahkan tidak pernah makan bersama dengan Stevan. Apa dia baik-baik saja? Kenapa dia tidak mengatakan apa pun semalam?”Elisa menelengkan kepala, melupakan sejenak kuas blush on yang ada di tangan kanannya. Dia kembali teringat dengan ekspresi wajah sang suami yang terlihat dingin dan tak peduli. Namun, itu justru mengusiknya. Mungkinkah Stevan marah?“Jam berapa ini?” Elisa menggeleng dua kali, mengenyahkan pemikiran buruk yang sempat datang dan menoleh ke arah jam digital di atas nakas yang terlihat dari cermin di hadapannya.“Masih ada waktu. Aku bisa sarapan dengan Stevan.”Tanpa membuang banyak waktu, Elisa menyelesaikan polesan make up tipis di wajahnya dan bergegas turun ke lantai bawah untuk menuju meja makan. Terlihat Stevan s
Baca selengkapnya
Bab 49 - Email Apa Ini?!
Suara Maria membuat Elisa tersadar dan menyingkirkan tangannya dari perut, tersenyum kaku dan dengan hati-hati menyingkirkan jemari wanita itu. Dia tidak boleh membiarkan orang lain mengetahui fakta kehamilannya, takut akan melaporkannya kepada Stevan. Meskipun percaya pada pelayan yang setia itu, tapi Elisa tidak mau mengambil resiko.“Aku baik-baik saja, Maria,” kata Elisa sambil tersenyum pias. Ia mengusap keringat dingin pada pelipisnya.Maria tampak mengerutkan dahi, sama sekali tidak yakin. “Wajah Anda terlihat sangat pucat, Nona.”Elisa kembali menoleh ke arah cermin. Wanita itu benar, wajahnya pucat dan pipinya pun terlihat lebih tirus dari sebelumnya.“Aku pasti hanya kelelahan dan kurang istirahat. Bukan sesuatu yang harus dikhawatirkan,” elak gadis itu sambil meninggalkan Maria, memilih duduk di kursi sofa yang ada di ruang tengah.“Bagaimana kalau Anda ke rumah sakit saja, Nona? Saya akan menyuruh sopir untuk menyiapkan mobil.” Elisa langsung menoleh dan menggeleng pelan
Baca selengkapnya
Bab 50 - Bantuan Mencurigakan
“Sam, ke ruanganku sekarang!” pinta Elisa setelah panggilan telepon ekstensinya mendapat jawaban. Dia masih tidak habis pikir dengan pesan aneh yang masuk ke kotak surat elektronik miliknya. Hanya dalam hitungan detik, Samuel sudah berdiri di depan Elisa setelah mempercepat langkahnya, hampir seperti berlari. Suara Elisa terdengar mendesak. “Ada apa, Nona?” “Lihat ini!” Elisa serta merta menggeser laptop miliknya sedikit menyamping, membiarkan pria itu melihat layar monitor dan membaca pesan yang sudah dibaca tiga kali. Dia yakin otaknya tidak salah mengartikan rangkaian kata itu. Sebuah tawaran kerja sama. Elisa menggigit bibir bawahnya, menatap bergantian antara layar monitor dan Samuel. “Apa seseorang berusaha menipuk
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
34567
...
28
DMCA.com Protection Status