Semua Bab Pesona Istri yang Dicampakkan: Bab 11 - Bab 20
200 Bab
Bab 11. Sebuah Kebetulan Atau Apa?
"Kamu!" ucap seseorang yang tak sengaja di tabrak oleh Maira. Raut wajahnya tampak terkejut."Dokter Rendi!" Maira tak kalah terkejut, bertemu dengan dokter kandungan langganannya di rumah sakit yang lain. "Ah, iya … maafkan saya Dokter, saya nggak sengaja menabrak, nggak lihat tadi," ucap Maira menahan malu, dengan kepala kembali menunduk.Seseorang di depan Maira tampak mengulum senyumnya, "Ah, iya nggak apa-apa. Ini Bu Maira kan? Sedang apa di sini, Bu? Apakah ada keluarga Ibu yang sedang sakit? Atau–," Dokter Rendi tak melanjutkan kalimatnya. Maira dengan cepat segera menyahut."Mantan Ibu mertua saya sedang dirawat di sini, Dok. Makanya saya berada di sini." sahut Maira cepat.Dokter Rendi tampak mengernyitkan dahinya. Gurat keheranan tampak jelas di wajahnya yang tampan."Mantan mertua ya? Memangnya sudah berapa kali Bu Maira menikah?" Sebuah pertanyaan konyol tiba-tiba saja keluar dari mulut dokter itu. Sadar dengan pertanyaannya yang tidak pantas dia segera mengoreksinya."
Baca selengkapnya
Bab 12. Mengontrak Rumah Dokter Rendi
Maira terlihat salah tingkah ketika Dokter Rendi semakin mendekat berjalan ke arahnya."Dokter Rendi, Dokter sedang apa di sini? Apa Dokter juga sedang mencari rumah kontrakan?" tanya Maira polos. Rendi mengulas senyumnya."Tidak, Bu. Saya yang punya rumah ini," terang Rendi, "Bu Maira sendiri sedang apa di sini?" Maira melebarkan netranya dan menjadi salah tingkah. Rendi terus saja memperhatikannya."Oh, jadi ini rumahnya, Dokter? S–saya mau mengontrak di sini, Dok," ucap Maira gugup dan menundukkan kepalanya.Gurat keterkejutan terlihat jelas pada wajah tampan Rendi. Detik berikutnya dia segera menormalkan kembali ekspresinya. Berbagai spekulasi buruk berkecamuk di dalam benaknya."Bu, Maira mau mengontrak rumah saya? Sama siapa, Bu?" Rendi kembali bertanya untuk memastikan.Maira kembali menunduk dalam, "saya sendiri, Dok."Alis Rendi terlihat naik sebelah, dengan dahi yang berkerut dalam, "hanya sendiri? Suami Ibu kemana?" Maira mendongak menatap dokter berwajah tampan di depann
Baca selengkapnya
Bab 13. Teror
Brakk ….Maira terjingkat saat tiba-tiba terdengar suara benda pecah dari arah belakang. Sontak saja dia menoleh, dan tambah terkejut lagi saat netranya melihat ke arah belakang, sebuah pot bunga telah pecah, tanah dan bunganya berhamburan kemana-mana. Menoleh ke kanan dan ke kiri tidak ada satupun orang yang melintas. Sedikit merasa takut, Maira melangkah pelan menuju pot yang sudah pecah berserakan itu. Perasaan gelisah seketika menyusup dalam hati wanita berparas teduh itu. Netranya menatap awas ke sekeliling. "Siapa sih, yang iseng lempar-lempar pot begini? Kurang kerjaan banget!" gumam Maira kesal, Tanganya masih sibuk memunguti pecahan pot yang sudah hancur itu.Maira segera kembali ke dalam rumah setelah selesai membersihkan pecahan pot yang berhamburan itu. Perasaan was-was tengah menyelimuti hatinya, seperti ada orang yang tengah mengawasinya. Dia segera mengunci pintu dari dalam, dan mulai membersihkan area kamar terlebih dahulu agar bisa segera digunakan untuk istirahat.
Baca selengkapnya
Bab 14. Sebuah Harapan
Pukul 08.00 pagi, di sebuah kamar VIP rumah sakit, Pak Mahendra dengan setia menemani sang istri yang masih tergolek lemah di atas ranjang pasien. Wanita paruh baya yang tak lain adalah Bu Sofia itu masih enggan untuk membuka matanya. "Maira …"Pak Mahendra tersentak saat istrinya menyebutkan satu nama yang sangat dibenci olehnya saat ini. Perlahan jemari tangan istrinya bergerak-gerak, seiring dengan kelopak mata yang mulai bergerak dan terbuka perlahan. Hati pak Mahendra lega seketika. Pria paruh baya itu mengucap syukur berkali-kali kepada Tuhan."Ma, Mama sudah sadar?" ucap Pak Mahendra penuh haru, netranya merebak, bulir bening mulai mendesak untuk keluar dari singgasananya.Sofia memijit pelan pelipisnya, "dimana Maira, Pa?" ujarnya seraya menatap ke sekitarnya.Mahendra menghela nafas panjang, dia menyesalkan kenapa sang istri justru mencari Maira–seseorang yang telah membuatnya jatuh sakit."Papa panggilkan dokter dulu ya, Ma. Mama baru sadar dari koma, jangan memikirkan hal
Baca selengkapnya
Bab 15. Kembali Bertemu Orang Baik
"Posternya sudah dipasang, Ma. Rendi pamit dulu, ya," ucap Rendi seraya menghampiri sang mama di ruangannya. Sebuah ruangan berukuran cukup besar, yang dibuat khusus untuk mengerjakan desain-desain busana yang tengah dirancang.Rani–Mama Rendi, mendongak dan meletakkan bolpoin yang sedang dia pegang. Seulas senyum manis dia suguhkan untuk putra kesayangannya–Rendi Prayoga."Makasih ya, Sayang." Rani beranjak berdiri dan menghampiri putranya."Mau langsung pulang ke rumah?" tanyanya."Iya, Ma. Kebetulan dapat jadwal praktek siang," balas Rendi.Rani menatap lekat putra kesayangannya, "anak Mama sibuk terus rupanya." Tangan wanita itu terulur mengusap lembut pipi sang putra."Ma … Rendi bukan anak kecil lagi." Rendi merengek sambil melepaskan tangan mamanya dari pipi, namun tak mengurangi rasa hormatnya pada sang mama.Bukan risih atau apa, hanya saja Rendi takut kalau-kalau ada yang tiba-tiba masuk dan melihat adegan itu, bisa hancur harga dirinya karena dianggap anak Mama. Padahal usi
Baca selengkapnya
Bab 16. Surat Pemberhentian Kerja
"Papa tenang saja, Tania yakin Alfin tidak akan bisa lepas dari Tania. Secara Tania kan cinta pertamanya, tidak mungkin Alfin melupakanku begitu saja. Terbukti kan? Dia lebih memilih membelaku daripada istri udiknya itu," balas Tania dan disambut tawa oleh papa dan mamanya.Sinta mengangguk antusias, "anak Mama memang hebat!" Wanita paruh baya itu mengacungkan dua jempolnya di depan Tania.***********Satu minggu telah berlalu, saat ini kondisi Bu Sofia sudah lebih baik. Dia juga sudah diizinkan untuk pulang. Namun masih harus kontrol kembali untuk beberapa waktu kedepan.Pagi ini, Pak Mahendra telah bersiap kembali mengurus kantornya yang beberapa hari dia tinggalkan.Hari ini, Pak Mahendra juga berencana untuk memecat ayah Maira dari kantornya. Pak Mahendra benar-benar sudah tidak mau berhubungan dengan keluarga Maira lagi.Begitu juga dengan Alfin, dia juga akan mengajukan gugatan cerai di pengadilan agama, dia ingin memulai hidup baru tanpa bayang-bayang Maira lagi. Saat ini Alf
Baca selengkapnya
Bab 17. Profesi Baru
"Sudah cukup! Hentikan!" Gerakan tangan Pak Cahyo terhenti seketika. Dia menoleh ke arah sumber suara, dengan nafas yang masih memburu.Disana Pak Mahendra berdiri menatap tajam Pak Cahyo. Tak ingin melewatkan kesempatan itu, Alfin pun segera melepaskan paksa dirinya dari Pak Cahyo."Jangan pernah sentuh putraku atau kau akan kujebloskan ke dalam penjara! Sekalian saja dengan putrimu itu, aku yakin jika video asusilanya sampai diketahui aparat maka akan mudah untuk menjebloskannya ke penjara. Jika kamu mau, kalian bisa reuni di dalam penjara," ancam Pak Mahendra, seringai jahat terlihat di wajahnya yang mulai dihiasi keriput.Pak Cahyo semakin murka, dengan lantang dia kembali berujar, "itu tidak akan pernah terjadi! Justru sebaliknya aku akan melaporkan kalian atas kasus pencemaran nama baik. Aku akan mencari bukti bahwa putriku tidak bersalah." Tania mulai terlihat tidak nyaman dan gelisah, namun sebisa mungkin dia tetap tenang di depan mereka. Wanita itu memasang ekspresi wajah d
Baca selengkapnya
Bab 18. Kedatangan Si Biang Onar
"Masih berani nunjukkin muka ya, kamu? Bener-bener mental baja. Nggak tahu malu! Kalau aku jadi kamu, udah nggak berani keluar kemana-mana," ucap seseorang yang tiba-tiba datang, dan berdiri di samping tempat duduk Maira.Mendengar suaranya saja, Maira sudah tahu siapa orang yang tengah menyindirnya itu.Maira menoleh dan mendongak, tak ada reaksi terkejut sama sekali. Kemudian Maira memilih untuk mengabaikannya dan melanjutkan makan.Begitu juga dengan Bu Rani, awalnya dia sedikit terkejut, namun melihat Maira biasa saja. Bu Rani pun ikut mengabaikan kehadiran perempuan yang baginya masih asing itu.Merasa diabaikan Tania menjadi geram sendiri, perempuan itu berdecak kesal, seraya menghentakan kakinya."Eh, kamu budek, ya? Nggak dengar aku ngomong?" Tangannya terulur mendorong bahu Maira.Sontak saja Maira tersedak oleh makanannya, buru-buru dia mengambil air minum di depannya.Bu Rani mendelik menatap tak suka pada Tania. "Nggak sopan banget, sih! Datang-datang gangguin orang lain.
Baca selengkapnya
Bab 19. Sebuah Perasaan yang Tersembunyi
"A–apa, Bu? T–tapi kan aku malu kalau harus berpasangan dengan Dokter Rendi," ujar Maira gugup setengah mati. Bagaimana bisa dia harus berpasangan dengan Dokter Rendi, berada satu ruangan dengannya saja Maira merasa segan. Maira merasa tidak pantas untuk dekat-dekat dengan lelaki tampan itu. Apalagi dengan statusnya sebagai seorang janda, rasanya semakin tinggi saja benteng pemisah di antara mereka.Bu Rani tersenyum penuh arti, "nggak apa-apa, Mai. Kenapa harus malu? Toh, kalian sudah saling kenal 'kan?" sanggah Bu Rani. Wanita paruh baya itu bersikeras membujuk Maira.Maira menggeleng pelan."Saya merasa nggak pantas saja, Bu," ujar Maira, kemudian kepalanya tertunduk lesu.Bu Rani mendekat dan merangkul pundak Maira, "hei! Apanya yang tidak pantas? Justru ini kesempatan kamu untuk membuktikan pada orang-orang yang telah menghinamu, bahwa kamu bisa tanpa mereka. Kamu bisa sukses di bawah kakimu sendiri."Perempuan berparas teduh itu mengangkat kepalanya, dia tampak terdiam dan berf
Baca selengkapnya
Bab 20. Berhenti Kerja dan Dijemput Pulang
"Maira … kamu kenapa, Nak?" tanyanya dengan perasaan panik luar biasa. "Maafkan, saya, Bu. Sepertinya saya tidak bisa melanjutkan pekerjaan saya," ucap Maira dengan suara parau. Deg …Seketika itu jantung Bu Rani seperti loncat dari tempatnya. Perasaan sesak mulai menjalar ke rongga dadanya, berkali-kali wanita paruh baya itu menghela nafas dan mengeluarkannya kembali.Setelah merasa tenang, barulah Bu Rani kembali bertanya, "ada apa, Mai? Kamu ada masalah?"Terdengar kembali suara helaan nafas dari seberang, "tidak, Bu. Tapi … sepertinya saya memang harus berhenti." Lanjut Maira tanpa memberikan alasan yang detail.Lutut Bu Rani terasa lemas seketika itu, ingin dia menahan Maira agar tidak berhenti menjadi modelnya, namun lidah Bu Rani terasa kelu. Ia tak berani mengungkapkan itu. Mati-matian wanita paruh baya itu berusaha untuk bersikap bijaksana."Oke, baiklah, semoga kamu selalu sukses ya, walaupun tidak lagi bekerja dengan saya," balas Bu Rani setelah terdiam cukup lama, walaup
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
20
DMCA.com Protection Status