Semua Bab Dipaksa Menikahi Gus: Bab 11 - Bab 15
15 Bab
Bab 11 Perjalanan
“Apa memang semua pernikahan itu hanya berujung pada kebutuhan biologis?”“Mana yang katanya akan menemani sampai tua, hidup bersama sampai akhir. Bukankah kalimat itu hanya boleh diucapkan orang-orang tulus tanpa pamrih?”Gadis itu nampak masih diam. Matanya menatap bunga-bunga taman yang diairi aliran air terjun buatan. Mereka tidak semua bermekaran. Ada beberapa yang memang masih kuncup. Duduk dan menatap taman ini sungguh membuat hati Zalfa sedikit tenang.“Ning Zalfa…” panggil Zilal.Zalfa menoleh. Namun tidak beranjak menghampiri sumber suara.Suara derit pintu menuju taman terdengar. Iya, Zilal datang. Duduk di samping Zalfa menatap taman.“Nasib! Punya istri cantik tapi hari pertama sudah dicuekin!” seloroh Zilal.Zalfa tetap diam. Tangannya memainkan jari kukunya, seolah bingung harus bagaimana.Bisakah aku menjadi Kunang-kunang LintangmuMemberi kasih pada setiap helai rambutmuMengaliri kesegaran dalam nadiMemupuk cinta penuh artiDalam setiap langkah kecil yang kau dakiT
Baca selengkapnya
Bab 12 Rumah Baru
Jendela di rumah sederhana itu sengaja dibuka oleh Zalfa. Dia seperti sangat menikmati keindahan alam pemandangan yang memanjakan mata. Menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya pada udara segar Kejajar.“Maaf ya, Ning. Saya belum bisa buatkan rumah yang bagus buat sampeyan, kita sementara tinggal di sini dulu ya,” ucap Zilal yang mendekat.Benar saja, sesampainnya di Kejajar dua manusia itu langsung beberes dan menata sebagian barang bawaannya. Meskipun sebenarnya masih cukup berantakan, tapi setidaknya rumah ini sudah nyaman ditempati.“Aku suka kok Mas di sini. Udaranya seger banget….,”“Tapi ya rumahnya masih sederhana, Ning. Nggak kaya rumah Abah kan?”“Lho nggak apa-apa lah, malah jadi gampang beberesnya. Nggak cape.” balas Zalfa singkat.“Hahaha, bisa aja nih. Pinter banget bikin suami seneng,”“Dih, siapa yang mau buat seneng? Emang aku suka rumah ini, nggak bohong!” cebik Zalfa.“Iya… iya, gitu aja galak amat!”“Ishh!”Puas memandang hamparan perbukitan dari jendela, g
Baca selengkapnya
Bab 13 Toko Oleh-oleh
Malam baru saja datang. Hawa dingin sungguh terasa masuk ke dalam pori-pori insan yang hendak meninggalkan rumahnya. Dengan berbekal jaket tebal dan kerudung pashmina, Zalfa bersikukuh ingin ikut Zilal pergi. Entahlah apa yang terjadi. Lelaki itu masih bingung. Biasanya, gadis itu akan cuek dan tidak peduli apa yang dilakukannya. “Ning, tapi kali ini kita naik motor. Soalnya, jalan utama ke toko sedang masa perbaikan. Apa kamu nggak apa-apa, ini hawanya lagi dingin banget…” “Enggak apa-apa, Mas. Kan aku udah pake jaket,” ucap Zalfa percaya diri. “Hemm… oke. Tapi, kalau nanti kedinginan jangan protes ya,” Zalfa mengangguk mantap. Keduannya menyusuri jalan kecil menuju toko. Memang, perjalanan kali ini sebenarnya tidak cukup jauh. Tapi, biasanya orang pendatang akan tidak tahan dengan hawa dingin di malam hari. Berbeda jika orang asli lokal. “Mas, memangnya mau ke toko siapa sih?” tanya Zalfa. Zilal masih fokus mengendarai motor. Suara angin dan karena memakai helm, pria itu tidak
Baca selengkapnya
Bab 14 Zafina itu kamu!
Konon cinta bisa datang karena terbiasa. Seseorang juga pernah berpendapat, jika cinta juga bisa dipelajari. Namun, sebenarnya mungkin saja waktu yang berbicara. Waktu yang memupuk jiwa-jiwa kasih itu tumbuh. Waktu yang menyuburkan dahaga romantisme itu tumbuh subur. Tapi, apa benar bisa begitu, jika di dalam ruang yang sama masih ada jiwa yang lain?“Mas, mau berangkat sekarang?” tanya Nindi.“Iya ini, Dik. Besok sudah mulai ngajar. Kontrak ngajarnya juga sudah turun. Kamu baik-baik ya di rumah. Kalau ada apa-apa bisa minta tolong Bude Ida,” jawab Zain yang telah selesai berkemas.Pemuda itu sukses diterima sebagai dosen di Universitas swasta. Entah takdir atau memang kebetulan, dia diterima di kota yang sama dengan masa lalunya tinggal. Wonosobo. Tempat yang justru tidak ingin Ia hampiri. Namun, takdir berkata lain, dulu Ia sempat menaruh lamaran di sana. Biaya untuk menghidupi adiknya masih menjadi tanggungannya. Mau tidak mau dia harus mengambil pekerjaan ini.“Sudah dulu ya, Mas
Baca selengkapnya
Bab 15 Zain
“Sudah jalan-jalannya, Ning?” tanya Zilal yang melihat Zalfa sudah kembali.“Sudah, Mas. Nih aku bawain sarapan,”“Lha iya, kan aku jadi enak ini. Tiap hari dimasakin, kalau nggak masak dibeliin sarapan. Kamu emangnya nggak bosen jalan-jalan setiap pagi?”Begitu mewahnya pemandangan Kejajar yang menyuguhkan pegunungan dan hamparan perkebunan itu tidak pernah lekang dari manik Zalfa. Waktu cepat sekali berlalu. Sudah dua minggu mereka tinggal di tempat ini. Setiap pagi, Zalfa akan meminta Kinan menemaninya berjalan-jalan mengitari perkebunan Carica. Terkadang Zilal yang inisiatif menemani gadis itu, tapi terkadang pemuda itu sudah sibuk dengan pekerjannya.“Enggak, Mas. Aku seneng banget, perkebunan yang di sebelah barat juga belum tak jelajahi semua.”“Ya jangan semua to, Ning. Kecapekan nanti kamu,”Zalfa menuju ke dapur, mengambil satu nampan Carica yang sudah dingin.“Aku seneng banget, di sini bisa setiap hari makan ini!” pekik Zalfa kegirangan. Persis seperti anak kecil.Pemuda i
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12
DMCA.com Protection Status