All Chapters of Istri Ketiga: Chapter 31 - Chapter 40
85 Chapters
31. Masih Membutuhkan Perhatianmu
***Kinan duduk di tepi tempat tidurnya, menatap pil KB di tangannya dengan tatapan ragu. Sejak beberapa waktu ini, pikirannya telah terombang-ambing oleh pertanyaan yang sama: apakah ia ingin terus minum pil ini? Bukankah Ludwig sudah menerimanya dan membuka hati untuknya? Apakah pria itu tidak menginginkan anak darinya?Sementara itu, Ludwig memasuki kamar dengan langkah tenangnya. Ia melihat Kinan terdiam dalam pikirannya, dan dengan lembut, mendekatinya."Apa kamu keberatan harus minum pil KB ini?" tanya Ludwig, mencoba memecah keheningan.Kinan menatapnya dengan sorot mata yang penuh pertimbangan. "Apakah kamu belum mau mempunyai anak? Rumah ini akan ramai jika ada suara anak-anak yang menggemaskan, kamu tidak menginginkannya?" tanyanya, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan yang menghantui pikirannya.Ludwig mengangguk perlahan, ekspresinya menjadi serius. "Iya, aku hanya belum siap, Kinan. Masih banyak hal yang aku takutkan di dunia. Aku m
Read more
32. Kita Memiliki Satu sama Lain
***Ludwig duduk di ruang bawah tanah bersama Kinan, mereka menghabiskan waktu berdua di sore hari untuk membaca buku, namun ekspresi wajah Ludwig penuh pertimbangan. Dia memegang tangan Kinan dengan lembut, lalu menatapnya dalam-dalam."Kinan," ucap Ludwig, suaranya serius, "aku ingin memberitahumu sesuatu yang penting. Bulan depan, aku ingin membawamu ke Jerman untuk bertemu dengan keluarga besarku, aku ingin mereka tahu kalau kamu adalah istriku."Kinan menatap Ludwig dengan tatapan penuh kegembiraan. Namun, dia juga melihat keraguan di matanya. "Oh, benarkah? Kamu ke sana hanya ingin pulang?" Kinan bertanya, mencoba menyembunyikan kekhawatirannya.Ludwig menghela napas panjang, “Sebenarnya aku tidak mau kembali ke sana, banyak luka dan kenangan buruk yang sewaktu-waktu bisa membuatku seperti tercekik, aku terpaksa ke sana karena ingin menyelesaikan masalah dan juga aku hanya ingin menunjukkan pada mereka kalau aku sudah menikah lagi.”Namun, kemudian Ludwig terdiam, ekspresinya be
Read more
33. Percaya Saja padaku
***“Tidak!”“Ini hanya sebentar, Ludwig. Kita hanya keluar minimal satu jam saja, untuk terapi agar kamu tidak terlalu gugup menghadapi dunia luar, aku yakin nanti saat kamu pulang ke Jerman, kamu bisa menemukan kepercayaan dirimu kembali secara utuh dan kamu bisa menghadapi semua orang yang dulu meremehkanmu,” ucap Kinan berusaha meyakinkan.Ludwig menggelengkan kepalanya dengan tegas, “Aku belum sanggup menghadapi keramaian, Kinan. Belajar agama saja aku hanya sanggup melalui online, aku belum siap bertemu siapapun, aku masih tidak nyaman.”Kinan menghela napas dan ia meraih jemari Ludwig dan mengenggamnya dengan hangat, “Kamy bisa, tanamkan itu di hatimu. Buang semua pikiran negatif dan hal-hal yang akan merusak keyakinanmu, kita mulai pelan-pelan, ya. Kita hadapi sama-sama, kamu harus melawan rasa takut itu, jangan kalah dengan hal yang akan membuat lukamu makin basah. Ada aku, aku akan selalu ada di sisimu d
Read more
34. Kekasih Halal
***Kinan menatap Ludwig dengan senyum ceria, menggoda dengan sepasang baju couple berwarna biru muda yang dia pegang. "Ludwig, coba lihat ini! Ayo kita pakai ini sebagai tanda bahwa kita adalah pasangan. Kemarin aku memang membelinya, ini hadiah kecilku untukmu."Ludwig mengernyitkan dahi, ragu-ragu. "Tapi Kinan, aku pikir warna ini terlalu cerah bagiku. Aku bukan lagi remaja yang bisa tampil seperti itu.Ingat, usiaku sudah menginjak kepala tiga, apa aku masih pantas mengenakannya?"Kinan menggelengkan kepala, memandang Ludwig dengan mata penuh keyakinan. "Tidak ada yang terlalu tua untuk mengenakan warna ceria, Ludwig. Dan aku yakin kita akan terlihat luar biasa bersama. Percayalah padaku. Dan juga biar semua tahu kalau kita ini pasangan, biar nanti tidak ada yang mencuri pandang pada suamiku." Wanita tersenyum cerah, sengaja pura-pura kesal.Ludwig terdiam sejenak, membiarkan kata-kata Kinan meresap ke dalam hatinya. Akhirnya, dia tersenyum lembut. "Ba
Read more
35. Cahaya itu Kembali
*** “Bagaimana hari ini? Apa kamu sudah lelah?” tanya Kinan. “Aku ini seorang pria, Kinan. Bagaimana bisa aku lelah?” Kinan tersenyum menatap Ludwig, “Kalau begitu, sebelum pulang, aku mau membelikan sesuatu untuk Bu Inah, aku ingin membeli tas untuknya, aku melihat tasnya sudah rusak dan banyak jahitannya.” “Belilah, beli yang terbaik. Bu Inah selalu ada di sisiku, tapi aku tidak pernah memberikannya hadiah,” balas Ludwig. “Tapi aku mau membelikannya pakai uangku, jadi… “ “Pakai punyaku saja, uangku ada hak kamu sebagai istri, jika kamu mau membeli apapun, beli saja,” tukas Ludwig. “Punyaku sudah lebih dari cukup, kita beli buat Bu Inah saja, ya! Ah, bagaimana dengan anak bungsunya yang masih kuliah? Aku mendengar anaknya itu membutuhkan tas untuk kuliah juga, katanya sudah sobek.” Ludwig mengangguk, “Ayo, kita beli saja untuk mereka, kamu pilih saja, berapapun harganya tidak masalah.” Kinan tersenyum, ia dan Ludwig bergandengan tangan masuk ke salah satu toko tas yang ada d
Read more
36. Berbagi Banyak Hal denganmu
***Anggun melangkah di lorong rumah mewah mereka dengan langkah cepat. Wajahnya memancarkan kemarahan yang sulit disembunyikan. Dia melangkah menuju ruang keluarga, di mana ibunya, Wina, duduk dengan tenang sambil membaca majalah."Ibu!" serunya dengan suara tajam.Wina menoleh ke arah Anggun, terkejut melihat ekspresi putrinya yang penuh kemarahan. "Ada apa, Anggun? Kenapa wajahmu ditekuk begitu?"Anggun mendekat dengan langkah panjang, matanya memancarkan api kemarahan. "Apa yang kamu lakukan, Ibu? Mengapa Ibu membohongiku tentang pria yang dinikahkan Kinan? Ibu bilang Kinan menikah dengan pria yang seperti monster."Wina terkejut. "Apa yang kamu maksud, Anggun?""Dia mendapatkan pria sempurna!" Anggun berteriak, kekesalannya tak tertahankan. "Kenapa Ibu bohong padaku, mengatakan bahwa pria itu adalah pria cacat yang tua? Ludwig von Schlossberg adalah pria sempurna, dan Ibu tahu itu! Dia bahkan sangat tampan dan sesempurna itu!"Wi
Read more
37. Sisakan Sedikit Cinta untukku
***Di dalam ruang bawah yang tenang, Ludwig duduk bersila di atas karpet, buku-buku tentang agama Islam berserakan di sekelilingnya. Matanya terfokus pada satu halaman Al-Quran yang terbuka di hadapannya. Setiap kata yang terpahat di sana menarik perhatiannya dengan begitu dalam."Sungguh luar biasa," gumam Ludwig dengan penuh kagum. "Semua ini begitu indah dan sempurna."Dia merenung sejenak, membiarkan kata-kata agung itu meresap ke dalam hatinya. Kemudian, dengan tekad yang bulat, dia mengambil telepon genggamnya dan menekan nomor Rangga."Rangga, bisa tolong panggilkan guru ngaji untukku? Aku ingin mulai belajar islam secara privat yang bisa datang ke rumahku," pinta Ludwig dengan suara yang penuh semangat.Rangga, yang berada di sisi lain telepon, terdiam sejenak, lalu menjawab, "Tentu, Tuan Ludwig. Apakah ada yang bisa saya bantu lagi?""Ya, aku ingin belajar membaca Al-Quran dengan benar," jelas Ludwig. "Aku ingin memahami Isla
Read more
38. Cahaya dalam Keheningan
***Kinan menatap halaman sekolah yang sepi, ia tersenyum nanar karena ayahnya dari dulu tak pernah memberikannya sedikit cintanya, bahkan saat mainannya direbut oleh Anggun dan ia berusaha mempertahankannya, ayahnya langsung memukulnya dengan kasar. Ia hanya bisa menangis dan juga merasakan bagaimana ayahnya pilih kasih dari dulu.“Ayah, aku belum pernah mendengar kamu mengatakan sayang padaku, apakah aku boleh mendengarnya walau itu hanya sekali dalam seumur hidupku?” gumam Kinan tersenyum hambar. Ia menghela napas panjang dan ia melihat waktu sudah menunjukkan jam empat sore, ia harus mulai bergegas pulang karena sekolah juga sudah sepi.Kinan baru mau beranjak dari duduknya, namun suara seseorang membuatnya melihat ke arah sumber suara.“Pak Fachry,” ucap Kinan terkejut.Fachry tersenyum dan menghampiri, “Kenapa belum pulang, Bu Kinan?”“Tadi saya mengerjakan beberapa pekerjaan dulu karena Senin
Read more
39. Tidak ingin Berpisah
***Anne melangkah dengan anggun di lorong marmer yang menghantarkan ke pintu utama kediaman utama keluarga Schlossberg. Rumah itu memancarkan kemegahan dan keanggunan yang melekat pada keluarga aristokrat tersebut. Anne telah disambut oleh pelayan yang membuka pintu dengan hormat, mempersilakan masuk.Di ruang tengah yang luas, Anne melihat seorang pria muda yang berdiri di dekat jendela besar, memandang keluar dengan pandangan yang dalam. Pria itu adalah Leonardo von Schlossberg, anak kedua keluarga tersebut, yang legendaris karena ketampanannya dan kepintarannya dalam mengelola kekayaan keluarga setelah Ludwig meninggalkan Jerman selama sebelas tahun.Anne mendekati Leonardo dengan langkah ringan, hatinya berdebar karena tugas penting yang harus dilaksanakan. "Leonardo," panggilnya dengan sopan.Leonardo berbalik, mata birunya memancarkan ketertarikan saat ia melihat Anne. "Ah, Anne, apa yang membawa kamu ke sini?" tanyanya dengan dingin, langkahnya me
Read more
40. Di dalam Pelukmu
***Langit di luar jendela berganti warna, dari biru muda ke orange, saat Ludwig duduk di meja tulisnya, tenggelam dalam pekerjaannya. Namun, ketika teleponnya berdering, memutus kesunyian, dia meraih gagangnya dengan cepat, mencoba untuk menahan ketegangan yang merambat di dalam dirinya."Leonardo," sapanya saat melihat nama saudaranya muncul di layar. Ia terkejut karena adiknya itu tak pernah mau mengabarinya dan juga Leonardo adalah orang pertama yang menginginkannya pergi dari kediaman utama keluarga Schlossberg di Jerman."Ludwig," jawab Leonardo di ujung sambungan, suaranya penuh dengan kebencian yang tak tersembunyi.Ludwig menelan ludah, mengetahui bahwa panggilan ini tidak akan menyenangkan. "Ada apa, Leonardo?""Oh, hanya ingin menyapa kakakku yang tercinta," balas Leonardo dengan sinis. "Atau, apakah aku boleh memanggilmu 'pembunuh' sekarang?"Ludwig terdiam, mencoba untuk menahan amarahnya yang semakin memuncak. "Jangan mulai, Le
Read more
PREV
1234569
DMCA.com Protection Status