Share

Pelaku Lainnya

Pelajaran IPS akhirnya selesai dan disambut dengan waktu istirahat. Terdengarnya bunyi bel membuat siswa merasa bahagia, bahkan ada pula refleks bersorak. Bu Dewi langsung menghadiahkan tatapan tajam pada pelakunya, sehingga kelas menjadi sepi.

"Kita cukupkan pelajaran untuk hari ini. Jangan lupa mengerjakan tugas yang Ibu berikan! Pertemuan selanjutnya, tugas itu kita bahas. Silahkan istirahat," ucap Bu Dewi yang kemudian meninggalkan kelas.

"Terima kasih, Bu Dewi," ucap semua siswa bersama-sama.

"Iya."

"Mau ke perpustakaan?" tanya Bela begitu Ghina mengeluarkan dua buku paket dan kartu perpustakaan di atas meja. Gadis itu hanya mengangguk.

"Heran, di perpustakaan itu kamu beneran pinjam buku apa cuma janjian sama Reza?" ledek Bela. Ghina mengerutkan keningnya, ia tidak paham.

"Jangan sok bingung. Kalian sengaja, ya?" Kali ini Andi ikut berkomentar.

"Sengaja apa, sih? Aku emang beneran mau balikin buku, sudah habis aku baca. Pengen pinjam yang lain juga," elak Ghina mengatakan yang sebenarnya.

Tanpa berniat memperpanjang perdebatan, Ghina memutuskan untuk beranjak ke perpustakaan. Ya, mungkin hanya kebetulan, semua itu tidak ada unsur kesengajaan. Tadi memang ia sempat mendengar Reza yang berpamitan kepada Andi ingin ke perpustakaan. Kalau saja bukan waktu pengembalian, tentu Ghina lebih memilih untuk mengurungkan niatnya.

Ghina tiba di perpustakaan yang kondisinya tidak seramai tempo hari. Sebenarnya jika Ghina langsung mengurus pengembalian pun bisa saja, hanya saja ia ingin melihat-lihat dulu koleksi buku bacaan di perpustakaan. Bagian yang ia tuju pertama kali adalah buku resep masakan. Meskipun belum mahir memasak, melihat gambar dan cantuman alat bahan makanan membuatnya bersemangat untuk membaca.

"Bisa, nggak?"

Ghina yang berusaha menjangkau bukunya dengan susah payah malah kedatangan Reza. Lelaki itu seperti kemarin lengkap dengan senyum manisnya. Ghina hanya menduga jika laki-laki itu tidak bisa bersikap ramah kepadanya jika berada di hadapan banyak orang. Buktinya ketika dalam perjumpaan yang benar-benar berdua, dia bisa terlihat begitu akrab.

"Boleh minta tolong," pinta Ghina menunjuk buku yang ia tuju.

"Ini?"

"Iya, makasih, Za."

"Sama-sama."

"Mau langsung ke kelas?" tanya Reza.

"Nggak, aku mau baca dulu sebentar."

"Boleh aku ikut?" Ghina mengangguk, Reza pun mengekornya.

"Kamu nggak baca buku?" tanya Ghina ketika menyadari Reza yang seolah hanya menunggunya tanpa melakukan apapun.

"Aku lagi malas."

"Terus ngapain ke sini?"

"Ngadem aja, sih. Di sini, kan, sejuk. Banyak kipasnya." Reza terkekeh. Kalau saja tidak sungkan, Ghina ingin tertawa keras saat itu.

"Coba ambil buku gitu, biar nggak nganggur."

"Ini juga nggak nganggur, kan? Aku bernapas, duduk, liatin kamu juga," celetuk Reza dengan ekspresi datarnya. Ghina, jangan salah tingkah, please!

"Kurang kerjaan kalau cuma liatin aku."

"Eh, iya, sih. Ghin, aku mau tanya. Kemarin itu ada juga yang ngasih sesuatu ke kamu, terus dia bilang atas nama aku?"

"Iya, pelakunya ternyata Bela. Katanya kamu juga dapat," ucap Ghina.

"Iya. Si Andi yang punya ide gila itu."

"Serius? Dasar pasangan sama-sama aneh!" umpat Ghina pada pasangan kekasih yang sudah berpacaran sejak kelas delapan tersebut.

"Kenapa mereka punya rencana gitu, ya? Aneh nggak, sih?" tanya Ghina.

"Iya, aneh. Mungkin mereka pengen lihat kita nggak sama-sama sendiri," sahut Reza.

"Emang kamu nggak pengen kayak Andi sama Bela?"

"Pacaran?" tanya Reza, Ghina mengangguk.

"Ya, kalau kamu mau, Ghin," lirih Reza.

"Ha? Maksudnya?"

"Eh, nggak, kok. Becanda aku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status