Share

Untitled 2009

BAB 3 Untitled 2009

2009

Kini tepat tujuh tahun sudah waktu berlalu Aileen habiskan di Panti Asuhan Muara Kasih. Masih bersama orang-orang yang ia sayangi tentunya Bu Lusi, teman-teman nya di panti dan orang yang begitu spesial baginya yaitu Malvin Saputra.

Gadis itu tumbuh dengan baik, sangat cantik memang. Dengan tubuh tinggi semampai, mata yang bulat sempurna dan gummy smile yang membuat semua orang hangat dibuatnya. 

Hari ini adalah ulang tahun Aileen yang ke 13 tahun. Semua orang di panti merayakan ulang tahun Aileen dengan mengadakan pesta kecil-kecilan. Ia senang dibuatnya, tak lupa di hari ulang tahunnya gadis itu mengunjungi ibunya di rumah sakit jiwa juga makam Ayah dan Abangnya.

Aileen yang berusia 13 tahun sedang mempersiapkan dirinya untuk masuk ke SMP. Tak terasa, ia dapat bertahan hingga hari ini dan merasa bersyukur setiap harinya karena ia selalu di kelilingi orang-orang baik di panti.

Tragedi tahun 2002 itu penuh hikmah, yang memaksa Aileen kecil untuk tumbuh tanpa figure keluarga. Namun, hal itu yang membawa Aileen pada titik kehidupan ini yaitu menerima, menjalani dan mensyukuri semua yang telah terjadi.

**

Sore itu setelah semua kegiatan yang dilakukan Aileen di hari spesialnya, seperti biasa ia sedang bermain leggo dan duduk di taman panti. Seperti dejavu pada 7 tahun yang lalu, sosok itu kembali menghampiri Aileen masih dengan senyum puppy eyes yang sama dan tawa renyah khasnya.

Hangat hati Aileen dibuatnya. Sosok itu seperti layaknya kembang api dalam hati Aileen, berwarna-warni dan meletup-letup dengan indah.

Tujuh tahun lamanya mereka hidup bersama di panti. Euforia ini ia harap dapat berjalan selamanya bersama Malvin Saputra.

Banyak yang berubah dari keduanya. Suara Malvin yang kian berat dan tinggi badannya yang terus menjulang dan ada satu kejadian yang membuat Aileen malu setengah mati. Kala itu,Aileen dan Malvin pergi berboncengan sepeda di sore hari.  Namun,ada yang aneh dalam diri Aileen,ia merasakan kram hebat di perutnya bahkan ia sudah tidak sanggup untuk berdiri tegak lagi. Dengan sangat terpaksa mereka menyudahi kegiatan bersepeda mereka.Mereka pun duduk di halte bus untuk mengobati kram perut Aileen.

"Kau tunggu di sini Aileen. Kakak ke swalayan dulu untuk membeli minum dan obat maag untukmu." ucap Malvin sembari panik

"Jangan lama Kak,ini sakit sekali" ucap Aileen meringis.

" Tungguhlah sebentar" ucap Malvin

"Aduh tak biasanya aku sakit begini" ucap Aileen dalam hati.

Tak berlangsung lama akhirnya Malvin pun datang dengan membawa air dan obat maag.

"Ini cepat minumlah" ucap Malvin

Aileen pun segera meminum obatnya.

Cukup lama mereka duduk di halte bus itu. Namun, Aileen tetap merasakan sakit. Ada yang aneh menurutnya, ia merasakan ada yang lembab dibawah sana dan Aileen berpikir itu hanya keringat saja, ia pun tak menghiraukannya. 

"Bagaimana apakah sudah lebih baik?" tanya Malvim cemas.

"Hm, masih sakit sih Kak, tapi ayo kita pulang saja" jawab Aileen lemas.

Ketika Aileen berdiri dari bangku halte itu, betapa terkejutnya Malvin melihat bagian belakang celana Aileen. Celana ia dipenuhi noda darah, sialnya kala itu Aileen memakai celana jeans pendek berwarna putih gading, sehingga terpampang nyata darah merah itu tembus mengenai celananya.

"Hm anu Aileen itu..." ucap Malvin terbata-bata

"Kenapa Kak? Apakah ada sesuatu di wajahku?" tanya Aileen penasaran

" Pakailah jaket ini" ucap Malvin

Malvi pun dengan tergesa mengikat jaketnya pada pinggang Aileen.

"Tunggulah di sini sebentar. Kakak akan ke swalayan lagi" ucap Malvin

Belum sempat Aileen bertanya, Malvin sudah pergi berlalu. 

"Kenapa sih aneh sekali dia, untuk apa Kakak melingkarkan jaketnya kepadaku" ucap Aileen dalam hati.

Ketika Aileen membuka jaket itu dan menengok bagian belakang, betapa kagetnya Aileen mendapati celananya penuh noda darah banyak sekali.

"Hah, apakah ini yang diceritakan Bu Lusi kepadaku, apakah ini saatnya aku mengalami menstruasi. Aduh... Bagaimana ini, aku malu sekali terhadap Kak Malvin."

Malvin kini sudah kembali dengan membawa pembalut yang ia beli di swalayan.

"Kau sudah tahu sekarang?" tanya Malvin

Dengan wajah merah seperti kepiting rebus Aileen menjawab sembari menundukkan pandangannya.

"Kak, kenapa harus Kak Malvin yang melihat semua ini. Tolong tinggalkan aku sendiri. Aku sangat malu." ucap Aileen

"Tak usah malu Aileen. Semua perempuan pasti mengalami menstruasi. Pakailah ini cepat, dibelakang sepertinya ada toilet. Kakak akan tunggu di sini" perintah Malvin

Aileen pun membawa pembalut yang Malvin beli lalu berjalan minggir seperti kepiting karena ia tak ingin Malvin melihat bagian belakangnya. Malvin pun dibuat tertawa oleh tingkah gadis itu.

"Sudah?" tanya Malvin

" Sudah,ayo kita pulang Kak" ucap Aileen sambil menunduk

Malvin pun meraih wajah Aileen dengan kedua tangannya.

"Kenapa menunduk terus begitu? Tidak usah malu, kini kau telah tumbuh dewasa Aileen. Itu hal yang wajar bagi perempuan" ucap Malvin menatap mata Aileen

Deg. Hati Aileen berdesir kala itu. Untuk pertama kalinya, Aileen melihat Malvin dengan perasaan yang berbeda.

Setelah kejadian itu,Aileen terus memikirkan Malvin. Atas segala perilaku dan pengorbanan Malvin untuknya selama ini membuat Aileen menyukai Malvin sebagai seorang pria dan bukan hanya sebagai Kakak lagi. Bagaimana tidak ia tak menyukainya, Malvin selalu ada dalam setiap kesusahan Aileen.

Dari gigi Aileen yang masih menghitam dan ompong, dari Aileen yang masih seperti boneka berjalan, dari Aileen yang masih berponi pendek kala itu, dan yang terakhir menstruasi pertamanya, Malvin selalu ada untuknya.

"Kakak sungguh membuat repot hatiku" ucap Aileen dalam hati sembari tersenyum manis.

Aileen keluar kamarnya berniat untuk mencari udara segar, namun ia melihat ada sepasang suami istri sedang mengobrol dengan Bu Lusi di ruang tengah. 

"Akhirnya sekarang banyak yang menyumbang di panti ini" pikir Aileen saat itu.

Setelah Aileen pergi dari ruang tengah, rupanya Malvin di panggil oleh bu Lusi dan mengobrol dengan sepasang suami istri tersebut.

"Malvin kemari Nak, duduklah di sini" ucap Bu Lusi

"Ada apa Bu?" tanya Malvin 

"Perkenalkan mereka adalah donatur tetap di panti Muara Kasih. Ini adalah Bu Diva dan Bapak ini adalah Pak Edward." ucap bu Lusi memperkenalkan mereka.

" Salam kenal Pak,Bu. Saya Malvin Saputra" ucap Malvin ramah

"Akhirnya saya dapat menemui anak mu Kak, dia tumbuh dengan baik rupanya" ucap Bu Diva dalam hati

Sepasang suami istri itu misterius dan menyimpan rahasia yang dapat merubah hidup seorang Malvin Saputra.

"Jadi setelah lama Ibu berbincang dengan Bu Diva dan Pak Edward, mereka mempunyai maksud untuk mengajak salah satu anak di sini untuk ikut dengan mereka. Bu Diva dan Pak Edward akan membantu pendidikan, biaya hidup dan merawat salah satu anak di sini seperti anak mereka sendiri. Ibu berpikir ini saatnya kau terbang bebas dari panti ini. Usiamu kini 19 tahun dan kau selama setahun belakangan ini terus bekerja mengumpulkan uang untuk melanjutkan kuliah bukan? Kini kau tidak usah bersusah payah mencari uang lagi mereka akan menanggung semua pendidikanmu." jelas Bu Lusi panjang lebar

" Iya Nak, saya berharap kamu bersedia ikut dengan kami. Saya dan suami butuh kehangatan seorang anak. Kami merasa kosong karena tidak dikarunia anak, sementara kami sudah semakin tua, itu sebabnya kami bermaksud mengajak Nak Malvin untuk hidup bersama dan kami akan membantumu meraih cita-cita." jelas Bu Diva dibarengi anggukan suaminya.

"Kami sangat berharap kesediaan Malvin untuk hidup bersama kami. Mengenai jawabanmu tidak usah terlalu terburu-buru, kami akan selalu menunggu jawaban dari mu Malvin" ucap Pak Edward

Lelaki remaja itu diterpa kebingungan hebat, ini terlalu tiba-tiba. Sedari dulu ia memang menginginkan figure orang tua, tetapi itu keinginan besarnya saat dulu.Kini ia telah dewasa. Entah keputusan apa yang harus ia ambil, Malvin sangat bingung dibuatnya.

Bu Diva dan Pak Edward memberi waktu untuk Malvin hanya sampai sepekan. Itu berarti ia harus segera memberi keputusan secepatnya.

Berpikir lagi dan lagi. Hidupnya kini diambang sebuah keputusan yang dapat merubah hidup Malvin sepenuhnya. Dengan segala pertimbangan akhirnya Malvin memutuskan bahwa ia bersedia menjadi anak angkat dari Bu Diva dan Pak Edward. Ia merasa mereka adalah jalan yang diberikan Tuhan kepadanya untuk membantu cita-cita Malvin lanjut kuliah.

**

Tepat seminggu sudah sejak tawaran itu. Kini mereka bertemu lagi di ruangan yang sama. Bu Lusi terlebih juga sepasang suami istri itu, harap-harap cemas menantikan jawaban dari Malvin.

"Malvin, bagaimana keputusanmu?" tanya Bu Lusi

"Hm, setelah mempertimbangkan banyak hal, saya memutuskan untuk bersedia menjadi anak angkat dari Bu Diva dan Pak Edward. Semoga keputusan yang saya ambil adalah langkah yang tepat" tegas Malvin

Sepasang suami istri itu sangat senang dengan keputusan Malvin. Mereka akhirnya selangkah lebih dekat dengan tujuannya.

"Syukurlah Nak,saya dan suami turut senang atas keputusanmu. Kini kau bisa memanggil kami apa saja yang membuatmu nyaman. Mulai sekarang kami akan mengurus berkas dan segala surat kepindahan kita ke London,Inggris"jawab Bu Diva

"London?" tanya Malvin kaget

"Iya Nak, kita akan tinggal di sana, karena Bapak mempunyai bisnis cabang yang harus dikembangkan di London" jawab Pak Edward

"Sial, aku kira kami akan tinggal di Indonesia saja, dengan begitu aku dapat mengunjungi panti ini sesekali. Sayang sekali aku harus pergi begitu jauh rupanya." ucap Malvin dalam hati sedikit menyesal

"Malvin ibu turut senang dengan keputusanmu. Ibu merasa bersalah tidak bisa memberimu kehidupan yang layak selama ini.Kini kau dapat meraih cita-citamu lewat kebaikan Pak Edward dan Bu Diva. Ibu akan selalu mendukungmu Malvin" ucap Bu Lusi

Akhirnya tangis pun pecah Bu Lusi dan Malvin saling menangis bersamaan.

"Ibu telah memberiku kesempatan kedua untuk hidup. Jika ibu tak merawatku,aku hanya akan berakhir menjadi anak menyedihkan yang dibuang di sebuah mesjid." ucap Malvin sembari menangis

Deg...

Kalimat terakhir yang diucapkan Malvin membuat sepasang suami istri itu kaget. Bagaimana bisa orang yang mereka kenal melakukan tindakan itu terhadap buah hatinya sendiri.

**

Sore hari di taman panti Malvin kembali termenung, jauh dalam lubuk hatinya ia tak mau meninggalkan tempat ini, terlebih lagi meninggalkan Aileen yang sudah seperti adiknya sendiri.

Di ujung sana Aileen berlarian kecil menghampiri Malvin dengan perasaan yang bahagia sembari membawa permen kapas kesukaannya.

" Hai Kak" ucap gadis itu dengan gummy smile nya.

Malvin hanya tersenyum hangat melihat Aileen.

"Kakak kenapa,apa ada masalah?" tanya Aileen

Malvin tak menjawab ia hanya menatap Aileen dan mengelus rambut Aileen saja.

Lagi dan lagi hati Aileen berdesir dibuatnya.

"Aileen ada yang mau kakak katakan kepadamu" ucap Malvin memulai pembicaraan

" Katakan saja kak" ucap Aileen sembari memakan permen kapasnya.

" Kakak akan pergi sangat jauh Aileen" ucap Malvin lirih.

" Pergi kemana kak?" tanya Aileen cemas

"Kakak telah menjadi anak angkat dari donatur di panti ini, dan kakak akan pergi ke London bersama mereka" ucap Malvin

Seperti petir di siang bolong, kata-kata dari Malvin membuat gadis itu teramat kaget. Bersusah payah ia menelan permes kapas yang masih ada dalam mulutnya.

" Kakak akan melanjutkan kuliah di sana. Sebenarnya sangat berat meninggalkan panti ini, tapi Kakak ingin menjadi orang yang sukses dan dapat membahagiakan seisi panti kelak." ucap Malvin

Aileen berusaha mencerna semua perkataan dari Malvin.

"Kau tidak perlu menjadi apa-apa. Sejauh ini kau sudah sangat hebat Kak." ucap Aileen dalam hati

"Aileen?" ucap Malvin

Aileen berusaha menahan air matanya. Ia tidak boleh begini,ia tak boleh terlihat egois untuk tidak melepas Malvin.

" Jika itu keputusan Kakak, aku akan mendukungmu sepenuhnya" ucap Aileen dengan senyum terpaksa.

"Demi Tuhan aku tidak mau meninggalkan gadis ini, bagaimana jika ada yang berbuat jahat kepadanya, bagaimana jika sewaktu-waktu ia melakukan hal bodoh. Sungguh sangat berat Tuhan" ucap Malvin dalam hati.

Hening sesaat tak ada satu pun dari mereka yang berbicara. Keduanya masih larut dalam pikiran masing-masing. Hingga tiba-tiba gadis itu beranjak pergi.

"Kak aku akan kembali ke kamar" ucap Aileen menunduk

Tiba-tiba Malvin memeluk Aileen dari belakang dan menahan Aileen untuk tidak pergi.

Hancur sudah pertahanan Aileen. Gadis itu kini menangis dalam pelukan Malvin.

Takdir dan nasib memang selalu mempermainkan hidup gadis itu.

Lantas apakah benang merah akan menghampiri dua sejoli itu?

To be continued.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status