Share

DC 04

Marsha kembali kerumahnya. Tidak ada satu orang pun disana, hanya dirinya sendiri. Orang tuanya belum pulang dari bekerja, dan kakaknya pun Marsha tidak peduli dengan orang itu. 

Marsha masuk kedalam kamarnya, pikirannya masih tertuju pada penawaran yang Albert dan Joe tawarkan. Dia masih memikirkan, apakah dia akan diperbolehkan orang tuanya atau malah tidak diperbolehkan. 

Karena merasa badanya lengket, Marsha memilih untuk mandi dan berganti pakaian. Sebelum malam nanti, dia harus masak untuk makan malam. Jadi dia lebih memilih untuk membersihkan diri dan beristirahat sejenak. 

Marsha memejamkan matanya kala air mengalir dari atas kepalanya. Dia memejamkan mata menikmati sensasi dingin yang mengguyur tubuhnya. Namun, saat dia memejamkan matanya dia melihat bayangan Albert dalam otaknya. 

Senyuman miring Albert, serta tatapan intens dari pria itu

 membuat Marsha seketika membuka matanya dan menggeleng untuk menghapus bayangan Albert dalam otaknya. Menurutnya Albert sedikit menakutkan, seperti ada sisi gelap dalam diri pria tersebut. 

Setelah selesai mandi dan berganti pakaian, Marsha memilih untuk membuka ponselnya. Tidak ada yang spesial, hanya ada chat dari grup semasa dia masih sekolah dan juga grup yang dia buat dengan kedua temannya. 

Dia sedikit kecewa, karena Arion tidak membalas chatnya. Mungkin Marsha gila, karena menyukai kekasih orang dan berharap kepada kekasih orang. Namun dipikirannya tertulis bahwa, selama apapun hubungan jika tidak jodoh akan kandas juga. Itulah yang membuat Marsha tetap mencoba untuk mendekati Arion. 

Rasa takut jika suatu saat nanti kekasih Arion tau bahwa dia mendekati Arion masih tetap ada. Tetapi rasanya Marsha tidak terlalu peduli, dia hanya menjalani perannya sebelum akhirnya dia harus rela pergi dan tidak lagi berharap pada Arion. 

"Aku kangen kamu Arion," Ujar Marsha sembari merebahkan tubuhnya di ranjang. 

Marsha teringat lagi dengan Albert. Dia masih tidak bisa menghapus bayangan Albert yang menatapnya intens dengan senyuman miring di bibirnya. Dia kembali berfikir, haruskah dia menolak penawaran itu atau malah memilih untuk menerima penawaran itu. 

Marsha ingin sekali memejamkan matanya, namun dia teringat jika dia harus masak untuk makan malam. Dia tidak mau jika ibunya marah dan memukulnya lagi dengan sapu. Dengan berat hati dia turun dari ranjangnya dan keluar dari kamarnya untuk memasak. 

•••••••• 

Albert baru saja selesai dari melihat wilayah pabrik yang akan ia bangun. Semua bahan material sudah disiapkan, tahap selanjutnya adalah membangun pabrik. Jika saja Joe tidak mengajaknya untuk melihat wilayah itu, dia akan memilih kembali kekamar dan tidur. 

Karena kebiasaan Albert yang sering bermain dengan banyak wanita, dia tidak bisa tidur jika dia tidak melakukan hal mesum dengan seorang wanita. Karena semalaman dipastikan inti tubuhnya akan tetap mengeras dan itu membuatnya tersiksa. Bisa saja dia bermain solo, tetapi dia tidak akan melakukan itu. 

Albert membersihkan dirinya, dia masih mengingat ekspresi Marsha yang terlihat risih saat bertatapan dengannya. Albert menyeringai, dia seolah baru menemukan mangsa baru dalam hidupnya. 

"Aku rasa aku harus mencari tau lebih detail tentang gadis itu," Ujar Albert pada dirinya sendiri. 

Albert memakai bathrobe dan duduk diatas ranjang kamar. Dia membuka tab nya dan membuka email yang masuk dari beberapa kolega miliknya. Tidak ada yang serius hanya membahas kerjasama antar perusahaan. 

"Gadis itu, aku harus mendapatkannya. Tidak perduli jika dia menolak, aku akan tetap memaksanya," Ujar Albert pada dirinya sendiri. 

•••••••••

Malam pun tiba. Kini Marsha duduk bersama kedua orangtuanya untuk menikmati makan malam. Sejak tadi Marsha tidak tenang, dia berfikir haruskah dia membicarakan hal itu sekarang. Atau nanti saja setelah makan malam selesai. 

Karena kegugupannya itu membuatnya tanpa sadar mengetukkan sendok pada piringnya dan membuat ibunya terganggu. Marsha terkaget ketika teriakan ibunya, dia hanya menunduk dan mengucap maaf pada ibunya. 

"Tidak bisakah kau tenang! Berisik sekali!" Bentak Margareth pada Marsha yang sekarang menunduk. 

"Ma—maaf ma." 

"Apa yang kamu pikirkan! Menganggu Sekali . Saya tidak selera lagi untuk makan karena kamu berisik!" Margareth semakin marah dan membanting sendoknya ke piring. 

"Sudahlah Margareth jangan memperbesar masalah," Kata Admaja yang daritadi diam menikmati makanannya. 

"Belain terus anak kamu!" Marah Margareth pada Admaja. 

"Maaf ma, Marsha minta maaf sudah mengganggu mama," Ujar Marsha semakin menunduk dan menahan tangis. 

Makan malam pun sudah selesai. Saat kedua orangtuanya ingin meninggalkan ruang makan, dengan cepat Marsha menahan. Dia menghentikan orangtuanya yang akan meninggalkan meja makan. 

"Ma—pa—Marsha mau bicara," Ujar Marsha takut. 

"Mau bicara apa kamu!" Bentak Margareth. 

"Marsha dapat tawaran pekerjaan, tetapi Marsha harus merantau karena kantor tempat bekerja hanya ada di Jakarta. Sedangkan pusat kantornya berada di Amerika. Apa boleh Marsha merantau?" Tanya Marsha pada kedua orangtuanya. 

"Memangnya kamu punya uang buat pergi ke Jakarta," Ujar Margareth sinis. 

"Marsha punya uang tabungan kok ma, insyaallah cukup buat hidup di Jakarta," Ujar Marsha pada Margareth. 

"Saya terserah denganmu. Tetapi saya menyetuji jika kamu ingin pergi merantau," Ujar Admaja pada Marsha.

"Pergi saja , Jangan lupa untuk transfer jika nanti kamu gajian. Dan jangan pulang jika tidak membawa uang," Ujar Margareth membuat Marsha sedih. 

"I—iya ma. Marsha akan pulang membawa uang nanti," Ujar Marsha sedih. 

•••••••••

"Tuan Albert!" Panggil joe pada Albert yang tertidur. 

Albert menggeliat, membuat selimut yang dia gunakan turun hingga membuat tubuhnya yang polos terlihat jelas oleh Joe. Ia memalingkan wajahnya melihat inti tubuh Albert yang berdiri. Dia menggelengkan kepalanya, tidak habis fikir dengan ke frontalan Albert.  

"Ada apa Joe?" Tanya Albert yang masih mengumpulkan nyawanya. 

"Tutupi dulu pedang mu itu tuan," Sindir Joe pada Albert. 

Albert segera melihat tubuhnya sendiri, dia tidak menyadari jika selimut yang dia gunakan telah turun dan memperlihatkan seluruh tubuhnya. 

"Oke, maaf . Saya harap kamu tidak terangsang melihat pedangku," Kekeh Albert pada Joe. 

"Saya tidak gay tuan!" Sinis Joe pada Albert.

"Baiklah. Apa yang ingin kamu sampaikan?" Tanya Albert pada Joe. 

"Gadis itu, dia menerima tawaran kita," Jelas  Joe pada Albert. 

Albert tersenyum misterius, "baguslah. Saya rasa saya akan membawanya ke Amerika,"ujar Albert membuat Joe terkejut. 

"Maksud tuan , anda ingin memperkerjakan nya di kantor pusat?" Tanya Joe meminta penjelasan. 

"Tetapi apa itu tidak melanggar kesepakatan tuan, sebelumnya kita hanya menawarkan dia untuk bekerja di kantor yang ada di Jakarta ." 

"Kamu bisa mengurus nya Joe. Mintalah surat penting atau data diri gadis itu. Dan segera buatkan paspor untuknya," Perintah Albert pada Joe. 

Joe tampak tidak yakin, namun dia menuruti apa yang dikatakan oleh bosnya nya itu. "Baik tuan akan saya lakukan," Ujar Joe dan meninggalkan kamar Albert. 

Albert tersenyum, senyuman miring yang membuat siapapun merasa takut jika melihatnya. "sebentar lagi , kamu akan jadi milikku Gadis kecil," Ujar Albert serta tertawa. 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status