Share

7 - Urusan Dengan Alex

"Apa lagi maumu? Sudah aku bilang aku tidak mau!" seru Synda dengan intonasi tinggi, setelah mengangkat teleponnya.

"Kau jangan menjanjikan kepadaku berbagai hal yang manis. Aku tidak akan mengubah keputusanku, Barret!"

Synda langsung menjauhkan handphone dari telinga, ketika bentakan sang kakak dari seberang sana. Bukan berarti dirinya merasa takut. Hanya menghindari indera pendengaran jadi terganggu. Beberapa detik kemudian, kembali ponselnya ditempelkan di telinga. Celotehan sang kakak belum selesai.

"Kau pikir kau saja yang emosi? Aku juga! Kau jangan mengatakan aku seorang pembangkang. Aku tidak suka kau tuduh macam-macam." Synda ikut mengeraskan suaranya.

"Kau yang menangani proyek dia! Jangan menyuruhku! Tidak akan pernah mau aku melakukannya. Camkan!"

Tanpa menunggu jawaban dan reaksi sang kakak, ditutup telepon secara sepihak. Lantas, pengaturan napas diterapkan untuk segera mengurangi gelenyar emosi di bagian dadanya. Tak ingin terlalu lama hanyut dalam kekesalannya juga.

"Menyebalkan sekali punya kakak pemaksa seperti dia. Aku tidak diberikan kebebasan memilih." Synda menggerutu.

Siapa pun akan merasakan hal yang sama seperti dirinya jika berkaitan akan sebuah pekerjaan mengharuskan ada kerja sama dengan mantan kekasih. Ia keberatan sejak awal. Bahkan, sudah dikemukan langsung di hadapan sang kakak. Namun, tak bisa untuk diterima alasan yang diberikan olehnya dan tetap diminta bersikap profesional. Jelas saja dirinya kesal. Tidak akan mudah seperti yang dikatakan kakaknya.

Di sisi lain, ancaman dari Barret tak bisa untuk dihiraukan karena sangat penting kedudukannya di perusahaan. Jika sampai benar posisinya diturunkan atau bahkan diberhentikan, maka kerugian sangat besar harus ditanggungnya.

Belum sanggup untuk dihadapi. Harusnya memang ia lebih mempertimbangkan secara matang, memikirkan dengan logika dan rasional. Bagaimana pun dirinya seorang pengusaha, tak mestinya mengedepan perasaan pribadi dalam berbisnis.

"Astaga! Sangat sulit! Menyebalkan!" Synda meloloskan seruan kencang untuk meluapkan kejengkelannya.

"Aku harus menerima? Jalan terbaik sepert—"

Ucapannya terhenti karena bel rumah berbunyi. Ia tidak segera berjalan ke arah pintu karena salah satu pelayan yang sudah membukakan, tetap berada di ruang tamu. Hanya saja, rasa penasaran akan siapa tengah datang tiba-tiba menyergap dirinya. Terlebih, tak diterima olehnya sama sekali. pemberitahuan. Wajar juga jika menjadi curiga. Terus menerka-nerka tentu saja.

Tak lama kemudian derap sepatu seseorang pun tertangkap gendang telinganya, pastilah Mrs. Dyne yang datang guna menginformasi siapa tengah berkunjung. Ia pun langsung bangun dari sofa yang belum satu menit didudukinya. Kepala ditolehkan ke samping.

"Hai, Sayang."

Synda jelas langsung membelalakan mata melihat sosok jangkung mantan kekasihnya. Alexander berdiri tidak jauh darinya. Pria itu justru semakin berjalan mendekat. Ia hanya bisa berdiri mematung dengan rasa terkejut yang belum mampu dihilangkan.

Bukan hanyalah keberadaan Alexander saja tak disangka. Namun, pakaian tengah pria itu kenakan adalah pemberian darinya, kado untuk peringatan hari ulang tahun mantan kekasihnya sebelum diakhiri jalinan asmara mereka. Alexander begitu tampak gagah.

"Aku tidak mengganggumu 'kan, Sayang?"

Synda berupaya menunjukkan reaksinya secara cepat, ingin menggeleng. Akan tetapi, kepala terasa sangat berat digerakkan. Dan, hanya masih bisa memandang sosok sang mantan kekasih yang sudah berada di dekat dirinya, saling berhadap-hadapan.

"Kau terpesona dengan penampilanku?"

Synda jelas segera memalingkan wajahnya. Harus diselamatkan harga diri. Pilihan yang paling baik untuk diperlihatkannya yakni gelengan. Tak mungkin mengakui, terlebih ia sedang dipamerkan seringaian puas.

Lalu, perhatian dengan terpaksa dipusatkan lagi pada sang mantan kekasih. Kekagetan pun mendadak melandanya karena jarak mereka yang semakin dekat saja. Otomatis, kedua kaki dilangkahkan menjauh. Namun, Alexander justru juga segera beraksi. Diraih salah satu bahunya. Pergerakan pun jadi terbatas. Tak bisa berjalan ke belakang.

"Kenapa kau tidak menjawab, Synda? Aku sudah mengajukan beberapa pertanyaan. Kau pasti mendengar semuanya. Tapi, kau tidak membalas satu pun. Ada apa?"

Synda menggeleng cepat. "Aku malas saja menjawab. Kenapa? Apa aku tidak boleh melakukannya? Aku juga punya hak!"

"Haha. Baiklah, Sayang. Kau benar. Aku bisa mengerti. Tidak masalah jika kau tidak mau menjawab. Tapi, kau harus ikut denganku sekarang. Aku sudah minta izin ke Barret."

Synda membeliak. "Apa yang kau maksud? Aku harus apa? Ikut denganmu? Ke mana?"

"Apartemenku. Menurutmu ke mana lagi?"

Synda kembali menggeleng. "Untuk apa aku pergi ke sana?" tanyanya dengan curiga.

"Yang jelas kita tidak akan tidur bersama sekarang. Mungkin lain kali bisa terjadi."

Jawaban singkat yang membuat Synda tidak senang. Kemudian, ia menggeleng kembali. Lebih mantap. Tentu menolak. "Aku tidak mau. Aku tidak akan pergi. Kau tidak bis--"

Tak dapat dilanjutkan ucapan karena sang mantan kekasih sudah menggendongnya. Begitu kilat. Namun demikian, segera saja ditunjukkan perlawanan. Kedua tangan dan kakinya digerak-gerakan secara sembarang.

"Aku tidak mau ikut! Turunkan aku! Sudah aku bilang pada Barret, aku tidak akan ambil yang harus melibatkan aku denganmu!"

Tepat setelah diselesaikan kalimatnya, sang mantan kekasih pun sudah mendirikannya lagi di lantai. Namun, kedua tangan pria itu beralih ke pinggangnya, merengkuh kuat. Ia jelas tak terima, mencoba melepas secepat mungkin. Tetapi, tenaganya masih kalah.

"Kau yakin akan menolak? Bagaimana jika aku memegang rahasiamu? Aku akan beri tahu Barret dan Mr. Sydney. Mereka pasti akan terkejut. Tidak menyangka kau sudah melanggar aturan yang dibuat Mr. Sydney."

Synda membeku. Tak bereaksi apa pun atas ucapan mantan kekasihnya. Tahu apa yang sedang dibahas pria itu. Ia bahkan diam saja saat Alexander mengangkat tubuhnya lagi. Menggendong menuju ke pintu utama. Tidak bisa menunjukkan penolakan seperti tadi.

"Aku akan berpikir ulang membocorkan. Bagaimana pun juga aku berperan penting dalam pelanggaran yang kau lakukan."


Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status