Share

Hamil Anakmu, Mas
Hamil Anakmu, Mas
Penulis: limabersaudara

Permintaan Terakhir

Aku Alesha Sahira. 

Biasa dipanggil Eca. 

Arti dari namaku adalah perempuan yang diharapkan akan mendapatkan keberuntungan yang melimpah ruah dan senantiasa kuat dalam menghadapi segala cobaan. 

Umurku 25 tahun dan kini menjadi sekretaris dari seorang pemimpin perusahaan yang andal. Menjadi sekretaris nyatanya bukan suatu pekerjaan yang mudah. Aku harus meluangkan banyak waktu, meski itu di luar kontrak sekalipun. Misalnya, menemaninya keluar kota yang sifatnya meeting mendadak.

Saking sibuknya, aku bahkan tidak punya waktu untuk mengurus diriku sendiri. Jangankan mengurus diri, pria pun tidak ada yang mau mendekat denganku saking sibuknya. Sedangkan di umurku yang segitu, aku sudah ditekan oleh keluarga agar cepat-cepat menikah dan memberikan mereka momongan. 

Sayangnya, mereka tidak tahu kalau mempunyai momongan tidak akan semudah mengatur jadwal mas Abian Darmawangsa. 

Mas Abi, atasanku yang paling perhatian. Dia tampan, murah senyum, tidak pernah sombong, baik hati dan selalu membantuku setiap saat. Ia mapan dan tidak pernah pelit pada bawahanya. Ia menjadi pimpinan di perusahaan yang bergerak di bidang real estate dan properti. 

Pernah satu waktu aku lupa membawa dompet, sedangkan kondisinya waktu itu aku sedang menemaninya membelikan tas untuk pacarnya—Elisa Sarasvati. Dengan baiknya dia membelikan ku tas dari brand merek ternama dan tidak mau menerima uang ganti dariku. Aku tahu kalau satu tas saja tidak akan menghabiskan yang miliknya, tapi tetap saja itu bukan termasuk ke dalam kontrak bayaranku. Dan masih banyak lagi pertolongan-pertolongan yang mas Abi berikan padaku hingga rasanya sekedar berterimakasih saja tidak cukup. 

"Eca, cepatlah pulang dan bawa pasanganmu. Ini permintaan terakhir ayahmu yang sekarang sedang sakit kritis di rumah sakit. Ibu tunggu kedatanganku segera, nak." 

Pesan terakhir dari ibu yang membuatku pusing tujuh keliling sampai saat ini. Aku tidak bisa fokus meski barang satu detik pun. Pikiranku masih berkelana entah kemana. Dimana aku bisa mencari pria yang bisa aku jadikan sebagai pacar?. Pertanyaan terbesarku hanya itu. 

Drt... Drt...

Seketika, fokusku tersadar saat menyadari kalau handphone ku berbunyi. Panggilan dari ibu dan aku yakin pasti dia mau membahas masalah tentangku yang harus membawa pasangan ke hadapan mereka.

"Iya, Bu?" 

"Eca, ayahmu sudah lelah sakit. Kapan kamu mau membawa pacarmu ke sini. Cepatlah datang dan menikah dengannya sebelum ayahmu pergi, nak. Ibu mohon, datanglah." 

Mendengar suara tangis ibu membuatku tidak tahan. Aku ikut menangis di buatnya. Tapi, aku tidak bisa menolak mereka. Apalagi sekarang kondisinya ayah sedang sakit keras. 

"Nggeh, Bu. Eca akan ke solo. Katakan pada ayah kalau Eca akan bawa calon suami secepatnya." Ucapku. 

Aku semakin pusing. Kali ini aku tidak bisa berpikir dengan baik. Satu-satunya yang ada di pikiranku saat ini adalah mencari pria yang mau diajak kerja sama denganku. Setidaknya hanya menjadi pacar pura-pura untuk satu hari saja.

Kepada siapa aku harus meminta tolong?. Aku tidak punya banyak teman pria yang mau membantuku. Yang saat ini dekat denganku dan dengan mudahnya mau membantu hanyalah mas Abi. 

"Iya. Mas Abi." 

Entah darimana ide itu muncul di pikiranku sampai nama mas Abi yang muncul. Segera beranjak menuju ruangannya, bahkan tanpa mengetuknya. Kurang ajar sekali aku ini. 

"Mas, kita boleh bicara sebentar, gak?" Tanyaku padanya yang masih sibuk berhadapan dengan laptop miliknya. 

Aku lihat dia melepas kacamata miliknya dan menutup laptop di depannya. Tersenyum hangat padaku dengan dagu yang bertumpu dengan tangannya. "Ada apa, Alesha?. Kamu mau bicara apa?" Tanya mas Abi lembut. 

"Sepertinya kita perlu duduk berdua di sofa, mas. Apa yang mau aku bicarakan ini sifatnya sedikit sensitif." Ujarku. 

Dan tentunya mas Abi mau beranjak meninggalkan kursi kebesarannya dan menghampiriku untuk duduk di sofa. Dia mengambilkan kaleng minuman untuk ku juga. 

"Sepertinya kamu gugup. Minumlah." Ujarnya, memberikanmu minuman yang sudah ia buka penutupnya.

Aku mengambil minuman itu dan tak lupa mengatakan, "terimakasih, mas." 

Cukup lama, kita berdua hanya disibukkan dengan pikiran masing-masing sambil menyesap minuman dari kaleng yang packagingnya hampir sama. Tapi, tetap saja aku tidak mau menunda-nundanya. 

"Mas..." 

"Iya?"

"Aku boleh minta tolong, gak?" Tanyaku. 

"Minta tolong apa, Alesha?. Katakan saja. Kalau aku bisa membantu, aku pasti akan melalukannya." Katanya.

"Mas mau gak jadi pacar pura-pura ku?. Satu hari aja." Kataku langsung tanpa kata pemanasan sebelumnya.

Byur!

Sontak, mas Abi langsung tersedak dan menyemburkan minumannya yang belum ditelan habis. 

"Pacar pura-pura?"

***

"Terimakasih mas sudah mau membantuku. Aku janji hanya untuk hari ini saja." Ujarku lagi untuk kesekian kalinya hari ini. 

Mas Abi bersedia membantuku, menjadikannya pacar pura-pura hanya di depan ayah dan ibu. Aku juga tidak tahu pasti alasannya mau melakukan itu. Tapi, aku sangat bersyukur dia masih bermurah hati mau membantuku. 

"Tidak masalah, Alesha. Selama ini kamu selalu membantuku, mungkin ini giliranku untuk membantumu. Toh juga hanya berpura-pura." Katanya dan tersenyum manis padaku. 

"Terimakasih, mas. Sekali lagi." Ujarku.

Ceklek!

Aku membuka pintu ruang rawat ayah dan melihatnya yang terbaring lemah di atas brankar. Seketika, aku tidak bisa menahan rasa tangisku. Langsung menghampiri mereka dan tak lupa salim pada keduanya. 

"Ayah, tolong bertahanlah untuk Eca. Eca sudah bawa pacar Eca sesuai dengan permintaan ayah." Tangisku di dekatnya.

Namun sayang, ayah sama sekali tidak menggubris ku. Ia sangat lemah, bahkan untuk membuka matanya pun cukup terlibat kesusahan. Melihat ayah yang seperti ini membuatku sakit. Aku sangat tidak menginginkan hal ini terjadi padanya. 

"Ibu, kenapa ayah tidak bisa bicara?. Eca datang kesini untuk melihat ayah sembuh, bukan untuk melihatnya seperti ini, Bu." 

Ibu hanya bisa menunduk menangis. Beliau bahkan tidak menjawabku, meski barang satu kata pun. Sedangkan mas Abi di sana hanya menunduk, tidak tahu mau melakukan apa lagi. 

"Sejak kemarin ayah sudah tidak bisa bicara lagi. Terakhir kali, ayah meminta agar kamu menikah di depannya, nak." Kata ibu. 

"Ibu sangat memohon padamu dan pacarmu untuk mengabulkan permintaan ayahmu. Mungkin dengan begitu, ayahmu bisa kembali pada Tuhan dengan tenang. Ibu mohon." 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status