Share

Bab.1

"Ada yang punya kebun! lari!" teriak teman Hana membuat Hana panik. Namun Hana masih berada diatas pohon mangga hingga dia tidak bisa lari menyusul teman - temannya.

Hana semakin panik saat pemilik kebun semakin mendekat ke arahnya. Hana yang terburu-buru turun akhirnya terjatuh. 

"Auh," keluh Hana saat tubuhnya mengenai tanah. 

Seorang pria mengerutkan keningnya saat dia melihat Hana terjatuh tepat di hadapannya. "Sakit?" tanya pria itu mendekat ke arah Hana.

Ingin marah? tentu saja! ingin rasanya Hana memarahi pria yang ada dihadapannya. Bagaimana bisa bertanya seperti itu, karena sudah pasti seseorang yang terjatuh pasti merasakan sakit.

"Butuh bantuan?" tanya pria itu mengulurkan tangannya. Namun, Hana enggan menyambutnya.

Pria itu memutar bola mata saat melihat sikap keras kepala Hana. "Terserah kamu saja," katanya hendak pergi meninggalkan Hana.

"Auh." Pria itu kembali menghentikan langkahnya saat mendengar Hana mengeluh.

Tanpa meminta izin, pria itu memeriksa kaki Hana. "Kakimu terkilir, ini harus segera dipijit agar tidak semakin sakit," kata pria itu, sedangkan Hana hanya diam menatapnya.

"Sini aku bantu!" kata pria itu. "Masih gak mau? apa kamu yakin bisa pulang sendiri?" tanya pria itu merasa lelah menghadapi sikap keras kepala Hana.

Pria itu hendak meninggalkan Hana lagi. Namun, Hana segera memanggilnya. Pria itu tersenyum dan membalikan tubuhnya menghadap Hana. 

"Bantu aku!" perintah Hana mengulurkan tangannya. 

Pria itu berdecak kesal, meminta bantuan saja Hana seperti tidak ada sopan - sopannya. "Kamu bicara baik-baik bisa gak sih?" tanya pria itu.

"Maksud kamu apa? ini sudah bicara baik-baik!" kata Hana tak mau kalah.

"Dasar wanita menyebalkan!" kata pria itu.

"Kamu juga pria menyebalkan!" balas Hana tak mau kalah.

"Kamu itu mau dibantu apa gak sih?" tanya pria itu membuat Hana diam.

Pria itu membantu Hana berdiri. Namun, saat akan melangkah, kaki Hana terasa sakit hingga Hana tidak kuat dan kembali duduk. "Mau aku gendong?" tanya pria itu merasa iba.

"Aku berat," jawab Hana.

"Tidak apa," balas pria itu membantu Hana berdiri. Pria itu meminta Hana naik keatas punggungnya.

"Rumah kamu jauh tidak?" tanya pria itu membawa Hana keluar dari kebun itu.

"Lumayan," jawab Hana. 

Pria itu terus berjalan melewati jalanan yang Hana tunjukkan padanya. "Nama kamu siapa?" tanya pria itu.

"Hana," jawab Hana.

"Nama yang bagus," kata pria itu, "aku Arjuna," katanya memperkenalkan diri.

"Gak tanya," balas Hana membuat pria itu kembali merasa kesal pada Hana.

Sepanjang perjalanan mereka hanya saling diam. Arjuna tidak bertanya lagi pada Hana, karena menurutnya wanita itu sangat menyebalkan.

"Itu rumahku," kata Hana menunjuk ke arah rumah sederhana, namun terlihat nyaman.

Arjuna berjalan menuju rumah yang ditunjuk oleh Hana. "Assalamualaikum," Arjuna mengucapkan salam saat sudah berada di depan rumah itu.

Pintu terbuka setelah mendengar jawaban salam dari dalam rumah itu. "Kamu kenapa, Nak?" tanya ibu Hana berjalan mendekati sang anak yang masih berada di atas punggung Arjuna.

"Hana jatuh dari pohon, Bu, kaki Hana terkilir," jawab Hana berharap sang ibu tidak marah padanya.

"Hana, kamu curi mangga lagi?" tanya sang ibu menatap tajam.

"Ma'af, Bu," ucap Hana. Sementara Arjuna mengulum senyum saat ibu Hana memarahi gadis yang selalu membuatnya kesal padahal mereka baru bersama beberapa jam saja.

"Ma'af ya sudah merepotkan kamu, Nak, Hana memang bandel!" kata ibu Hana membuat Hana mengerucutkan bibir.

"Tolong bawa masuk, Nak, nanti ibu akan panggilkan tukang urut," pinta ibu Hana.

Arjuna mengangguk dan membawa Hana masuk ke rumah itu. Dengan hati-hati Arjuna  menurunkan Hana di atas sofa.

"Makanya jadi anak itu yang nurut, sekarang kamu rasain sendiri kan apa yang terjadi kalau kamu bandel," omel ibu Hana. 

"Apa?" tanya Hana menatap tajam Arjuna yang menahan senyum saat ibu Hana memarahi Hana.

"Gak apa," jawab Arjuna menatap Hana yang wajahnya terlihat kesal.

Cantik! itu yang ada dalam benak Arjuna saat dia menatap lekat wajah Hana. Hingga tanpa sadar bibirnya mengukir senyum penuh kekaguman.

"Kamu itu sudah besar! tapi kelakuan kamu masih seperti anak kecil! kapan kamu dewasanya, Hana!" kata ibu Hana yang tidak berhenti mengomel.

"Ibu bisa gak diam sebentar saja! kaki Hana semakin sakit denger ibu ngomel mulu," kata Hana tidak tahan mendengar omelan sang ibu.

"Emang kaki bisa dengerin omongan?" tanya ibu Hana kembali menghampiri Arjuna dengan satu gelas air putih ditangannya.

"Ma'af ibu hanya ada air kosong," kata ibu Hana meletakkan gelas itu di depan Arjuna.

"Tidak apa, Bu, itu juga sudah cukup untuk menghilangkan dahaga usai menggendong Hana," balas Arjuna.

"Cari muka!" sahut Hana yang langsung mendapat hadiah tatapan tajam dari ibunya.

"Kamu ini, ditolongin bukannya terima kasih malah kayak gitu," omel ibu Hana semakin kesal pada sang anak.

"Nak, nama kamu siapa?" tanya ibu Hana.

"Arjuna, Bu," jawab Arjuna.

"Ibu titip Hana sebentar ya, ibu mau panggil tukang urut dulu," pamit ibu Hana.

"Iya, Bu," balas Arjuna dengan senyum sopan.

"Haish! cari muka!" kata Hana semakin kesal pada Arjuna. Hana mengerucutkan bibirnya membuat Arjuna gemas.

"Dia makin lucu makin cantik kalau seperti itu," batin Arjuna mengulum senyum.

"Itu bibir kenapa senyum-senyum, gitu?" tanya Hana menatap penuh selidik.

"Tidak! hanya ... hanya-"

Belum arjuna melanjutkan ucapannya, ibu Hana sudah kembali bersama tukang urut. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status