"Mengapa Pangeran Balaputeradewa sama sekali tidak melirik kepadaku? Padahal apa kurangnya aku coba? Memang sih kalau dibandingkan dengan gadis itu, ia lebih muda dan cantik sekali. Kalau jadi laki-lakipun aku pasti sudah jatuh cinta. Tapi aku sepertinya pernah melihat gadis itu tapi dimana ya?" Tanya Sriti dalam hati. Wajah Ganika memang seperti tidak asing bagi Sriti. Tetapi ia begitu penasaran dan terus mencoba mengingatnya, sampai tidak sadar ketika Pangeran Balaputeradewa datang dan memperhatikannya. "Heiii, Sriti!"Panggilnya. Seketika Sriti tergagap dari lamunannya dan dengan senyum ia menyambut kedatangan Mahamentri I Halu itu sambil menghaturkan sembah. "Ada yang Gusti perlukan dari saya sehingga Gusti memanggil saya?" Tanya Sriti. "Ya. Aku memanggilmu karena aku ingin memberikanmu tugas sebagai perajurit sandi." Kata Pangeran Balaputeradewa. "Tapi Gusti. Yang Mulia Maharaja menugaskan saya untuk melayani Gusti." Jawab Sriti. "Lha iya itu bentuk pelayananmu kepadaku ba
"Mengapa kau begitu pendiam, Rukma? Apakah kau marah padaku." Tanya Ganika."Tidak Gusti Gandhali. Hamba tidak berani." Jawab Rukma."Kau berubah sekarang? Mengapa?"Ganika kembali mencecar Rukma dengan pertanyaan.Rukma hanya diam sambil mengukir sebuah patung kayu. Ia mengukir sosok Dewi Tara yang candinya baru dilihat akhir-akhir ini saat melintasi Kewu. Ia begitu kagum pada sosok Tara yang mengayomi, agung dan tenang. Tara juga merupakan perwujudan dari welas asih dan kehampaan."Rukma, apakah sosok dewi yang sedang kau ukir itu jauh lebih penting dari menjawab pertanyaanku?" Ganika meraih tangan Rukma hingga tak sengaja pisau Rukma melukai jari manis Ganika."Ah, maafkan saya Gusti. Saya sungguh tidak sengaja." Kata Rukma.Rukma yang panik dan tidak melihat ada kain di sekitarnya untuk menghentikan pendarahan di jari Ganika, ia segera menghisapnya dengan bibirnya. Ganika tersipu malu meskipun sedikit kesakitan. Sadar yang dilakukannya bisa mengundang pergunjingan, Rukma kemudian
Wiku Sasodara memerintahkan pada bikku-bikku muda untuk menaruh balok-balok es di dalam bak besar terbuat dari batu andesit. Bukan hal sulit bagi para pengendali air untuk membekukan air menjadi es. Namun bukan berarti para pengendali air tahan dengan suhu yang dingin.Wiku Sasodara lalu memberi tanda agar Amasu dan Rukma memasuki bak air tersebut. Keduanya-pun mulai masuk ke dalam air es yang sangat dingin itu. Jentra dan Candrakanti mengamati dari kejauhan. Candrakanti bahkan sudah menggosok-gosok lengannya membayangkan betapa dinginnya di dalam sana."Apa kau sudah mulai kedinginan sebelum masuk ke dalam sana?" Tanya Jentra."Entahlah....memikirkannya saja aku sudah ngilu. Lihat wajah Rukma mulai membiru dan giginya sudah gemeletuk kedinginan."Jawab Candrakanti"Justru itu, ini adalah latihan permainan rasa. Jangan terlalu dipikirkan dan jangan tergoda untuk menyerah pada kekuatan indra perasa. Lihat Amasu, ia begitu tenang karena ia melepaskan rasa di dalam dirinya. Wajahnya juga
Pernikahan Pangeran Balaputeradewa dan Ganika berlangsung sangat meriah tanpa gangguan yang berarti. Semua begitu indah bagi Sang Pangeran. Namun seperti bencana bagi Ganika yang tidak mungkin mengelak lagi. Bagi Mahamentri I Halu pernikahan ini sekaligus akan memantapkannya mengusai tanah Walaing. Maka betapa terkejutnya Ganika ketika ia langsung diboyong Sang Pangeran menuju tanah kelahirannya itu.Rumah-rumah dan pendapa yang sempat diratakan pada saat penyerangan itu, sekarang telah dibangun dengan megah dan indah. Semua mata orang-orang Walaing itupun menatap tandu yang membawa Mahamentri I Halu dan istrinya memasuki perdikan. Beberapa orang bahkan terbelalak tidak percaya melihatnya, terutama Pawana yang masih sering mendatangi Walaing diam-diam."Putri Ganika?Benarkah itu putri Ganika?" Pawana terpana. Gadis yang pernah diinginkannya, saat ini menjadi putri boyongan yang dinikahi musuh mereka."Bukankah itu putri Ganika?" Seru beberapa orang yang berada di tepi-tepi jalan. Se
Air mata Pangeran Balaputeradewa menetes membasahi pipinya. Belum pernah selama hidupnya ia merasa dipermainkan seperti ini. Harga dirinya sebagai laki-laki sungguh terluka meskipun akhirnya ia bisa menguasai Tanah Walaing, namun tanpa lontar yang diinginkannya."Karma itu ada Pangeran. Tak ada waktu untuk menyesalinya. Berbuatlah lebih banyak kebajikan dan mulai tata hati serta pikiran, Paduka." Mpu Wirathu menasehatinya setelah ia mengetahui semua kejadian yang dialami Sang Pangeran.Pangeran Balaputeradewa sendiri akhirnya mengerti apa yang di dalam ajaran Sang Sidharta di sebut sebagai samsara. Cintanya menjadi sumber penderitaannya kini. Sama seperti Ganika yang tidak mampu membunuhnya, maka ia-pun tidak mampu membunuh Ganika. Setiap kali jauh darinya, kerinduan menyiksanya namun setiap kali menatap Ganika, ia tidak melihat cinta yang menyala di mata gadis itu.Balaputeradewa memang tidak menahan Ganika, namun mengurungnya di kamarnya. Hanya seorang dayang yang diperbolehkan masu
"Aku mendengar suara-suara aneh di atas genting. Seperti orang merayap. Ilmunya cukup tinggi agaknya, karena tak seorangpun menyadari keberadaannya selain diriku." Kata Pangeran Balaputeradewa dalam hati. Pangeran Balaputeradewa melihat wajah istrinya. Ia tertidur dengan nyenyak. Perlahan Sang Pangeran meraih tombak pendek unik miliknya yang tersimpan di bawah tempat tidurnya. Kemudian ia membacakan mantera dari ilmu jaring warih yang ternyata tidak hanya bisa untuk senjata namun juga bisa sebagai perlindungan.Saat mantra selesai di baca, seluruh tempat tidur Ganika dan Ganika terbungkus gelembung air besar seperti dom. Tidak satu senjatapun mampu merobek dom terbuat dari air tersebut. Kemudian Pangeran Balaputeradewa melangkah keluar perlahan. Ia ingin agar penyusup itu tidak masuk ke kamar dan membahayakan Ganika. Jika memang harus bertempur maka Pangeran akan meladeninya di luar.Benar saja. Saat Sang Pangeran keluar, ia melihat ada sosok bertopeng merayap di wuwung rumah atau a
Kematian Pawana tidak hanya membahana di Walaing saja, namun terdengar hingga pelosok Medang. Hal ini kemudian digunakan oleh Maharaja Rakai Garung untuk memantapkan langkah selanjutnya.Ia mengincar wilayah Panaraban dan Kelasa.Hal ini tentu membuat Wiku Sasodara murka. Ia marah yang semarah-marahnya. Sampai Jentra dan Amasu cukup kebingungan di dalam meredakannya."Dasar bodoh, tolol! Mengapa kubiarkan semua ini terjadi> Anak itu telah membuat berbagai kerusakan karena ego dan nafsunya." Kata Wiku Sasodara.Matanya yang biasanya jernih tiba-tiba terlihat memerah. Dua tangannya bergetar hebat. Tiba-tiba Jentra dan Amasu merasakan bumi yang dipijak ikut bergetar kencang. Angin dari segala penjuru mengepung tubuh bikku yang sedang marah itu."Maruta Alun." bisik Amasu.Sang Bikku-pun mengendalikan energinya dari nafasnya yang teratur. Semakin nafasnya panjang, semakin besar angin yang ditimbulkannya. Tiba-tiba ia menarik udara yang besar itu berkumpul. Sebuah topan dahsyat-pun menuju p
Saat Jentra dan kawan-kawannya tiba di sima Panaraban, beberapa persiapan sudah dilakukan. Namun Jentra melihat persiapan itu sama sekali sia-sia karena ia tahu pasukan Medang yang diturunkan akan puluhan ribu jumlahnya."Sandi musuh datang!" Teriak salah seorang prajurit. Mereka langsung mengepung Jentra dan teman-temannya.Rakai Panaraban dan Mpu Kumbhayoni-pun keluar dari dalam benteng pertahanan yang telah disiapkan. Gaurika yang melihat kakaknya Mpu Kumbhayoni, Megarana dan Laturana-pu segera turun dari kuda."Kangmas Kumbhayoni!" Teriaknya tanpa bisa membendung air matanya. Mpu Kumbhayoni-pun memeluk adiknya itu."Tahan!" Teriak Rakai Panaraban setelah mengetahui bahwa yang datang bukanlah musuh, melainkan utusan dari wiku Sasodara. Para perajurit itu-pun menurunkan senjata mereka, namun dengan penuh kewaspadaan tetap menjaga jarak dengan Jentra dan kawan-kawan. Mereka cukup hati-hati dengan pandangan tidak bersahabat. maklum yang datang adalah Panglima Medang yang dikenal sang