Satu jam kemudian,,
"Bagaimana, kak? Apa semuanya sudah selesai? Ini sudah se-jam, lho," tanya Dinda yang tiba-tiba saja, sudah berada di dapur.Dengan sedikit terkejut, Mayang menjawab pertanyaan dari adiknya itu. Meski, keringat sudah membasahi sebagian baju yang dia pakai."Su-sudah, Din. Yang tinggal, cuma sayur asemnya saja lagi. Dan mungkin, sebentar lagi sudah matang," tutur Mayang, yang sedikit ngos-ngosan kepada Dinda, karena lelah.Karena waktu yang diberikan adiknya itu, sungguh sangatlah sedikit. Tetapi, mengingat tentang, Fikry. Mayang, harus bisa membagi dan menggunakan waktu yang setengah jam itu, dengan sebaik-baiknya. Alhasil, sekarang masakannya 99% masak."Bagus! Ini yang aku suka dari kakak. Karena semua pekerjaan selalu terselesaikan dengan sangat baik. Kakak, adalah tipe orang yang sangat bisa diandalkan. Dan juga, tipe orang yang tepat waktu. Mantap! Tak salah dan sia-sia, aku memungut kakak untuk tinggal di sini. Seenggaknya, aku tidak susah payah mencari pembantu dan mengeluarkan uang banyak untuk menggajinya,"tutur Dinda dengan sinis."Hhmm, lagian gak rugi-rugi amat, untuk membiarkan kakak dan anak kakak itu tetap tinggal di rumah ini," ucap Dinda dengan tersenyum sumbang ke arah Mayang.Mendengar ucapan Dinda, Mayang cuma bisa menelan salivanya dengan sedikit kasar. Agar air matanya tidak menetes lagi.Mayang sudah bertekat dan berjanji, kepada dirinya sendiri, untuk tidak menangisi atas sikap dan kelakuan adiknya itu. Dan, Mayang, tidak mau mengeluarkan air mata, hanya untuk meratapi nasibnya sendiri. Dia ingin bangkit dan tetap sabar untuk masa depan dan kehidupan Fikry, anaknya sendiri.Dengan sedikit tenang, Mayang pun menjawab perkataan Dinda."Iya, Din. Kakak akan usahakan, untuk mendengar dan melakukan semua perkataan kalian. Karena kakak sangat membutuhkan tempat tinggal untuk, Fikry," Ucap Mayang datar."Baguslah kalau begitu. Jadi, kakak sudah faham, apa fungsi dan kegunaan kakak di sini, bukan? Dan, aku, tidak mau lagi, mendengar alasan-alasan yang tak masuk akal dari kakak. Mengerti!" Ucap Dinda pongah."Kakak, mengerti. Dan, sangat mengerti adikku!" Balas Mayang datar, dengan memegang erat kain yang ada ditangannya."Bagus!" Celetuk Dinda dengan sangat cuek.Dia tidak memperdulikan perasaan kakaknya itu. Baginya sekarang, Mayang hanya seperti orang luar, yang tidak perlu dikasihani. Semua rasa itu, sudah habis terbuang, semenjak dia tahu semuanya.☘️☘️☘️" Oh, ya kak, apa kakak sudah meletakkan dan merapikan semua masakannya di atas meja makan? soalnya sebentar lagi Bang Arman, suamiku tercinta, a-dik i-pa-r kakak yang tampan itu, akan segera pulang. Jadi, aku tidak mau membuatnya menunggu lama, karena makanan yang belum selesai," sinis Dinda dengan intonasi menjeda."Iya, Din. Kakak ngerti," ucap Mayang yang menjawab pertanyaan adiknya, sambil meletakkan dan merapikan sayur asem yang baru matang ke meja makan."Oh, ya. Mana anak kakak yang tampan itu? Tumben, tidak kelihatan. Biasanya, akan terdengar bunyi 'Tak Tik Tok' kalau dia nongol," cela Dinda, yang mengejek keponakannya itu."Hhmm, Fikry mungkin ketiduran, Din. Dia mungkin lelah habis menangis tadi," ucap Mayang menunduk, dengan memainkan kain lap yang ada di tangannya itu."Emang kenapa lagi, anak manja kakak itu menangis? Bikin ribet saja!" Sentak Dinda sambil mengerutu."Kan sudah, aku bilang. Mendingan, kakak masukkan saja, dia ke panti asuhan. Atau, kakak buang saja, dia ke jalanan sana. Biar tidak menyusahkan lagi hidupnya. Seenggaknya, kalau gak ada dia, kerjaan kakak tidak akan lelet dan berantakan. Dan, lebih penting lagi, pengeluaran aku jadi berkurang lah." Ucap Dinda lagi, yang lagi-lagi tidak memikirkan perasaan Mayang."Astagfirullah, Dinda! Istigfar kalau kamu ngomong! Fikry itu anak kakak! Darah daging kakak! dan keponakan kamu juga! Jangan pernah lagi kamu ngomong seperti itu, terhadap anak, kakak. Kakak bertahan di sini, itu juga mengingat Fikry! Kalau tidak, mungkin sudah lama, kakak pergi dari sini!" Sentak Mayang, dengan sangat emosi. Karena, anaknya direndahkan dan disepelekan seperti itu.Dengan masih menahan emosi karena kesal dengan adiknya itu, Mayang berkata lagi,"Lagian, Fikry di sini. Juga tidak menyusahkan siapa-siapa, terutama kamu! Kakak sangat bersyukur memiliki Fikry. Kakak ikhlas menjaga dan mengasuhnya. Seperti kakak, yang mengasuh dirimu dulu!" Sentak Mayang lagi, dengan menatap mata Dinda. Dan, Mayang juga mengingatkan kembali kepada Dinda. Kalau dia lah yang selama ini, mengasuh dan menjaga dirinya.Tetapi, mungkin karena watak dan sikap angkuh dari Dinda sendiri. Sehingga, menganggap ucapan kakaknya itu, seperti angin lalu saja. Dan, malahan dengan sengaja menyepelekan semua ucapan kakaknya itu."Uuhh takutttt," cela Dinda, yang memasang exspresi pura-pura takut."Serius amat, sih, kak. Jangan marah-marah kenapa,sih. Jelek tahu, kalau kakak seperti itu. Udah jelek, nanti makin jelek lho. Emang ada, uang untuk perawatan?" Ejek Dinda kepada Mayang."Kakak bilang, apa tadi? Tidak menyusahkan aku? Begitu! Hei, dengar ya, kakakku sayang. Terus yang ngasih makan kalian itu siapa?! Yang biayain kalian itu siapa?! Terus, yang membayar operasi anak kakak itu, siapa? Hhmm. Siapa kak?!" Tanya Dinda, yang menghardik kakaknya, Mayang."Aku! Aku kan! DIN-DA MA-HA-RA-NI! Ingat itu!" Bentak Dinda, yang menyombongkan dirinya di hadapan Mayang."Kalau bukan aku, yang bayarin operasi Fikry saat itu, mungkin dia sudah Ma-ti kale kak, nyusul bapaknya." Sindir Dinda, kepada Mayang. "Dan, satu lagi. Aku tau kok, kalau kakak yang menjaga dan mengasuh aku sejak dulu. Maka dari itu, aku sangat berterima kasih banyak-banyak kepada kakak. Yang sudah rela menjaga aku," ucap Dinda yang menangkupkan kedua telapak tangannya, di dada, lalu baru berucap lagi,"Tapi'kan itu emang tanggung jawab kamu sebagai seorang kakak. Dan juga, janji kakak kepada ibu. Kalau kakak, akan menjaga aku dengan sangat baik. Ingatkan!" Sentak Dinda. "Atau selama ini, kakak tidak ikhlas ya, untuk jaga aku? Hhmm," ucap Dinda yang berpura-pura sedih, agar Mayang merasa bersalah."Bukan begitu, Dinda. Kakak ikhlas, dan sangat ikhlas menjaga kamu, karena kamu satu-satunya saudara, kakak. Jangan pernah kamu ngomong seperti itu sama kakak. Apapun, yang kakak lakukan dahulu, itu semata-mata hanya untuk kamu, Dinda," ucap Mayang sedih, mendengar ucapan dari adiknya itu, yang meragukan atas ketulusannya selama ini."Kalau begitu, OK, baiklah. Aku jadi capek, kalau mengingat tentang yang dulu. Lebih baik aku mandi saja, karena, sebentar lagi suamiku akan pulang. Aku tidak mau, dia sampai melihat, kalau istrinya yang cantik ini, masih seperti ba bu," sindir Dinda, dengan tersenyum sinis"Lagian, Makanan sudah beres kan, kak. Ya sudah, aku beranjak dulu, ya. Dadah, kakakku sayang," ucap Dinda yang melambaikan tangannya ke arah kakaknya itu, yang hendak mau berlalu."Hhmm, tunggu dulu, Din," ucap Mayang, dengan cepat."Apa, lagi?" Tanya Dinda ketus."Hhmm gini Din, kakak mau mi--,""Apa sih kak? Oh, ya aku sampai lupa. Ingat kan, kak. Kalau aku sama suami aku, kalau lagi makan, kakak dan anak kakak itu harus apa?" Ucap Dinda yang bertanya sambil mengingatkan kepada Mayang, tentang kebiasaan mereka kalau sedang makan."Ingat, Din. Kakak sama Fikry, tidak boleh mendekati atau berkeliaran di sekitar ruangan tempat makan," ucap Mayang yang menjawab pertanyaan adiknya itu, dengan menunduk."Bagus! Karena, kalau kalian terlihat, terutama melihat anak kakak si Fikry itu, bisa-bisa suamiku akan mual dan hilang nafsu makannya," ejek Dinda yang menyunggingkan senyum sinis di bibirnya."Iya, Din. Kakak, ngerti. Tapi, kakak mau minta sesuatu sama, kamu?" Ucap Mayang lagi."Apa?!""Hhmm, bolehkah, kakak minta sepotong ayam goreng untuk, Fikry? Tadi, sebenarnya, Fikry menangis karena meminta ayam goreng," jawab Mayang sedikit ragu."Tidak, boleh!" Jawab Dinda dengan cepat. "Ayam itu, untuk Bang Arman. Karena dia, sangat suka dengan ayam goreng. Kakak sama Fikry, kan bisa makan dengan tahu tempe. Lebih banyak gizinya dan lebih cocok buat kalian. Lagian jangan dibiasakan memberi makanan mewah kepada, Fikry. Nanti akan kebiasaan. Dan kakak, tidak akan mampu membelinya, " sinis Dinda, yang lagi-lagi merendahkan Mayang."Kakak mohon, Din! Buat sekali ini, saja! Kakak kasihan lihat, Fikry. Sudah lama dia tidak makan ayam," keluh Mayang, dengan sedih. Mengingat anaknya yang menangis dari tadi meminta sepotong ayam."Lihat nanti saja, kalau ada sisa!" Sinis Dinda yang berlalu pergi, dengan meninggalkan Mayang, dalam perasaan sedih. BersambungSaat Mayang lagi asik, membereskan area dapur, serta mencuci peralatan sehabis memasak tadi. Tidak lupa juga, Mayang mempel lantai di area dapur tersebut. Agar tidak kotor dan licin. Dan, pekerjaannya hari ini cepat selesai. Karena, Mayang merasa tubuhnya sudah sangat lengket oleh keringat. Yang tadi, harus tergesa-gesa untuk membersihkan rumah dan memasak untuk adik dan suaminya itu. Karena Dinda sang adik, hanya memberikan waktu dalam waktu satu jam saja, dan semua harus selesai tepat waktu. Kalau tidak, entah apa yang terjadi. Mungkin, Mayang akan menerima kembali, amukan dari adiknya itu.Dan, sekarang, Mayang merasa tubuh dan hatinya hari ini, benar-benar sangat lelah dan juga sangat capek. Mungkin, dengan cara mandi dan menuntaskan kewajibannya kepada sang pencipta, akan mengurangi rasa lelah dan kekecewaan yang dia rasakan kepada sang adik, akan berkurang. Ya, Mayang hanya akan mengadukan gundah gulananya selama ini, hanya kepada sang pencipta. Dan tidak lupa pula, Mayang sela
Tepat jam 00.00 WIB, Mayang terbangun. Dan, dia merasa sangat haus. Tetapi ternyata, Mayang malah lupa membawa segelas air ke dalam kamarnya. Sudah menjadi kebiasaan Mayang yang selalu minum, disaat dia terbangun pada malam hari. Dan, karena kebiasaannya itu lah. Mayang selalu membawa air ke dalam kamar disaat dia akan tidur. Agar, saat akan merasakan haus begini, dia dengan mudahnya untuk minum. Tanpa harus pergi ke dapur lebih dulu. Dan mungkin, saat menidurkan Fikry tadi, Mayang malah lupa membawanya ke dalam kamar.Dan, dengan sedikit malas, Mayang harus bangun secara berlahan dari tempat tidur. Agar, pergerakannya tidak membuat anaknya itu terganggu dari tidur nyenyaknya. Ya, setelah Mayang menyuapi Fikry tadi, Mayangpun mengajak anaknya itu, untuk tidur lebih awal dari biasanya. Karena kerjaan yang dia lakukan seharian tadi, membuat tubuh Mayang benar-benar letih. Sehingga saat menidurkan Fikry, tanpa sadar, dia pun ikut tertidur di samping anaknya itu.Saat menuju dapur, Mayan
"Tapi aku tetap cinta!" Balas Arman cepat.Hening"Aku cinta padamu, Mayang!""Aku jatuh CINTA, pada pandangan pertama denganmu! Saat aku melihatmu, Otak dan pikiranku membeku! Di mana, hanya ada KAMU! KAMU! Dan KAMU!""Ingat! Sampai kapan pun, dan di mana pun kamu berada, aku akan tetap menjadi Bayangan Hitam buatmu! Dan, aku akan selalu mengikutimu!""Kamu, akan menyesali atas keputusanmu hari ini!""Dan, ingat! Aku akan menghancurkan, orang-orang yang ada di sekelilingmu! Sama seperti kamu, yang menghancurkan dan memporak-porandakan hati dan perasaanku saat ini!""Ingat, itu, Mayang!"Seketika, kata-kata yang terdengar olehnya beberapa tahun yang lalu, kini kembali terngiang-ngiang di pikiran dan otak Mayang. Membuat tubuhnya sedikit ambruk dan menggigil. Sehingga, laki-laki yang berdiri di hadapannya itu, tersenyum senang. Sambil menyerigai, Arman bertanya kepada Mayang,"Apa yang kamu pikirkan, kakak ipar? Apa, kamu mengingat sesuatu? Hhmm," tanya Arman dengan santainya.Mendenga
Mendengar dentuman yang begitu keras, Mayang langsung berbalik dan melihat ke arah jalan. Dan, betapa terkejutnya Mayang, saat melihat putranya sudah tersungkur ke tanah dengan tubuh bersimbah darah. "Fikryyyyyyyyyy!!!" Mayang berlari seperti orang kesetanan memanggil nama anak lelakinya itu. Dan, segera merangkul tubuh kecil yang sudah tak berdaya itu. Mayang meminta tolong kepada orang-orang yang ada di sekitar tempat kejadian, untuk menolong putranya. Dengan cepat mereka membawa Fikry ke rumah sakit, dengan menggunakan sepeda motor yang di bonceng oleh tetangga. Dan, Mayang menggendong tubuh mungil Fikry, yang sudah bersimbah darah, yang sudah tidak sadarkan diri.Sesampainya di rumah sakit, Mayang langsung menuju UGD untuk memeriksa keadaan anaknya. Setelah memasuki ruangan tersebut, perawat mempersilahkan Mayang untuk menunggu di luar. Sedangkan dokter dan perawat tersebut sibuk memeriksa tubuh Fikry. Saat ini, penampilan Mayang sunggung sangat memprihatinkan. Mata yang sembab
POV DindaHati dan perasaanku saat ini benar-benar hancur. Bagaimana tidak, laki-laki yang namanya, selama ini aku sebut dalam setiap doaku, sudah resmi menjadi milik orang lain. Yang lebih menyakitkan lagi adalah, dia menjadi kakak iparku sendiri. Kalian, mungkin, tidak akan tahu rasa sakitnya seperti apa? Kami sangat dekat, tetapi, tak bisa aku sentuh. Tak bisa aku raih. Apa lagi, memilikinya. Kenapa?! Kenapa kamu lebih memilih dirinya?! Kenapa kamu lebih memilih, menjadi kakak iparku?! Kenapa kamu tak memilih aku?! Kenapa?!Harusnya, aku yang ada di sampingmu! Harusnya, aku yang tersenyum bersamamu! Harusnya, aku yang bersanding bersamamu! Harusnya, aku yang menggenggam jemarimu!Harusnya, aku yang jadi istrimu! Aku!! Bukan, Dia!Tapi, kenapa kamu malah memilih kakakku?! Kenapa? Kenapa, DEVANDI NARENDRA?!Bukankah, aku yang pertama kali mengenalmu,Bukankah, aku yang pertama kali, yang berbicara kepadamu,Bukankah, aku yang pertama kali, yang menikmati senyum hangatmu,Dan,A
POV Dinda 2Saat memasuki toko kue Cempaka, mata ini disuguhi oleh beraneka ragam macam kue. Mulai dari kue tart, bolu, brownies, cake dan yang lainnya. Mulai dari yang berukuran kecil sampai ukuran yang besar, yang pasti harganya juga bervariasi.Bagi orang berduit, mungkin mereka tinggal ambil kue yang mana mereka inginkan, tanpa harus melihat harga. Sedangkan kami, yang hanya berekonomi rendah. Ya, harus pikir-pikir dulu, kue mana yang cocok untuk di kantong.Dan, pada saat lagi asik melihat harga brownies, yang hendak mau aku beli. Tiba-tiba saja, ada seseorang yang memanggil aku dari belakang. "Anak Ayam, kamu sedang apa di sini?"Mendengar panggilan seperti itu. Aku merasa, kalau yang memanggil aku adalah... Dan, saat aku berbalik, ternyata benar kalau dia adalah Pak Dosen jutek itu, hhmm."Eh! Pak Dosen. Ini, aku mau beli brownies, he," ucapku sambil nyengir. "Bapak sendiri lagi apa disini?" Tanyaku balik kepada Pak Devan, yang sudah berdiri di hadapanku."Ya, sama dengan kamu
FlashBackBeberapa tahun sebelumnya,Sore itu, Dinda baru saja selesai mengikuti pelajaran. Tiba-tiba henphonenya berbunyi, setelah dilihat ternyata tertulis 'my sister'. "Assalamu'alaikum. Ya kak," ucap Dinda saat menjawab telepon dari kakaknya."Apa?! Di rumah sakit mana?!" Tanya Dinda yang berteriak karena terkejut mendengar penuturan kakaknya didalam telpon, hingga air mata Dinda menetes keluar. "Iya. Iya, kak. Aku akan segera kesana secepatnya. Tunggu, aku, kak!" Tutur Dinda yang mulai panik dan langsung mematikan teleponnya."Ada apa, Din? Kok, kamu tiba-tiba menangis, setelah menerima telepon," tanya Rani sahabatnya, yang terkejut melihat Dinda yang sudah berurai air mata."Ran, tolong antar aku ke rumah sakit Sekar Asih. Kakak aku kecelakaan, Ran! Dia ditabrak mobil!" Sentak Dinda yang menangis sambil memegang tangan sahabatnya itu."Astagfirullah! Yang sabar ya, Din. Tapi, keadaan kak Mayang, tidak apa-apa kan?" Tanya Rani yang juga terkejut mendengar berita yang disampaika
Setelah kepergian dosennya itu, Dinda tersenyum-senyum sendiri. Membuat Mayang jadi penasaran. Sehingga Mayang bertanya kepada adiknya itu,"Perasaan dari tadi kakak lihat, kamu tersenyum terus menerus, Dinda? Apalagi, semenjak mengantarkan dosen kamu itu. Apa kamu menyukainya? Hhmm," tanya Mayang kepada adiknya itu."Apa'an sih kak, tidak ada, kok. Siapa, juga yang suka sama dosen killer seperti itu. Sudah killer, dingin lagi kayak kulkas dua pintu," celetuk Dinda yang mencoba menutupi perasaannya kepada kakaknya sendiri."Ah, yang benar. Tapi kok, mukanya jadi merah begitu. Hhmm," sindir Mayang, sambil menggoda adiknya itu, dengan menaik turunkan alisnya."Apa'an sih, kak. Tidak ada waktu, untuk mengurus hal begituan. Mendingan, aku mengurus kakakku yang cantik ini, biar cepat sembuh," timpal Dinda lagi, sambil memeluk tubuh Mayang.Mendapat perlakuan seperti itu dari sang adik, Mayang jadi terharu."Doain kakak ya, biar cepat sembuh. Biar kakak bisa kerja lagi. Agar kamu tidak pus