Saat Mayang lagi asik, membereskan area dapur, serta mencuci peralatan sehabis memasak tadi. Tidak lupa juga, Mayang mempel lantai di area dapur tersebut. Agar tidak kotor dan licin. Dan, pekerjaannya hari ini cepat selesai. Karena, Mayang merasa tubuhnya sudah sangat lengket oleh keringat. Yang tadi, harus tergesa-gesa untuk membersihkan rumah dan memasak untuk adik dan suaminya itu.
Karena Dinda sang adik, hanya memberikan waktu dalam waktu satu jam saja, dan semua harus selesai tepat waktu. Kalau tidak, entah apa yang terjadi. Mungkin, Mayang akan menerima kembali, amukan dari adiknya itu.Dan, sekarang, Mayang merasa tubuh dan hatinya hari ini, benar-benar sangat lelah dan juga sangat capek. Mungkin, dengan cara mandi dan menuntaskan kewajibannya kepada sang pencipta, akan mengurangi rasa lelah dan kekecewaan yang dia rasakan kepada sang adik, akan berkurang.Ya, Mayang hanya akan mengadukan gundah gulananya selama ini, hanya kepada sang pencipta. Dan tidak lupa pula, Mayang selalu mendoakan sang adik, agar kembali seperti dulu. Di mana, saat mereka sama-sama masih remaja dulu. Mereka selalu kompak, saling sayang dan saling mengasihi. Yang selalu tolong menolong, saat salah satu dari mereka mengalami kesusahan.Masih jelas diingatan Mayang, saat dulu dirinya mengalami kecelakaan saat pulang bekerja, karena mengendarai motor. Saat itu, Mayang ditabrak oleh kendaraan lain, yang mengakibatkan kakinya terluka, dan salah satu jari kakinya patah.Dan, saat itu juga, Mayang dilarikan ke rumah sakit terdekat. Dan beruntung sekali, orang yang menabrak Mayang itu mau bertanggung jawab.Saat Dinda mendapat kabar, kalau sang kakak berada di rumah sakit, dan harus segera dioperasi. Dinda, sang adik menjadi panik dan menangis. Dengan diantar temannya, yang saat itu masih berada di kampus. Merekapun langsung menuju ke rumah sakit tersebut.Dan sesampainya di sana. Dinda langsung memeluk Mayang dan menangis sejadi-jadinya, karena melihat kondisi sang kakak yang sudah terluka.Dan dari mulai operasi, sampai Mayang sudah diperbolehkan pulang pun. Dinda selalu membantu dan menolong sang kakak dalam segala hal. Sekali pun, sang kakak ke kamar mandi. Dinda tidak pernah lupa dan selalu siaga menjaga sang kakak sampai dia, benar-benar sembuh.Mengingat kejadian itu, tiba-tiba saja air mata Mayang berlinang. Dalam diam, dia menangis. Mengingat, betapa perhatiannya sang adik kepada dirinya dahulu.Tetapi sekarang, sang adik sangat berbeda jauh. Entah apa yang terjadi, sehingga Dinda, jadi berubah sangat jahat dan sangat tidak perduli kepada dirinya dan juga anaknya, Fikry.Saat Mayang yang sedang asik melamun memikirkan perubahan pada diri, Dinda. Tiba-tiba saja, terdengar suara sang adik, yang memanggil dirinya. Sehingga, Mayang tersadar dari lamunannya."Kak Mayangggggg!" Teriak Dinda."Ya Din! Kakak lagi di dapur. Sedang mempel lantai," jawab Mayang."Sini bentar, donk kak!" Teriak Dinda lagi."Ya, Din. Tunggu, sebentar," jawab Mayang.Dan, Mayang pun, mau tak mau harus menuruti ucapan sang adik. Karena, dia tidak mau memperpanjang, atau pun mencari masalah. Karena tidak ada gunanya.Dipikirannya sekarang adalah, segera menyelesaikan semua pekerjaan. Agar secepatnya, bisa mandi dan beristirahat sebelum sang anak bangun dari tidurnya."Ya, Din. Ada apa?" Tanya Mayang, yang saat ini, telah sampai di ruang makan. Dan dia melihat, di sana juga ada suaminya Dinda, Arman. Dan ternyata, mereka sudah selesai makan."Lama amat! Lelet amat sih, kak! Dari tadi dipanggilin, baru nongol," umpat Dinda sinis, setelah kedatangan kakaknya itu."Tu, beresin semuanya. Karena, kami sudah selesai makan. Dan juga, ada tu ayam goreng yang disisa'in sama bang Arman untuk, Fikry. Kata suami aku, kasihan lihat badan Fikry yang kurus! Kayak kurang gizi gitu," sinis Dinda dengan tersenyum mengejek."Baikkan suami aku," sentak Dinda yang membanggakan suaminya kepada Mayang.Mendengar pujian dari sang istri, membuat suami dari Dinda tersebut, tersenyum sambil berkata, "Apaan sih sayang, Fikry kan juga keluarga kita. Anak dari kakak kamu." Ucap Arman tersenyum."Iya, sih, sayang. Tapi keluarga ke re," jawab Dinda, yang menimpali ucapan suaminya itu, dengan tetap mengejek Mayang.Mendengar ucapan, Dinda. Mata Mayang reflek melihat ke arah, Arman. Tetapi tanpa disadari oleh Dinda. Arman malah membalas tatapan Mayang dengan memberikan kedipan di sebelah matanya, dan tersenyum manis ke arah Mayang. Yang membuat gigi Mayang menggeletup, menahan jengkel melihat tingkah suami dari adiknya itu.☘️☘️☘️Setelah selesai mandi, dan menyelesaikan kewajibannya kepada sang pencipta. Mayang segera mengambilkan nasi serta ayam goreng yang disisakan oleh Arman tadi untuk anaknya, Fikry. Fikry sudah dari tadi bangun dan juga sudah selesai mandi."Sekarang, Fikry makan, ya. Lihat ibu ada ayam goreng kesukaan Fikry," ucap Mayang tersenyum, sambil menyuapi makanan itu, ke mulut anaknya.Meskipun, didalam hati Mayang sendiri, sedih melihat kondisi daging ayam, yang sudah ditinggalkan oleh adik iparnya itu. Yang mana, dagingnya hanya disisakan separoh saja dan satu leher ayam."Ye ye, makan ayam goyeng, ayam goyeng," sorak Fikry, dengan tertawa senang."Enak?" Tanya Mayang pada anaknya."Ennyak bu, laji-laji bu," ucap Fikry sambil membuka mulutnya untuk disuapi lagi. Fikry sangat senang dan bahagia, makan hari ini. Mungkin sudah lama tidak merasakan enaknya daging ayam, sehingga sekarang, Fikry menjadi lahap makannya. Melihat kesenangan putranya itu, membuat hati Mayang senang dan terharu. Dalam hati, Mayang berucap,"Maafkan ibu, nak. Tidak bisa memberimu makanan yang sedikit layak dan bergizi. Ibu belum mampu membelikan kamu, ataupun menukar-nukar menu makanmu setiap hari, sayang. Seandainya, ayah kamu masih hidup, mungkin hidup kita tidak akan seperti ini. Ayah kamu tidak akan tega melihatmu hidup seperti ini, " Mayang membatin, sambil meneteskan air mata. Mengingat sang suami yang lebih dulu pergi meninggalkan mereka berdua."Bu, becok macak ayam lagi ya, Picky cuka ayam goyeng. Picky bocan makan ikan teli cama tempe, acinnnnn racanya," celetuk Fikry, dengan menaikkan kedua bahunya sambil memperlihatkan gigi ompongnya.Melihat dan mendengar ucapan putranya, Mayang pun menjadi sangat sedih dan sedikit lucu melihat tingkah dan polah anak semata wayangnya tersebut."Doain ibu ya, sayang. Agar ibu ada rezeki. Biar ibu bisa membelikanmu ayam goreng," tutur Mayang dengan tersenyum."Yang bancak ya, bu, ayam goyengnya," timpal putranya lagi, yang langsung di iyakan oleh, Mayang. Dan Mayang terus menyuapi Fikry, sampai makannya habis tak bersisa.☘️☘️☘️"Maafkan ibu, yang belum mampu untuk keluar dari rumah ini. Meskipun, ibu ingin sekali untuk pergi dari sini. Tapi ibu tidak mau melihat kamu, akan terlunta-lunta di luaran sana, kalau kita tetap pergi dari sini.""Lagian, ibu juga belum tahu, harus pergi kemana. Ibu juga takut, kalau terjadi apa-apa dengan dirimu, sayang. Dan, ibu juga belum ada uang untuk mengganti biaya operasimu itu, nak. Kalau ibu, tetap ingin keluar dari rumah ini. Maka orang itu, akan meminta uang itu kembali," gerutu Mayang sendirian sambil menatap wajah anaknya itu."Dan, ibu juga takut, kalau kita pergi. Ancaman orang itu, benar-benar akan dia lakukan untuk menyiksa dan menghancurkan tantemu, Dinda!" BersambungTepat jam 00.00 WIB, Mayang terbangun. Dan, dia merasa sangat haus. Tetapi ternyata, Mayang malah lupa membawa segelas air ke dalam kamarnya. Sudah menjadi kebiasaan Mayang yang selalu minum, disaat dia terbangun pada malam hari. Dan, karena kebiasaannya itu lah. Mayang selalu membawa air ke dalam kamar disaat dia akan tidur. Agar, saat akan merasakan haus begini, dia dengan mudahnya untuk minum. Tanpa harus pergi ke dapur lebih dulu. Dan mungkin, saat menidurkan Fikry tadi, Mayang malah lupa membawanya ke dalam kamar.Dan, dengan sedikit malas, Mayang harus bangun secara berlahan dari tempat tidur. Agar, pergerakannya tidak membuat anaknya itu terganggu dari tidur nyenyaknya. Ya, setelah Mayang menyuapi Fikry tadi, Mayangpun mengajak anaknya itu, untuk tidur lebih awal dari biasanya. Karena kerjaan yang dia lakukan seharian tadi, membuat tubuh Mayang benar-benar letih. Sehingga saat menidurkan Fikry, tanpa sadar, dia pun ikut tertidur di samping anaknya itu.Saat menuju dapur, Mayan
"Tapi aku tetap cinta!" Balas Arman cepat.Hening"Aku cinta padamu, Mayang!""Aku jatuh CINTA, pada pandangan pertama denganmu! Saat aku melihatmu, Otak dan pikiranku membeku! Di mana, hanya ada KAMU! KAMU! Dan KAMU!""Ingat! Sampai kapan pun, dan di mana pun kamu berada, aku akan tetap menjadi Bayangan Hitam buatmu! Dan, aku akan selalu mengikutimu!""Kamu, akan menyesali atas keputusanmu hari ini!""Dan, ingat! Aku akan menghancurkan, orang-orang yang ada di sekelilingmu! Sama seperti kamu, yang menghancurkan dan memporak-porandakan hati dan perasaanku saat ini!""Ingat, itu, Mayang!"Seketika, kata-kata yang terdengar olehnya beberapa tahun yang lalu, kini kembali terngiang-ngiang di pikiran dan otak Mayang. Membuat tubuhnya sedikit ambruk dan menggigil. Sehingga, laki-laki yang berdiri di hadapannya itu, tersenyum senang. Sambil menyerigai, Arman bertanya kepada Mayang,"Apa yang kamu pikirkan, kakak ipar? Apa, kamu mengingat sesuatu? Hhmm," tanya Arman dengan santainya.Mendenga
Mendengar dentuman yang begitu keras, Mayang langsung berbalik dan melihat ke arah jalan. Dan, betapa terkejutnya Mayang, saat melihat putranya sudah tersungkur ke tanah dengan tubuh bersimbah darah. "Fikryyyyyyyyyy!!!" Mayang berlari seperti orang kesetanan memanggil nama anak lelakinya itu. Dan, segera merangkul tubuh kecil yang sudah tak berdaya itu. Mayang meminta tolong kepada orang-orang yang ada di sekitar tempat kejadian, untuk menolong putranya. Dengan cepat mereka membawa Fikry ke rumah sakit, dengan menggunakan sepeda motor yang di bonceng oleh tetangga. Dan, Mayang menggendong tubuh mungil Fikry, yang sudah bersimbah darah, yang sudah tidak sadarkan diri.Sesampainya di rumah sakit, Mayang langsung menuju UGD untuk memeriksa keadaan anaknya. Setelah memasuki ruangan tersebut, perawat mempersilahkan Mayang untuk menunggu di luar. Sedangkan dokter dan perawat tersebut sibuk memeriksa tubuh Fikry. Saat ini, penampilan Mayang sunggung sangat memprihatinkan. Mata yang sembab
POV DindaHati dan perasaanku saat ini benar-benar hancur. Bagaimana tidak, laki-laki yang namanya, selama ini aku sebut dalam setiap doaku, sudah resmi menjadi milik orang lain. Yang lebih menyakitkan lagi adalah, dia menjadi kakak iparku sendiri. Kalian, mungkin, tidak akan tahu rasa sakitnya seperti apa? Kami sangat dekat, tetapi, tak bisa aku sentuh. Tak bisa aku raih. Apa lagi, memilikinya. Kenapa?! Kenapa kamu lebih memilih dirinya?! Kenapa kamu lebih memilih, menjadi kakak iparku?! Kenapa kamu tak memilih aku?! Kenapa?!Harusnya, aku yang ada di sampingmu! Harusnya, aku yang tersenyum bersamamu! Harusnya, aku yang bersanding bersamamu! Harusnya, aku yang menggenggam jemarimu!Harusnya, aku yang jadi istrimu! Aku!! Bukan, Dia!Tapi, kenapa kamu malah memilih kakakku?! Kenapa? Kenapa, DEVANDI NARENDRA?!Bukankah, aku yang pertama kali mengenalmu,Bukankah, aku yang pertama kali, yang berbicara kepadamu,Bukankah, aku yang pertama kali, yang menikmati senyum hangatmu,Dan,A
POV Dinda 2Saat memasuki toko kue Cempaka, mata ini disuguhi oleh beraneka ragam macam kue. Mulai dari kue tart, bolu, brownies, cake dan yang lainnya. Mulai dari yang berukuran kecil sampai ukuran yang besar, yang pasti harganya juga bervariasi.Bagi orang berduit, mungkin mereka tinggal ambil kue yang mana mereka inginkan, tanpa harus melihat harga. Sedangkan kami, yang hanya berekonomi rendah. Ya, harus pikir-pikir dulu, kue mana yang cocok untuk di kantong.Dan, pada saat lagi asik melihat harga brownies, yang hendak mau aku beli. Tiba-tiba saja, ada seseorang yang memanggil aku dari belakang. "Anak Ayam, kamu sedang apa di sini?"Mendengar panggilan seperti itu. Aku merasa, kalau yang memanggil aku adalah... Dan, saat aku berbalik, ternyata benar kalau dia adalah Pak Dosen jutek itu, hhmm."Eh! Pak Dosen. Ini, aku mau beli brownies, he," ucapku sambil nyengir. "Bapak sendiri lagi apa disini?" Tanyaku balik kepada Pak Devan, yang sudah berdiri di hadapanku."Ya, sama dengan kamu
FlashBackBeberapa tahun sebelumnya,Sore itu, Dinda baru saja selesai mengikuti pelajaran. Tiba-tiba henphonenya berbunyi, setelah dilihat ternyata tertulis 'my sister'. "Assalamu'alaikum. Ya kak," ucap Dinda saat menjawab telepon dari kakaknya."Apa?! Di rumah sakit mana?!" Tanya Dinda yang berteriak karena terkejut mendengar penuturan kakaknya didalam telpon, hingga air mata Dinda menetes keluar. "Iya. Iya, kak. Aku akan segera kesana secepatnya. Tunggu, aku, kak!" Tutur Dinda yang mulai panik dan langsung mematikan teleponnya."Ada apa, Din? Kok, kamu tiba-tiba menangis, setelah menerima telepon," tanya Rani sahabatnya, yang terkejut melihat Dinda yang sudah berurai air mata."Ran, tolong antar aku ke rumah sakit Sekar Asih. Kakak aku kecelakaan, Ran! Dia ditabrak mobil!" Sentak Dinda yang menangis sambil memegang tangan sahabatnya itu."Astagfirullah! Yang sabar ya, Din. Tapi, keadaan kak Mayang, tidak apa-apa kan?" Tanya Rani yang juga terkejut mendengar berita yang disampaika
Setelah kepergian dosennya itu, Dinda tersenyum-senyum sendiri. Membuat Mayang jadi penasaran. Sehingga Mayang bertanya kepada adiknya itu,"Perasaan dari tadi kakak lihat, kamu tersenyum terus menerus, Dinda? Apalagi, semenjak mengantarkan dosen kamu itu. Apa kamu menyukainya? Hhmm," tanya Mayang kepada adiknya itu."Apa'an sih kak, tidak ada, kok. Siapa, juga yang suka sama dosen killer seperti itu. Sudah killer, dingin lagi kayak kulkas dua pintu," celetuk Dinda yang mencoba menutupi perasaannya kepada kakaknya sendiri."Ah, yang benar. Tapi kok, mukanya jadi merah begitu. Hhmm," sindir Mayang, sambil menggoda adiknya itu, dengan menaik turunkan alisnya."Apa'an sih, kak. Tidak ada waktu, untuk mengurus hal begituan. Mendingan, aku mengurus kakakku yang cantik ini, biar cepat sembuh," timpal Dinda lagi, sambil memeluk tubuh Mayang.Mendapat perlakuan seperti itu dari sang adik, Mayang jadi terharu."Doain kakak ya, biar cepat sembuh. Biar kakak bisa kerja lagi. Agar kamu tidak pus
POV MayangUmurku waktu itu, baru memasuki 14 tahun. Tapi, takdir sudah memaksaku, untuk menjadi tulang punggung dan kepala keluarga. Kepergian kedua orang tuaku, membuat aku, harus dewasa diumur yang masih muda.Sebagai seorang kakak, aku harus bertanggung jawab, atas kehidupan adikku, Dinda. Dan, demi kebutuhan dan kehidupan kami berdua, aku harus mengorbankan masa kecilku untuk mencari sesuap nasi.Ya, waktu itu, aku, harus rela berhenti sekolah untuk bekerja. dikarenakan juga, tidak ada biaya. Ayah dan ibuku tidak meninggalkan harta warisan atau barang berharga, apapun. Karena, kami memang bukan dari kalangan orang berada. Tetapi, beliau masih meninggalkan sepetak rumah. Walaupun, rumah itu, sudah tak layak huni.Dan, demi memenuhi isi perut kami, akupun bekerja jadi tukang cuci piring, disalah satu warung bakso. Meski, diupahi tidak seberapa, tetapi, alhamdulilah bisa membuat kami untuk makan.Seminggu aku bekerja di warung bakso, kejadian buruk hampir mengenaiku. Malam itu, aku