POV DETEKTIF JOHAN
Hari ini seluruh media sosial dan televisi dihebohkan dengan pernikahan Ezra Natapradja, anak laki-laki dari pemilik perusahaan Wihardja Group dengan seorang artis penyanyi ternama Avanti. Maria anak pertamaku adalah salah satu penggemar lagu-lagu dari Avanti. Sejak awal Ezra Natapradja dan Avanti berpacaran, Maria tidak pernah mau ketinggalan mengikuti beritanya di infotainment. Menurut anakku, perjalanan kisah cinta pasangan Ezra Natapradja dan Avanti benar-benar romantis. "Entahlah nak, ayahmu ini tidak tertarik untuk mengikuti berita semacam itu. Ayah hanya tertarik menerima dan memecahkan kasus, karena dengan hal itulah kamu bisa sekolah sekarang ini."
Beberapa waktu lalu ada siaran LIVE di salah satu stasiun televisi swasta, aku dan istriku sempat menonton siarannya, acara di mana Ezra melamar Avanti. Aku ikut terharu menonton acara tersebut, terlebih istriku, bahkan dia sampai meneteskan air mata. sampai bilang padaku, "Cara Mas melamar aku waktu itu nggak seheboh ini deh."
Aku hanya bisa meng-iyakan, "memang tak heboh, tapi sangat berkesan," pikirku sambil seulas senyum kecil menghias bibirku. Perkataan istriku, membawaku pada masa Aku melamarnya. Hanya bermodal sebuah cincin cantik yang kubeli dari menyisihkan sebagian penghasilanku selama setahun. Lewat acara makan malam sederhana, kusematkan cincin dijari manisnya sebagai tanda lamaran. Maklum saat itu, aku baru saja mendirikan biro jasa detektif dan bukan hal mudah mendapatkan pekerjaannya.
Penghasilanku juga tak tentu bila menghitung uang. Semua tergantung kasus yang ditangani. Beruntung istriku, bukan type wanita yang banyak menuntut ini itu, dia cukup bahagia dengan apa yang aku punya. Bahkan istriku ikut membantu ekonomi keluarga dengan berjualan baju secara online.
Anak kami Maria, hari ini usianya tepat tujuh belas tahun. istriku sudah menyiapkan kue ulang tahun untuknya, dan aku menyiapkan sebuah hadiah istimewa, juga Justin anak keduaku. Bersama istriku, aku sudah bersiap di ruang tengah untuk menyambut Maria turun dari kamarnya yang berada di lantai dua rumah kami.
"Happy Birthday my moon!" teriak kami serempak ketika Maria mulai menuruni anak tangga. Ekpresi terkejut terlihat dari wajah anakku yang cantik, dia tersenyum lebar sambil buru-buru turun dan berdiri di depanku dan istriku.
"Aahhh....ayah, bunda makasiiihh," dengan mata berbinar Maria langsung meniup lilin yang berada di atas kue tart yang aku sodorkan kepadanya. Tanpa menghiraukan tanganku yang masih memegang kue, dia memelukku erat, lalu kemudian memeluk ibunya yang memberikan sebuah kado padanya.
"Kalian emang the best!" ungkapnya dengan riang.
"Kak, aku juga punya hadiah buatmu," kata Justin, dia langsung memberikan kado untuk kakaknya.
"Makasih ya bro," kata Maria, sambil merentangkan kedua tangannya akan memeluk adik semata wayang, namun Justin sigap menghindar.
"Aiisshh...., bukan muhrim," seru Justin sambil tertawa.
"Huh...," ungkap Maria yang langsung membuat aku dan istriku ikut tertawa melihat tingkah kedua buah hati kami.
"Ya ampuun, ayah aku sudah lama kepingin jam tangan ini. Makasih yaa." seru Maria dengan mata berbinar, ketika membuka hadiahnya, ia sangat senang saat melihat isi kadonya.
Kemudian Maria membuka hadiah dari adiknya. Justin menghadiahkan sebuah action figured Hello Kitty untuk kakaknya. Melihat isi kado dari Justin Maria langsung mengerutkan dahinya.
"Bro, aku bukan anak kecil lagi ya. Dan aku sudah nggak suka lagi ama Hello Kitty." Katanya dengan pandangan aneh pada adiknya.
"Sudah terima saja kak, toh Justin sudah berusaha," kataku saat melihat reaksi sedih yang terpancar di mata Justin.
Maria menghela nafas panjang, dipandanginya Justin yang berdiri diam di hadapannya, Ia lalu memegang kedua bahu adiknya yang masih SMP itu, sambil mengembangkan senyumnya Maria berkata, "Thanks bro."
"Sama-sama kak," balas Justin yang langsung tersenyum membalas kakaknya. Melihat pemandangan itu aku dan istriku saling pandang lalu kami pun ikut tersenyum dengan kebahagian kecil ini.
"Kamu sudah tujuh belas tahun, kuharap kamu sudah banyak berubah sekarang. Nggak manja lagi dan lebih dewasa," kataku sambil memeluk bahu Maria.
"Iya ayah, do'ain aku ya," jawabnya dengan tegas.
Setelah sarapan bersama, Maria dan Justin berangkat ke sekolah. Kejutan-kejutan lain pasti sudah menunggu anak gadisku, dia termasuk siswa populer di sekolahnya. Aku orang yang cukup bahagia dengan momen-momen ini. Semoga ini berlangsung lama.
POV MARIA Namaku Maria, anak pertama dari seorang detektif ternama bernama Johan Maheswara. Hari ini usiaku genap 17 tahun. Pagi tadi Ayah, Bunda dan adikku Justin memberikan kejutan yang bagiku luar biasa. Ayah memberiku hadiah sebuah arloji kinetik yang memang sudah lama sekali aku ngebet untuk memilikinya, namun harganya selangit bagiku, ibaratnya uang jajanku selama dua tahunpun belum tentu bisa kebeli. Ehh..., siapa sangka ayahku yang membelikanku sebagai hadiah ulang tahun. Arloji yang sangat cantik, karena ada untaian seperti kristal di angka 12, 3, 6 dan 9. Lagipula jam ini tak memerlukan batteray. Itulah yang aku suka, jadi langsung kupasang manis di pergelangan tangan kiriku. Berangkat sekolah Aku terbiasa naik monorail dan disambung dengan jalan kaki. Sekolahku tak jauh sih dari pemberhentian monorail portable. Hingga Aku bisa sempatkaan menyapa teman-teman yang juga memang naik monorail. "M
POV Maria Hari ini terasa terasa begitu panjaang karena kehebohan yang menimpa padaku, apalagi saat bel tanda berakhirnya pelajaran hari ini alias bel waktu pulang sekolah. Aku pasrah jadi objek bulan-bulanan teman-temanku. Kejadian bermula saat aku keluar dari kelas, tiba-tiba beberapa teman cewek mengajakku untuk pulang bareng, namun ketika baru melewati pintu kelas, mereka menutup kepala dan wajahku hingga menyeretku kembali duduk dikursi dan diikat dengan selotif. Dalam keadaan tangan dan kaki terikat juga mulut yang dibekap lakban, aku dilempari tepung dan telor hingga diguyur air. Haduuuuhhh...ini tradisi macam gini siapa sih yang mulai. Aku hanya bisa menggerutu saat baju seragamku menjadi kotor banget. Setelah mereka puas mengerjaiku, aku diperlakukan seperti layaknya putri raja pokoknya. Sungguh mengasyikan. Memang agak gila sih..., apalagi saat aku harus pulang dengan baju sekotor ini?? Huhuhuhu....tega ih mereka. Sebelum
POV Ray Aku cukup di panggil dengan nama Ray, sejak kecil aku tinggal di panti asuhan Kasih Ibu. Setiap orang mengenalku sebagai anak yang hidup sebatangkara atau yatim piatu, tapi sejak beberapa waktu lalu aku yakin kalau keberadaan kedua orang tuaku masih ada dan mengawasiku dari jauh. Saat aku masih bayi, seseorang meninggalkanku di depan panti asuhan KASIH IBU. Saat ini usiaku sudah tujuh belas tahu dan aku harus tahu dimana keberadaan kedua orang tuaku, meskipun hanya sebuah sapu tangan yang merupakan satu-satunya petunjuk yang kumiliki. Kehidupanku di panti, cukup membuatku merasakan kasih sayang walau terkadang rasa sepi menjalar di dalam hatiku. Kami anak-anak panti tak pernah kekurangan apa pun, semua kebutuhan kami terpenuhi oleh pemilik panti. Itu sebelum ibu pemilik panti bercerita padaku. Sejak keberadaanku di panti, pemilik panti selalu mendapat kiriman sejumlah dana yang langsung masuk ke rekening pribadinya. &n
POV Ray Sampai di sebuah rumah yang terbilang cukup sederhana namun terawat apik. Aku dipersilahkan untuk masuk ke kantor detektif Johan yang berada disebelah pintu masuk utama di rumahnya. Sebuah ruangan kantor yang tak begitu besar, begitu masuk terdapat sebuah sofa besar dan 2 kursi yang berada di depan meja kerja besar, disampingnya jajaran rak buku berisi buku-buku dari berbagai penulis yang melekat ke dinding. Sebuah ruangan kantor yang nyaman namun lebih mirip dengan ruang konsultasi klien. Terdapat juga sebuah mesin pembuat kopi yang di atasnya terdapat tulisan 'Gratis untuk klien'. Aku duduk di sofa, menunggu detektif Johan yang punya kantor jasa ini masuk ke ruangan. Rasa deg-degan membuatku tak bisa berhenti untuk mengedarkan pandanganku ke seluruh ruangan. Di meja yang berlapis kaca, terdapat sebuah asbak bersih ditengahnya, berarti belum banyak klien yang datang ke kantor ini atau mungkin sebuah keberuntungan bahwa semua klien detektif in
POV DETEKTIF JOHAN Pagi ini suasana rumah seperti biasa hiruk pikuk dengan kedua buah hati kami yang saling menggoda satu sama lain sehingga timbul keributan kecil yang ujung-ujung selalu memanggilku untuk melerai keduanya. Maria yang senang sekali mengerjai Justin, begitupun dengan Justin yang sering merasa kesepian bila tak mendengar omelan kakaknya. seperti saat ini, Maria membuat Justin harus berputar-putar untuk menemukan sebelah sepatunya yang disembunyikan."Ayaaahhh!" suara teriakan Justin seakan memekakkan telingaku. "Maria, apa lagi yang kamu lakukan pada adikmu?" tanyaku sambil keluar dari ruang kerja. "Tak ada kok, Yah. itu dasar Justin saja yang cari perhatian Ayah," jawab Maria sambil tetap duduk di sofa pura-pura membaca buku. Biasanya bila sudah seperti itu, aku akan memanggil keduanya dan mengajak mereka untuk bicara. seperti saat ini, aku sudah duduk di antara kedua anakku, Maria dan Justin. Seb
POV Detektif Johan Tiba di kantor catatan sipil, aku langsung menemui Bram, orang biasa membantuku dalam urusan di sini. Kami berdua mulai mencari tahu berkas-berkas yang mungkin ada hubungannya dengan kasus Ray. Seperti yang dicerita Ray kemarin, dia terdaftar lahir pada tanggal 15 Desember, hari di mana dia ditemukan di depan pintu Panti Asuhan. Dari berkas yang aku temukan, aku bisa melihat beberapa data mengenai Ray. Dia mempunyai darah A RH-. Artinya orang yang mempunyai darah itu pasti bukan orang asli Indonesia. Mungkin ini semua ada hubungannya dengan Sapu tangan 8 Miles yang dia punya. Tak banyak data yang aku dapat tentang Ray di catatan sipil, hanya data standar saja yang tercatat di sana. Sesuai jadwal aku langsung menuju ke kantor Inspektur James. Aku sudah terbiasa keluar masuk gedung kepolisian, para petugas sudah mengenal siapa aku, karena sebagian rekan-rekan di kesatuanku masih banyak yang bertugas dan menjadi peting
POV MARIA Pagi ini aku sengaja berangkat lebih pagi dari biasanya, kejadian kemarin membuatku menyisakan rasa kesal yang sangat menganjal di hatiku. Ya semua gara-gara kejadian kemarin, Andre meninggalkan aku begitu saja di hari ultahku. Andre tanpa pamit, pergi entah ke mana. Begitu tiba di sekolah aku langsung mencari Andre di kelas. "Andreee!" panggilku ketika sampai di kelas dan aku langsung mendatangi mejanya. "Ada apa sayang?" tanya Andre sambil tersenyum dan wajah tanpa dosa. "Kenapa kemarin kamu tega banget ninggalin aku?" kataku sambil menahan rasa kesal di hati. Mendengar pertanyaanku, Andre mengerjapkan matanya. Seakan dia baru mengingat apa yang sudah dilakukannya. "Aduuhh Maaf sayang, kemarin darurat banget. Aku harus pergi, ada urusan yang sangat penting, jadi sekali lagi maaf ya," jawab Andre dengan wajah yang memohon sambil merapatkan kedua telapak tangan d
POV Maria Bel jam istirahat sudah berbunyi, Andre menghampiriku untuk mengajakku ke kantin sekolah. Namun aku menolaknya secara halus. "Kenapa sayang, kamu masih marah ya?" tanya Andre. "Nggak kok, Aku hanya mau ke perpustakaan sebentar," jawabku sambil tersenyum pada Andre. "Ohh Ok, mau aku temanin?" Tanya Andre. Aku hanya mengelengkan kepala menjawabnya, karena tahu Andre bukan type cowok yang mau sempatkan waktu mengunjungi perpustakaan, kecuali sangat mendesak. "Ok sayang..., aku ke kantin ya," kata Andre sambil keluar dari kelas bersama beberapa tema. Setelah Andre keluar aku pun segera mengambil jaket milik Ray yang ada di tas ranselku. Kemudian aku menghampiri Ray dan memberikan jaketnya. "Makasih ya Ray," kataku sambil menatap Ray yang masih asyik dengan buku tebal yang tadi aku lihat. Ray menegadahkan wajahnya dan menatap aku sekilas, lalu meneri