Share

Madeline dan Dua Pewaris Tampan
Madeline dan Dua Pewaris Tampan
Penulis: Yurriansan

1. Petaka Itu Begitu Manis

"Darren?" Perempuan itu terkejut.

"Mady." Dia menyapa dengan napas bau alkohol

"Kau mabuk?"

Darren menegakkan tubuhnya. "Aku hanya minum sedikit untuk menghangatkan badan."

Madeline mengibas udara. "Mulutmu bau sekali!" Perempuan itu agak kesal. "Duduklah dulu, kau tidak bisa menyetir dalam keadaan mabuk begini. Aku akan telepon Sean untuk menjemputmu."

Brak!

Darren mendorong Madeline masuk ke dalam dan memojokkannya ke tembok.

"Daren, tenanah!" Madeline mendorongnya. "Aku akan–"

"Sst!" Darren membekap mulut Madeline. "Jangan sebut nama itu di depanku. Apa … apa kau tidak bisa menghargai aku yang ada di depanmu ini?"

"Lepaskan aku, Darren!" Madeline menarik kuat tangan pria itu. "Beraninya kau memperlakukan aku seperti ini!"

"Kau membenciku?" Darren sempoyongan ketika bertanya.

"Darren, diamlah." Madeline menyuruhnya menjauh. "Aku akan telepon Sean untuk menjemputmu."

Darren memerosot lalu memegang kaki Madeline.

"Kenapa … kenapa bukan aku yang kau pilih?"

Madeline tertegun, dia tidak bisa menebak apa yang terjadi dengan Darren sampai-sampai sikapnya begini.

"Kau mabuk!" Madeline tidak mau menjawab, memilih untuk langsung membawanya ke sofa.

Darren berjalan dibopong Madeline. Saat seperti ini, dari tubuhnya tercium mau alkohol yang sangat menyengat.

"Harusnya kau tidak minum! Memangnya kau mau celaka saat mengendarai mobil?"

Madeline menghempas Darren ke sofa.

"Dasar payah!" Perempuan itu merutuk.

Madeline akan ambilkan air dingin untuk meredakan pengar. Namun, langkahnya terhenti saat Darren meraih tangannya.

Tubuh wanita itu terhuyung dan jatuh di atas Darren.

"Kau ini!" Madeline hampir memukulnya. Akan tetapi, Darren lebih cepat menangkap tangannya. Dia membuka mata lebar karena sentuhan itu.

"Kau cantik …."

Jantung Madeline berdegup hebat mendengarnya. "Ya … dan kau baru sadar sekarang?"

Darren menggeleng. "Dari dulu."

"Lalu, kenapa kau membenciku? Kau selalu bilang buruk semua pakaian yang aku gunakan, kau bilang riasanku jelek."

"Karena kau bukan pergi denganku!" Darren menjawab jujur. "Kau pergi dengan Sean dan adikku ktu juga menyukaimu!"

Lidah Madeline kelu.

"Aku mencintaimu, Madeline. Sangat mencintaimu …." Sorot matanya begitu dalam saat mengatakannya.

Madeline bangun, hendak menghindar. Namun, Darren menangkapnya kemudian mengunci dalam pelukan.

"Lepaskan aku!"

"Satu malam saja, Madeline. Temani aku malam ini. Hatiku hancur karena kau akan menikah dengan adikku …."

"Itu adalah salahmu!" Madeline meneriakinya. "Salahmu karena menjadi pengecut!"

"Arggh!" Perempuan itu geram sendiri. Jika saja Darren tahu bahwa Madeline menyukainya juga. Sikap laki-laki itu selalu dingin membuatnya berpikir kalau Darren tidak menyukainya.

Harapan gadis itu pupus saat, Darren terlihat dekat dengan beberapa orang gadis. Kemudian, Sean yang tampan dan baik hati itu menyatakan cinta padanya. Madeline bukan gadis bodoh yang hanya mengandalkan cinta. Mana mungkin dia menolak Sean.

Dan … hubungan itu sudah berlangsung sangat lama. Tinggal menghitung hari mereka akan melangsungkan pernikahan.

"Kau pria terhormat. Jangan lakukan apa-apa yang bisa membuatmu menyesal!"

Darren tertawa ringan. "Apa yang akan aku sesali kalau nyatanya malam ini aku habiskan denganmu, Mady?"

Madeline paling luluh setiap kali ada yang memanggilnya demikian.

Darren menegakkan sedikit tubuhnya, bernapas lebih dekat di wajah Madeline. Matanya yang biru indah, pipinya putih kemerahan. Mabuk atau sadar, wajah cantik inilah yang terus menghantui pikiran pria itu.

"Mady …." Dia memanggilnya lembut. Menyentuh wajah Madeline dengan tangannya yang dingin.

Bibir pria itu begitu lembut saat menyentuh bibir Madeline. Membawa gadis itu pada kenangan di musim gugur saat dia menikmati satu scoop es krim rasa vanila.

Manis … lembut dan meleleh di mulut. Bibirnya tersenyum, hatinya bergembira.

Madeline larut dalam sentuhan itu, membiarkan semuanya. Di matanya saat ini Darren adalah musim gugur itu dan dia adalah gadis kecil yang duduk di sebuah bangku panjang menikmati indahnya daun berguguran.

Ketika kenangan itu begitu mengelabuhi pikiran, kelopak merah di bawah mereka menjadi tanda sesuatu telah terjadi.

*

Madeline meraup wajahnya berkali-kali untuk apa yang sudah terjadi semalam.

"Bodoh, bodoh!" Dia memukul kepalanya. "Apa yang kau lakukan, Mady!"

Madeline berjongkok. Meringkuk sendiri karena merasa bersalah sudah mengkhinati Sean.

"Mady!" Darren mengetuk pintu kamar mandi.

Madeline melihat ke arah pintu dia mencebik.

"Mady, buka pintunya. Kau sudah lama di dalam!"

Tidak suka dengan Darren yang berisik memanggilnya, Madeline membuka pintu.

"Berhenti memanggilku begitu!"

Tatalan Darren menyiratkan kalau dia khawatir dengannya. "Kau sakit?"

"Pergilah!" Madeline mengabaikan Darren. "Kau sudah dapat tumpangan semalam."

"Noda itu …." Darren melihatnya dengan jelas di sofa putih. "Itu artinya, kau masih–"

"Ya … aku perawan." Madeline menunduk malu. Perempuan itu menutup mata sejenak, menahan amarah. "Kau tahu betapa susahnya aku menjaga itu demi hari pernikahanku nanti. Bahkan, Sean pun tidak aku izinkan untuk melakukannya. Kau, malah …."

Darrean memegang wajah Madeline. "Kalau begitu batalkan saja pernikahanmu dengannya."

"Kau gila!"

"Mady, antara aku dengan Sean tidak ada bedanya. Kami berdua sama-sama pewaris Eternity Group. Kau memilihku hidupmu akan bahagia juga."

Madeline memutar mata. "Enyahlah! Aku tidak mencintaimu!"

Darrean tidak percaya. Dia menarik Madeline, memojokkannya kembali ke tembok dengan satu kakinya terangkat mengunci.

"Kau bohong!" tuding Darren. Madeline tidak berani menatap matanya.

Darren tidak sungkan menunjukkan di mana saja jejak cinta yang dia tinggalkan semalam di tubuhnya dan juga tubuh Madeline.

"Kamu sadar saat melakukan ini!"

Madeline menelan saliva. Itulah kenapa pagi ini dia terbangun dengan penyesalan luar biasa. Apalagi kalau bukan karena dengan sadar dia melakukannya dan menikmati permainan mereka semalam.

"Aku akan menciummu lagi, tampar aku kalau kau tidak mencintaiku!" Darren menantang.

Jantung Madeline seperti balon yang dipompa dan sebentar lagi meletus saat Darren begitu dekat dengannya.

"Aku akan menikah dengan Sean …." Kata-kata itu membuat Darren berpikir seribu kali untuk bisa menyentuh Madeline kedua kalinya. "Tolong pikirkan perasaanku yang begitu hancur karena mengkhianatinya dengan kakaknya sendiri."

Darren mengendur sedikit.

Madeline mengusap wajahnya. "Kau benar, aku menyukai apa yang kita lakukan semalam, kau begitu indah, tampan, hatiku sangat tersentuh."

"Satu hal yang membuatku menyesal pagi ini adalah …." Madeline menggantung ucapannya sejenak. "Kenapa aku harus melakukannya dengan pengecut sepertimu!"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status