"Sial! Kenapa ada kucing nyebrang malam-malam begini, sih!" Ranti mengumpat sendiri karena harus mengerem mendadak sast seekor kucing hitam tiba-tiba melompat di depannya.
Tak berapa lama, Ranti masuk ke kawasan kompleks tempat tinggalnya.Setelah memasukkan motor maticnya ke dalam garasi dia celingukan seraya mengambil bungkusan hitam dari bagasi motor, seperti takut bila ada yang melihat.Dengan cepat dia membuka pintu dengan kunci cadangan."Kak! Baru pulang?" Narendra tiba-tiba muncul dari kamarnya saat mendengar ada yang membuka pintu."Hhhhrrkk!" Ranti yang baru menutup pintu terkejut dan langsung menyembunyikan bungkusan hitam yang dibawa ke belakang tubuhnya."Oh, iya. Kakak abis nganter pesenan ... lumayan, daripada bayar kurir!" jawabnya sedikit gugup.Narendra menatap sekilas gerakan tangan Ranti, tapi dia berusaha tak peduli.
"Kamu, kok belum tidur?" tanya Ranti lagi.
"Belum bisa tidur, Kak! Lagi pula baru pulang juga," jawab Narendra.Narendra duduk di sofa ruang tamu dan menyalakan televisi.Narendra saat ini belum mempunyai pekerjaan tetap selepas SMA.Untuk mengisi waktu luangnya, Natendra bekerja sebagai Driver ojek online."Tadi, Aira agak rewel!" lapor ibu yang tiba-tiba sudah muncul dari dalam kamarnya. Bu Diah-ibu mereka-menempati kamar sebelah Ranti.Seketika raut wajah Ranti berubah cemas,"Kenapa Aira, Bu?" tanyanya pada ibunya."Nggak tau, tadi saat pulang main tiba-tiba dia bilang pengin beli ayah," kata ibu sambil duduk di sofa ruang tamu."Ya ampun, Aira!" Ranti terhenyak memdengar penuturan ibunya.Segera dia masuk ke dalam kamar untuk berganti pakaian malam.Dengan cepat dia mengunci pintu kamarnya dan menyimpan bungkusan hitam yang tadi dibawanya kedalam laci lemari dan menguncinya.Dia menatap Aira yang telah terlelap, wajah imutnya terlihat begitu polos. Do sudut matanya masih tampak sisa air mata, menandakan dia habis menangis.Dengan lembut, Ranti membelai rambut dan pipi gembil buah hatinya. Ada perih yang menyesak dalam dadanya. Diraih tangan mungil Aira dan dikecupnya dengan penuh perasaan.Matanya mulai berkaca-kaca."Maafin mama, Sayang. Mama nggak bisa nahan ayahmu untuk tetap tinggal sama kita," Setitik air bening menetes di sudut matanya.Tubuh mungil Aira menggeliat seperti merasakan kehadiran sang ibu.
Perlahan Ranti meletakkan kembali tangan kecil itu dan mencium kening Aira.Menatap wajah polos itu sendu.Lalu melangkah keluar menemui ibu dan adiknya yang kini sedang asik menonton tayangan berita di televisi."Selamat malam Pemirsa. Kabar terbaru yang menghebohkan datang dari daerah pinggiran kota. Tepatnya di perumahan mewah Aman.Seorang wanita muda ditemukan tewas mengenaskan di rumahnya. Dia ditemukan oleh tetangga yang juga pembantu rumah tangganya saat hendak membersihkan rumahnya pagi tadi. Kondisi jenazah terlihat membiru seperti terkena gigitan ular berbisa. Yang menghebohkan, di kantong piyama yang dikenakannya ditemukan tulisan "Pemburu Pelakor" pada secarik kertas yang ditulis dengan tinta merah. Siska- demikian nama wanita muda tersebut, dikenal sebagai wanita simpanan seorang Manager keuangan yang diketahui bernama Arga.Saat ini, kasusnya sudah ditangani oleh pihak berwajib,"
Terdengar Presenter berita membacakan berita pertama.
Ranti mengernyitkan kening, ada senyum sinis terukir di sudut bibirnya.Narendra meliriknya sekilas, sementara Bu Diah terlihat fokus mengikuti berita."Kenapa, Kak?" tanya Narendra tiba-tiba pada kakaknya."Ups!" Ranti langsung terdiam."Nggak apa, Rend. Cuma ada perasaan gimanaa ... gitu! Kalau liat berita kayak gini," jawab Ranti santai."Gimana apanya?" tanya ibu ikut nimbrung."Yah ... seneng aja! Ternyata ada juga yang perhatian sama istri-istri sah kayak kita," jawab Ranti sambil mengulum senyum."Kamu tuh, ya. Liat orang dibunuh, kok malah seneng!" Bu Diah berkata sambil melemparkan bantal sofa kearah Ranti yang langsung tertawa menghindar."Hahaha ... ya, iya dong, Bu! Biar para pelakor itu nggak bisa hidup tenang di atas penderitaan istri dan anak dari laki-laki yang menjadi selingkuhannya,"ucap Ranti lagi seraya menggeram penuh emosi."Yang sabar, Nak. Nanti juga ada Gusti Allah yang bakal mbales kelakuan mereka. Dan juga perlakuan suamimu," Bu Diah sangat mengerti perasaan putrinya yang harus menjadi janda di usia muda, karena suaminya tergoda perempuan lain.Dia membelai rambut hitam Ranti yang hanya sebatas bahu, gerah katanya kalau terlalu panjang."Ehemm_!" Narendra berdehem kecil menyaksikan drama ibu dan anak itu.Tanpa banyak bicara, dia bangun dari duduknya dan hendak melangkah masuk kembali ke kamarnya yang terletak di paling depan, sejajar dengan ruang tamu."Rendra ... kamu udah makan, Nak?" tanya Bu Diah pada putra tunggalnya itu."Udah, Bu. Tadi sambil narik penumpang di jalan," jawab Narendra menghentikan langkahnya dan menghadap Bu Diah.
Dia memang sangat patuh dan menghargai ibu dan kakaknya.
Dia juga sangat menyayangi Aira-keponakan satu-satunya. Tak jarang dia membelikan mainan dan makanan kesukaan Aira bila ada rezeki lebih.Tapi, Ranti sangat tahu. Adik lelakinya itu menyimpan kekecewaan dan kerinduan yang tak terungkapkan.Ya, Narendra kecewa pada ayah dan kakak iparnya yang tega meninggalkan dua orang wanita yang sangat dicintainya itu hanya demi mengejar Cinta Pelakor."Hhhhhh_!" Ranti mendesah pelan,"Kamu istirahat dulu sana, pasti lelah setelah keliling seharian mencari penumpang!" perintahnya.Narendra pun mengangguk dan meneruskan langkahnya ke kamar."Ibu juga udah ngantuk, Ran. Kamu jangan terlambat tidur, ya. Kalau lapar masih ada makanan di dapur!" Bu Diah bangkit dari duduknya dan menuju kamarnya uang terletak di belakang ruang tamu. Pikirannya sedikit resah, dia takut jika Ranti terlibat dalam kasus yang baru saja diberitakan.Setelah ibu dan adiknya masuk kamar, Ranti masih menatap layar kaca di hadapannya."Akhirnya, kamu lenyap juga, Siska ... kamu pikir bisa bebas berkeliaran? Sementara Rasti diperlakukan kasar oleh Arga?" Ranti menggumam,"Ciss! Nggak boleh ada pelakor lagi yang menang daripada istri sah!" geramnya.
Rasti dan Arga adalah sahabatnya sejak SMA. Mereka menikah setelah berpacaran lima tahun, sejak semester akhir SMA. Tapi, beberapa bulan terakhir ini, Arga sering memperlakukan Rasti dengan kasar setelah diketahui mempunyai perempuan simpanan bernama Siska. Entah, sudah berapa lama mereka menjalin hubungan. Rasti tak pernah memberitahunya.
"Aku memang tak bisa menyelamatkan pernikahan dengan Mas Yuda, tapi aku senang bila pernikahan orang lain terselamatkan," bisiknya sambil tersenyum samar.Pikirannya melayang ... menyibak masa lalunya yang kelam bersama mantan suami sekaligus ayah Aira.***Plakkk!!Suara tamparan yang begitu keras menghentikan teriakan Ranti.Dia terisak sambil memegangi pipinya yang terasa panas."Kamu jahat, Mas! Kamu jahat_!" teriaknya penuh emosi.Aira kecil menangis dalam pelukannya. Tangan mungilnya mengusap pipi Ranti yang membasah.Perempuan sialan!!" Bentakan Yuda kembali menggema sambil mengangkat telapak tangannya siap untuk mendaratkannya kembali di pipi istrinya. Tapi ....Tangan Yuda tertahan oleh tangan kokoh yang lain."Hentikan semua kekerasan ini, Mas!" Sebuah bentakan menyurutkan gerakan tangan Yuda, matanya nyalang ... menyorot tajam pada pemilik tangan tersebut."Jangan ikut campur urusan rumah tangga kami, NARENDRA!!" ucapnya memberikan tekanan pada nama adik iparnya."Rumah tanggamu?" Pemuda tanggung itupun tersenyum sinis pada kakak iparnya,"Lalu ... harus aku biarkan kekerasan terjadi di depan mataku, sementara korbannya adalah kakakku satu-satunya?!" teriak Narendra kalap. Padahal biasanya, dia selalu diam dan tak mau ikut campur setiap kali terjadi keributan di antara suami-istri tersebut."Mama!!" Aira menjerit ketakutan menyaksikan semua yang terjadi di depan matanya. Usianya yang baru dua tahun, tak bisa menerima kondisi seperti itu. Tubuh mungilnya tampak gemetar ketakutan, dia menyembunyikan wajahnya dalam pelukan Ranti."Kak, bawa Aira keluar! Kasihan dia harus melihat mamanya d
Sehari sebelumnya di kantor polisi Wilayah Kota Yamon."Letnan Andi, bagaimana perkembangan kasus pembunuhan di perumahan Aman kemarin?" tanya Inspektur Andika-kepala polisi wilayah."Siap, Pak! Belum ada perkembangan yang signifikan karena pelaku tidak meninggalkan jejak sedikit pun," jawab Letnan Andi."Setelah dilakukan olah TKP, apa tidak ditemukan bukti tambahan?" tanya Inspektur Andika lagi."Siap, Pak! Tidak ada!" jawab Letnan Andi tegas."Baik! Bawakan semua berkas dan barbuk ke sini! Biar kasus ini saya ambil alih!" perintah Inspektur Andika."Siap!" Letnan Andi segera keluar dari ruang Inspektur untuk mengambil berkas yang diminta."Letnan, tolong temukan CCTV yang ada di sekitar lokasi kejadian. Bawa semua ke sini!" perintah Inspektur Andika setelah memeriksa berkas dan barang bukti yang diterimanya."Siap, Pak Inspektur!" Letnan Andi dan beberapa rekannya langsung menuju lokasi untuk menemukan CCTV yang ada di sepanjan
Ranti mulai mengingat lagi apa yang dilakukannya di TKP pembunuhan Siska."Waktu itu, customer dengan akun Ox memesan Hoodie berwarna hitam beserta sarung tangan yang juga berwarna hitam ke toko online saya. Dia meminta saya mengirimkan pesanannya ke salah satu rumah yang ada di kompleks Aman. Dia membayar lewat minimarket, tunai," Ranti mulai penjelasannya."Lalu? Apa Bu Ranti sempat bertemu dengan Ox ini?" tanya Andika lagi."Dia tidak mau bertemu, dia hanya meminta saya meletakkan pesanannya di salah satu pagar rumah warga yang ada di sana," jawab Ranti,"Ya, sebagai penjual, saya ikut saja apa mau dia. Bagi saya yang terpenting dia sudah membayar lunas plus ongkos kirimnya." jawab Ranti santai.Inspektur Andika memperhatikan setiap gerakan Ranti saat menjawab semua pertanyaan, termasuk juga tatapan matanya."Baik! Apa Bu Ranti membawa handphone yang ibu pakai untuk transaksi kemarin?" tanya Andika lagi.Sedikit gugup, Ranti menjawa
Perlahan, mobil yang dikemudikan Gunawan memasuki halaman Villa yang cukup luas.Tiiitttt!Dia sengaja membunyikan klakson mobil sebelum turun agar Aida datang menyambutnya dengan seyuman.Benar saja!Dengan langkah yang dibuat seanggun mungkin, Aida keluar dari dalam Villa hanya dengan mengenakan gaun pendek yang memperlihatkan kemolekan tubuhnya.Lekuk tubuh sexi-nya tergambar dengan jelas membuat Gunawan seketika menelan salivanya dengan kasar.Sementara "adik kecilnya" mulai bangun dan mengencang."Maasss, kok, lama banget sampainya? Aku udah nunggu dari subuh!" sambut Aida. Dengan manja, gadis cantik itu bergelayut di leher lelaki yang menjadi bos di kantornya.Tak tahan, Gunawan langsung memagut bibir indah Aida yang langsung membalasnya dengan panas.Mereka tak menyadari, ada dua pasang mata yang tajam penuh kemarahan, sedang mengawasi gerak-gerik mereka. Intan sedang menunggu saat yang tepat untuk bertindak atas pengkhianatan suami tercintanya."Awas kamu, Mas! Aku tidak akan
Sshhhh!Kembali terdengar suara mendesis dari bagian belakang rumah Ridho. Tentu saja, hal itu membuat Ranti semakin penasaran."Rend, apa yang mendesis itu? Kok, seperti suara ular?" akhirnya Ranti mengungkapkan rasa penasarannya."Oh! Iya, Kak! Itu memang suara ular kobra," Ridho yang menjawab seraya menatap ke arah Narendra, yang langsung mengedipkan mata seperti memberi kode."Buat apa kamu piara ular berbahaya itu?" tanya Ranti lagi, menatap Ridho penuh rasa penasaran."Anu, Kak! Bukan melihara, tapi_," Ridho menelan salivanya sebelum melanjutkan bicara."Lantas?" Ranti tidak sabar menunggu kelanjutan ucapan teman adiknya itu."Jadi, ular itu saya tangkap di hutan untuk dijual kembali, Kak," jawab Ridho lagi."Wow! Kamu tangkap sendiri? Apa nggak takut?" tanya Ranti super heran."Ada tekhniknya sendiri, Kak. Nggak bisa sembarang," jawab Ridho lagi mencoba memberi penjelasan."Hiiiii_!" Ranti bergidik ngeri, meski dalam hati ada terbersit pemikiran yang lain.Ranti kembali ingat t
Sejenak Intan menatap lurus ke wajah Ranti yang hampir kehilangan jantungnya andai saja tak dilindungi oleh tulang rusuknya."Apa sebaiknya aku ceritakan lagi pada Pak polisi, ya?" ucap Intan masih menatap wajah Ranti yang kebingungan."Memangnya, apa yang kamu lihat? Apa yang mau kamu laporkan sama dia?" tanya Ranti penasaran namun terlihat gugup."Begini! Tadi sesaat setelah pergi dari villa itu dan dikejar oleh mobil Gunawan, aku melihat sekilas ada sepeda motor yang berpapasan dengan mobil kami," jelas Intan.Ranti terlihat semakin gugup namun penasaran menanti kelanjutan ucapan sahabatnya itu."Motor apa, kamu yakin dia pelakunya?" tanyanya antusias, tapi terlihat pias di wajahnya seperti menyimpan beban sesuatu."Motor Ninja, warna hijau!" jawab Intan cepat."Kamu lihat nggak wajah pengendaranya?" selidik Ranti, persis seperti gaya Inspektur Andika saat menginterogasi Intan dan Gunawan saat di kantor polisi."Ish! Kamu udah kaya Pak Andika aja, pakai sabar dong!" jawab Intan sam
"Kamu gila, ya, Rend! Kakak bilang, ayo jalan!" Ranti menarik lengan adiknya yang hendak melangkah masuk ke dalam restoran padang."Tapi, Kak_!" Narendra memprotes tindakan kakaknya dan bersikukuh hendak melaksanakan niatnya semula, menghajar kakak iparnya, Yuda."Rendra! Kamu nggak kasihan sama Aira. Lihat keponakan kamu ini kedinginan. Ini udah malam!" Akhirnya Ranti membentak adiknya itu agar berhenti melakukan hal yang bodoh dan merugikan diri mereka sendiri.Narendra langsung meredup menatap Aira yang tertidur dalam pelukan ibundanya."Maaf, Kak. Aku terlalu emosi tadi," jawab Narendra menyadari kekeliruannya."Biarkan dulu mereka, Rend. Akan ada saat dimana kita bisa membalas semuanya," gumam Ranti meskipun dengan hati yang sangat sakit.Di sini, di tengah malam yang dingin, dia berjuang untuk kesembuhan putrinya. Sementara di sana, suaminya tanpa rasa berdosa, sedang berbagi kebahagiaan dengan wanita yang baru hadir dalam hidupnya."Diam-diam, Ranti menyusut air mata yang tak m
"Ular! Kamu gila, ya, Rend. Malam-malam begini bawa ular ke rumah?" teriak Ranti histeris. Sementara Andika mengerutkan keningnya meski tersungging senyum tipis di bibirnya."Ridho titip sebentar, Kak. Katanya besok diambil," jawab Narendra santai sambil mengangguk hormat pada Andika."Kalau begitu, saya pamit saja dulu!" Tiba-tiba, Inspektur polisi tampan itu bangkit dari duduknya dan berpamitan."Maaf, Pak! Apa kedatangan saya dan ular ini mengganggu Bapak?" tanya Narendra terlihat gusar."Oh, nggak! Ada panggilan tugas dari kantor polisi," jawabnya tegas."Terima kasih, Pak! Kalau ada yang bisa kami bantu akan segera kami laporkan ke kantor polisi secepatnya," ucap Ranti mengantarkan Andika sampai pintu.Pria bertubuh atletis itu mengangguk.Ternyata, dia mengendarai motor besar untuk sampai ke rumah Ranti."Apa tujuannya datang ke sini, Kak?" tanya Narendra saat Andika telah pergi."Sstttt!" Ranti langsung meletakkan telunjuknya di depan bibir, agar Narendra mengecilkan volume sua