Share

Menagih Malam Pertama

“Kenapa harus ketemua sama dia lagi?! Astaga, dunia sempit banget,” gerutu Indi dengan pelan agar Wijaya ataupun orang yang ada di sana tidak mendengarnya. 

“Indi. Ini, Damian. Katanya kalian sudah saling kenal,” kata Pradipta kepada Indi. 

Perempuan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. “Ng—nggak, Om. Aku nggak kenal sama dia.” Indi meringis pelan seraya melirik Damian. 

“Walaah. Kata Damian, kalian satu kampus dulu?” 

Indi terdiam dan hanya memberikan cengiran kepada calon mertuanya itu. 

Sementara Damian hanya menyunggingkan senyum. Tidak ingin membahas dengan detail, bila mereka memang sudah saling kenal bahkan satu kampus di dua tahun yang lalu. 

“Jadi begini, Indi. Damian ini, anak bungsu saya. Saya dan papa kamu sudah merencanakan perjodohan ini enam bulan yang lalu setelah Damian ditinggal pergi oleh istrinya.” 

“Heeuhh?” Indi menoleh ke arah Satya. “Duda?” tanyanya kemudian. “Sial! Gue … nikah sama duda?” Indi meringis lemas. 

“Di mana, istri elo? Kenapa harus nikah sama gue? Kenapa nggak coba balik lagi sama istri elo?” Indi bertanya dengan nada sinisnya. 

“Indi.” Wijaya berucap dengan pelan. “Istri Damian sudah meninggal dunia karena kecelakaan satu tahun yang lalu.” 

Indi mengatup bibirnya setelah mendengar penjelasan sang papa. “Ooh!” ucapnya pelan. 

“Kalian bisa saling mengenal satu sama lain setelah menikah nanti. Kalau bisa, bulan depan langsung menikah saja,” ucap Pradipta yang sepertinya sudah tidak sabar ingin menikahkan anaknya dengan Indi. 

Perempuan itu kemudian menolehkan kepalanya pada Pradipta. “What? Bulan depan? Cepet amat!” ucapnya terkejut. 

“Kita bisa siapkan dari sekarang, Indi. Usia kamu juga sudah cukup matang. Apa lagi yang kamu cari, Indi? Sudahlah, berhenti foya-foya, pergi ke bar, mabuk dan lainnya. Sudah waktunya kamu membina rumah tangga. Papa sudah tua, Papa hanya ingin melihat kamu menikah. Sudah … itu saja.” 

Wijaya berucap dengan sangat pelan. Memelas, supaya Indi mau menerima perjodohan itu. Benar-benar jodoh yang dipilihkan oleh sang papa untuknya. Tidak pernah ia sangka, rupanya Wijaya berhasil menjodohkannya dengan pria pilihan lelaki itu. 

**

Satu bulan berlalu ….

Pernikahan itu benar-benar terjadi. Keduanya telah mengikat janji suci setelah Indi ‘terpaksa’ menerima perjodohan itu. Bukan karena dia ingin apalagi ingat umur, hanya karena tidak enak hati kepada sang papa yang memohon-mohon agar mau menerima perjodohan itu. 

Di malam itu pula, Indi pindah ke rumah yang sudah disediakan oleh Pradipta sebagai hadiah pernikahan dan juga ucapan terima kasih kepada perempuan itu karena mau menikah dengan Damian—anak bungsu harapan satu-satunya Pradipta yang akhirnya senang melihat Damian mau menikah lagi setelah melepas kepergian Rachel. 

“Sialan! Ini mimpi buruk bukan sih? Gue, nikah sama dugong satu itu? Astaga! Kenal dari mana sih, papa gue sama keluarganya Damian. Aah! Bikin hidup gue nggak tenang kalau begini ceritanya,” gerutu Indi yang masih belum menerima takdirnya harus berjodoh dengan Damian. 

“Mana kejadian di malam itu bikin gue shock juga.” Indi mengeluh lesu. Sungguh, nasib seperti ini benar-benar membuatnya tak karuan dan malu sendiri menghadapinya. 

Tak lama kemudian, Damian masuk ke dalam kamar itu lalu mengulas senyum kepada sang istri yang tengah berdiri di tepi tempat tidur.

“Ma—mau ngapain lo, ke sini?” tanya Indi gugup. 

Selama satu bulan lamanya Indi berpikir dengan keras dan masih belum bisa menerima kenyataan bila dirinya akan menjadi istri Damian Kusuma—seorang duda ditinggal pergi selamanya oleh istrinya itu.

Keadaan seperti ini membuatnya canggung bahkan  tidak mau menartap Damian sekali pun. Ia benar-benar seperti terjebak dalam situasi yang amat rumit ini. 

“Damian … lebih baik elo tidur. Gu—gue nggak … gue belum siap,” ucap Indi memohon kepada Damian agar jangan menyentuhnya di malam itu. 

Damian mengenyitkan dahi. “Kenapa? Kalau alasannya karena datang bulan, aku akan memaklumi. Tapi, kalau alasannya karena capek, itu bukan alasan. Aku juga sama capek! So, kamu mau pakai alasan yang mana?” tanyanya ingin tahu. 

‘Gue nggak mau Damian tahu kalau gue punya kelainan juga. Hormon gue akan naik drastis kalau disentuh Damian. Ini nggak boleh terjadi. Dia nggak boleh tahu kalau gue lihai dalam segalanya,’ ucapnya dalam hati. 

Bahkan, ia tidak mampu menatap tubuh kekar Damian yang sengaja tidak mengenakan apa pun, bertelanjang dada dan itu membuat Indi risi dibuatnya. 

“Dulu, kamu terkenal binal dan tidur dengan berbagai pria adalah salah satu hobi kamu. Lantas, kenapa tidur denganku malah tidak mau?” tanya Damian meminta penjelasan kepada Indi yang terus menolaknya. 

Indi menelan salivanya dengan pelan. “Tahu dari mana? Hoax itu, Damian. Mana ada! Nggak … gue nggak pernah tidur dengan berbagai pria!” ucapnya menyangkal ucapan Damian. 

Pria itu tersenyum miring. “Lantas, kenapa sudah longgar saat kita bercinta satu bulan yang lalu? Siapa yang sudah merenggut kesucian kamu?” tanya Damian mendesak Indi agar jujur saja kepadanya. 

Indi menarik napasnya dalam-dalam kemudian mengeluarkannya lagi. ‘Makin malu deh gue! Kenapa juga gue oon, dia kan udah tahu dan udah ngerasain. Ketahuan bohong kan, gue.’ Indi menggerutu dalam hati. 

Sungguh, perempuan itu tengah dibuat malu oleh suaminya sendiri. Seraya mengembuskan napas panjang, Indi menatap Damian dengan tatapan dalamnya. 

“Oke! Tapi, kalau elo kalah sebelum perang, jangan pernah minta itu lagi ke gue!” tantangnya kemudian.

“Apa yang kamu katakan, Indi? Bukankan kamu sudah pernah merasakan keperkasaanku?” 

“Saat itu gue lagi mabuk, Damian. Mana tahu rasanya kayak gimana. Nggak usah aneh-aneh deh, lo!” ucapnya menyangkal dan memang kenyataanya Indi hanya merasakan tubuhnya remuk seperti baru kerja rodi tujuh hari tujuh malam saat bangun dari tidurnya kala itu.

Damian terkekeh pelan. “Baiklah. Kita mulai saja sekarang. Agar kamu tahu, bagaimana permainanku yang akan membuatmu lemah tak berdaya.”

Indi mengendikan bahunya. “Silakan! Gue nggak takut tuh!” ucapnya menantang dengan mata menatap wajah Damian yang terlihat begitu tenang akan tetapi menyimpan banyak kekesalan kepada istrinya itu.

“Shit!” Damian lantas meraup bibir perempuan itu dengan penuh. Ingin memperlihatkan kalau dirinya bisa menjadi suami yang mampu memberikan hasrat yang ada di dalam diri perempuan itu.

“Ready to our first night?” bisik Damian dengan suara halus nan menggoda.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status