Share

Bab 7. Hukuman lebih parah

“Ck! Sebenarnya rencana apa lagi kali ini? Aku harap tidak menyusahkanku.”

Poppy menggerutu sambil berjalan menuju unit apartemen milik Ezra.

Menoleh ke kanan dan ke kiri ketika ia melewati beberapa pintu untuk memastikan agar tidak terlewat. Hingga akhirnya ia menemukan unit yang dimaksud.

"Kenapa lama sekali?"

Wanita itu mengeluh karena sudah menekan bel beberapa kali, tetapi Ezra tidak kunjung membukanya.

“Apa dia sedang mengerjaiku?”

Lagi-lagi Poppy mengeluh karena kakinya mulai pegal menunggu tanpa kepastian. Hampir satu jam Poppy berada di sana sampai orang-orang yang kebetulan lewat menatapnya heran.

Malu? Sudah jelas. Hanya saja rasa kesal lebih mendominasi.

"Bilangnya jangan terlambat. Tapi lihatlah, dia malah membuang-buang waktuku!"

Tidak ingin menunggu lebih lama lagi, Poppy putuskan untuk pergi.

Namun, saat ia akan melangkah tiba-tiba pintu dibuka membuat Poppy mengurungkan niatnya. Wanita itu kembali berbalik dan menatap Ezra yang menguap dengan jengah.

“Kau berisik sekali!” cetus Ezra sambil kembali masuk.

Mendengar ocehan Ezra jelas semakin membuat Poppy kesal.

“Saya hanya melakukan seperti yang Anda perintahkan, Pak.”

“Aku tidak menyuruhmu untuk menekan bel begitu banyak,” ujar Ezra tidak mau disalahkan.

Poppy mengepalkan tangannya dengan gigi yang menggeretak menahan kesal.

Pria itu berbalik karena merasa Poppy tidak mengikutinya. Hal itu pula yang membuat Poppy langsung menormalkan raut wajahnya.

“Kenapa kau hanya berdiri di sana, hah?”

“Saya tidak mendapatkan perintah untuk masuk, Pak.”

Ezra menyeringai, “Kau bukan lagi seleraku sekarang, jadi kau tidak perlu takut aku akan berbuat hal aneh-aneh padamu.”

Ocehan Ezra yang semakin menjadi membuat Poppy memutar bola matanya, jengah menghadapi sikap Ezra yang begitu percaya diri.

“Anda salah, saya bahkan tidak pernah berpikir ke arah sana, Pak.”

"Kau masih berpura-pura polos? Baiklah, aku akan pura-pura percaya.”

Ezra tiba-tiba membuka kaos hitam polos yang dikenakannya. Sehingga menampilkan dada bidang dengan perut sixpack yang begitu menggoda iman.

“Kita lihat, apa kau masih berpura-pura jika sudah melihat tubuhku.”

Pri itu mendekati Poppy yang masih berdiri di depan pintu.

Melihatnya lantas membuat Poppy menunduk dalam. Meski bukan hal tabu baginya, tetapi itu hanya berlaku jika melihat mantan suaminya.

“Apa yang Anda lakukan, Pak?” Poppy tidak berani melihat Ezra yang kini sudah berdiri di depannya.

Tidak menjawab, Ezra menarik satu sudut bibirnya ke atas saat melihat sikap Poppy.

“Bereskan kamarku!” perintahnya setelah hanya diam beberapa saat.

Refleks Poppy mendongak untuk melihat wajah Ezra karena tidak mengira jika tugas pertamanya membereskan kamar.

"Aku tidak menyukai bantahan!" cetus Ezra saat melihat Poppy akan protes.

Tidak memiliki pilihan lain, akhirnya dengan enggan Poppy menurut. Perempuan itu mengikuti Ezra ke kamarnya.

"Apa kau ingin mandi bersamaku?"

Pertanyaan tiba-tiba Ezra menyentak Poppy. Bagaimana bisa pria itu menanyakan hal seperti itu? Yang benar saja!

"Tidak, Anda jangan main-main!" Poppy menyilangkan kedua tangannya di depan dada karena Ezra berjalan mendekat.

"Memang siapa yang mau mandi bersamamu? Sudah kubilang kau bukan seleraku."

Pria itu berbalik lalu benar-benar masuk ke kamar mandi, sedangkan Poppy mulai membereskan kamar.

"Dasar pria gila!" umpat Poppy sambil mengelus dada.

Sementara Ezra tertawa sambil menggosok tubuhnya.

“Ini baru awal, Poppy. Aku akan membuatmu semakin menderita,” gumam Ezra penuh tekad.

Tidak langsung ke ruang ganti, Ezra malah santai menghampiri Poppy hanya dengan balutan handuk yang dililit pada pinggang.

"Pel juga lantainya, kau harus bertanggung jawab jika tiba-tiba aku terpeleset."

Dengan sengaja Ezra mengacak-ngacak rambutnya yang basah, sehingga tetesan air mengenai lantai.

"Anda bukan anak kecil yang akan berlarian di kamar."

"Berani membatah?"

Dengan cepat Poppy menggeleng saat Ezra menatapnya tajam.

Pria itu berjalan menuju ruang ganti, tetapi sebelum masuk ia menghentikan langkahnya. "Siapkan pakaian untukku."

Poppy mendengkus sebal.

Apa-apaan ini? Mengepel lantai saja belum ia lakukan, dan Ezra sudah menyuruhnya menyiapkan pakaian. Bener-bener keterlaluan!

Memilih untuk tidak menuruti perintah Ezra yang kedua, Poppy dengan sengaja berlama-lama mengepel lantai. Hingga tiba-tiba Ezra kembali dengan penampilan yang masih sama.

"Ck! Kenapa lambat sekali? Jika begini aku akan terlambat."

Byur!

Dengan sengaja Poppy menendeng ember untuk meluapkan kekesalannya.

"Pak, Anda masih memiliki tangan yang kuat untuk mengambil pakaian!"

Kelakuan tidak terpuji Poppy jelas membuat Ezra menggeram kesal. Ia yang menyukai kerapihan dan kebersihan tidak terima kamarnya jadi becek.

"Kau!"

Ezra menunjuk Poppy yang menunduk--menyesali kelakuannya karena malah membuatnya mendapatkan masalah lebih besar.

"Bersihkan seluruh ruangan!"

"Baik."

Dengan kesal Ezra kembali ke ruang ganti kemudian mengambil pakaiannya sendiri.

"Ck! Benar-benar, padahal aku ingin mengerjainya."

Ezra menyayangkan karena rencananya untuk mengerjai Poppy di ruang ganti gagal total. Ia yang memang memiliki pertemuan penting tidak bisa mengulur waktu lebih lama lagi.

"Aku akan berangkat! Kau jangan berani mengambil apapun dari apartemenku."

Poppy mendesah pelan karena Ezra kembali menuduhnya yang tidak-tidak.

Memang pria itu pikir ia maling, yang berani mengambil bukan haknya!

"Baik."

"Jangan kira pekerjaanmu hari ini hanya membereskan apartemenku. Kau juga harus ke kantor!"

"Baik, Pak."

"Aku berangkat!"

Ezra pergi, tetapi Poppy menahannya. "Apa lagi? Masih rindu, hemm?"

Sepertinya memang kepercayaan diri Ezra meningkat pesat. Poppy akui itu.

"Kata sandinya apa, Pak?"

"201219."

Poppy mengerutkan kening. "Aku merasa tidak asing dengan angka itu."

Saat Poppy akan menanyakannya, Ezra sudah pergi.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status