“Ck! Sebenarnya rencana apa lagi kali ini? Aku harap tidak menyusahkanku.”
Poppy menggerutu sambil berjalan menuju unit apartemen milik Ezra.Menoleh ke kanan dan ke kiri ketika ia melewati beberapa pintu untuk memastikan agar tidak terlewat. Hingga akhirnya ia menemukan unit yang dimaksud."Kenapa lama sekali?"Wanita itu mengeluh karena sudah menekan bel beberapa kali, tetapi Ezra tidak kunjung membukanya.“Apa dia sedang mengerjaiku?”Lagi-lagi Poppy mengeluh karena kakinya mulai pegal menunggu tanpa kepastian. Hampir satu jam Poppy berada di sana sampai orang-orang yang kebetulan lewat menatapnya heran.Malu? Sudah jelas. Hanya saja rasa kesal lebih mendominasi."Bilangnya jangan terlambat. Tapi lihatlah, dia malah membuang-buang waktuku!"Tidak ingin menunggu lebih lama lagi, Poppy putuskan untuk pergi.Namun, saat ia akan melangkah tiba-tiba pintu dibuka membuat Poppy mengurungkan niatnya. Wanita itu kembali berbalik dan menatap Ezra yang menguap dengan jengah.“Kau berisik sekali!” cetus Ezra sambil kembali masuk.Mendengar ocehan Ezra jelas semakin membuat Poppy kesal.“Saya hanya melakukan seperti yang Anda perintahkan, Pak.”“Aku tidak menyuruhmu untuk menekan bel begitu banyak,” ujar Ezra tidak mau disalahkan.Poppy mengepalkan tangannya dengan gigi yang menggeretak menahan kesal.Pria itu berbalik karena merasa Poppy tidak mengikutinya. Hal itu pula yang membuat Poppy langsung menormalkan raut wajahnya.“Kenapa kau hanya berdiri di sana, hah?”“Saya tidak mendapatkan perintah untuk masuk, Pak.”Ezra menyeringai, “Kau bukan lagi seleraku sekarang, jadi kau tidak perlu takut aku akan berbuat hal aneh-aneh padamu.”Ocehan Ezra yang semakin menjadi membuat Poppy memutar bola matanya, jengah menghadapi sikap Ezra yang begitu percaya diri.“Anda salah, saya bahkan tidak pernah berpikir ke arah sana, Pak.”"Kau masih berpura-pura polos? Baiklah, aku akan pura-pura percaya.”Ezra tiba-tiba membuka kaos hitam polos yang dikenakannya. Sehingga menampilkan dada bidang dengan perut sixpack yang begitu menggoda iman.“Kita lihat, apa kau masih berpura-pura jika sudah melihat tubuhku.”Pri itu mendekati Poppy yang masih berdiri di depan pintu.Melihatnya lantas membuat Poppy menunduk dalam. Meski bukan hal tabu baginya, tetapi itu hanya berlaku jika melihat mantan suaminya.“Apa yang Anda lakukan, Pak?” Poppy tidak berani melihat Ezra yang kini sudah berdiri di depannya.Tidak menjawab, Ezra menarik satu sudut bibirnya ke atas saat melihat sikap Poppy.“Bereskan kamarku!” perintahnya setelah hanya diam beberapa saat.Refleks Poppy mendongak untuk melihat wajah Ezra karena tidak mengira jika tugas pertamanya membereskan kamar."Aku tidak menyukai bantahan!" cetus Ezra saat melihat Poppy akan protes.Tidak memiliki pilihan lain, akhirnya dengan enggan Poppy menurut. Perempuan itu mengikuti Ezra ke kamarnya."Apa kau ingin mandi bersamaku?"Pertanyaan tiba-tiba Ezra menyentak Poppy. Bagaimana bisa pria itu menanyakan hal seperti itu? Yang benar saja!"Tidak, Anda jangan main-main!" Poppy menyilangkan kedua tangannya di depan dada karena Ezra berjalan mendekat."Memang siapa yang mau mandi bersamamu? Sudah kubilang kau bukan seleraku."Pria itu berbalik lalu benar-benar masuk ke kamar mandi, sedangkan Poppy mulai membereskan kamar."Dasar pria gila!" umpat Poppy sambil mengelus dada.Sementara Ezra tertawa sambil menggosok tubuhnya.“Ini baru awal, Poppy. Aku akan membuatmu semakin menderita,” gumam Ezra penuh tekad.Tidak langsung ke ruang ganti, Ezra malah santai menghampiri Poppy hanya dengan balutan handuk yang dililit pada pinggang."Pel juga lantainya, kau harus bertanggung jawab jika tiba-tiba aku terpeleset."Dengan sengaja Ezra mengacak-ngacak rambutnya yang basah, sehingga tetesan air mengenai lantai."Anda bukan anak kecil yang akan berlarian di kamar.""Berani membatah?"Dengan cepat Poppy menggeleng saat Ezra menatapnya tajam.Pria itu berjalan menuju ruang ganti, tetapi sebelum masuk ia menghentikan langkahnya. "Siapkan pakaian untukku."Poppy mendengkus sebal.Apa-apaan ini? Mengepel lantai saja belum ia lakukan, dan Ezra sudah menyuruhnya menyiapkan pakaian. Bener-bener keterlaluan!Memilih untuk tidak menuruti perintah Ezra yang kedua, Poppy dengan sengaja berlama-lama mengepel lantai. Hingga tiba-tiba Ezra kembali dengan penampilan yang masih sama."Ck! Kenapa lambat sekali? Jika begini aku akan terlambat."Byur!Dengan sengaja Poppy menendeng ember untuk meluapkan kekesalannya."Pak, Anda masih memiliki tangan yang kuat untuk mengambil pakaian!"Kelakuan tidak terpuji Poppy jelas membuat Ezra menggeram kesal. Ia yang menyukai kerapihan dan kebersihan tidak terima kamarnya jadi becek."Kau!"Ezra menunjuk Poppy yang menunduk--menyesali kelakuannya karena malah membuatnya mendapatkan masalah lebih besar."Bersihkan seluruh ruangan!""Baik."Dengan kesal Ezra kembali ke ruang ganti kemudian mengambil pakaiannya sendiri."Ck! Benar-benar, padahal aku ingin mengerjainya."Ezra menyayangkan karena rencananya untuk mengerjai Poppy di ruang ganti gagal total. Ia yang memang memiliki pertemuan penting tidak bisa mengulur waktu lebih lama lagi."Aku akan berangkat! Kau jangan berani mengambil apapun dari apartemenku."Poppy mendesah pelan karena Ezra kembali menuduhnya yang tidak-tidak.Memang pria itu pikir ia maling, yang berani mengambil bukan haknya!"Baik.""Jangan kira pekerjaanmu hari ini hanya membereskan apartemenku. Kau juga harus ke kantor!""Baik, Pak.""Aku berangkat!"Ezra pergi, tetapi Poppy menahannya. "Apa lagi? Masih rindu, hemm?"Sepertinya memang kepercayaan diri Ezra meningkat pesat. Poppy akui itu."Kata sandinya apa, Pak?""201219."Poppy mengerutkan kening. "Aku merasa tidak asing dengan angka itu."Saat Poppy akan menanyakannya, Ezra sudah pergi.“Poppy, dari mana saja kau? Sejak tadi Pak Ezra menanyakanmu!”“Mohon maaf, Pak. Tadi saya memiliki keperluan.”“Apa itu lebih penting daripada pekerjaanmu?”Tentu saja! Ingin sekali Poppy membalas Sean. Sayangnya ia tidak mungkin mengatakan tentang kontrak yang diperbaharui kemarin.“Maaf.”“Ck! Ya sudah, lebih baik kau segera temui Pak Ezra.”“Baik.” “Sekarang dia akan melakukan apa lagi padaku?” Poppy menebak-nebak saat ia baru tiba di depan ruangan Ezra.Tok! Tok! Tok!Ezra langsung menegakkan tubuhnya, menatap Poppy dengan senyum penuh arti.“Dari mana saja kau?” “Seperti yang Anda perintahkan sebelumnya, saya baru datang dari apartemen Anda, Pak.”“Ck! Apa kau yakin sudah membereskan semua ruangan?”“Sudah, Pak.” “Kalau begitu sekarang buatkan aku kopi! Sejak tadi tenggorokanku kering karena menunggu pekerjaanmu yang lama.” Tidak protes, Poppy langsung mengerjakan perintah Ezra.“Kalau haus yang tinggal minum. Kenapa harus menungguku?” Poppy melampiaskan kekesalannya dengan
“Hahaha ….” Ezra memegang perutnya yang hampir saja kram karena tertawa terlalu lama.Melihat Poppy yang gugup menjadi hiburan baginya.“Kau tenang saja, aku bukan pria yang haus belaian. Buka matamu! Aku masih memakai celana.”Perlahan Poppy membuka mata, dan benar saja pria itu mengenakan celana pendek. "Pikiranmu terlalu kotor, kau harus mencucinya!" cetus Ezra lalu memakai pakaian.Setelah kemeja dipasang, Ezra meminta Poppy untuk mengancingkannya. Tidak lagi protes, Poppy pun melakukannya. "Pasangkan juga dasinya!" "Baik." Gerakan Poppy tiba-tiba terhenti ketika Ezra menyentuh dahinya. Ia mendongak, sehingga bertemu pandang dengan Ezra tanpa sengaja. "Aku hanya ingin memastikan jika karyawanku baik-baik saja." Ezra menarik tangannya, membuat Poppy kembali memasangkan dasi. "Sudah selesai, Pak." Poppy mundur beberapa langkah. "Hemm." Pria itu pergi ke meja makan. "Kenapa berdiri di situ? Ayo duduklah!" Ragu-ragu Poppy bergabung dengan Ezra. "Kau memasak terlalu bany
Poppy heran melihat barang yang ada di paperbag.“Untuk apa pakaian ini?” “Aku harus menghadiri undangan, kau dataglah bersamaku nanti malam.” “Tapi—” “Kau tidak lupa dengan kontrak yang sudah kau tandatangani ‘kan?” Perempuan itu bungkam. Lagi-lagi kontrak konyol yang ia tandatangani membuatnya tidak berkutik.“Baik.”“Nanti malam aku akan menjemputmu. Kau dandan yang cantik agar tidak membuatku malu!” "Baik," ucap Poppy yang sudah kebal dengan ucapan tajam Ezra. "Kau boleh pergi!" "Baik, Pak. Saya permisi." “Poppy, apa yang kau bawa?” Sean melirik ke arah paperbag yang sedang Poppy jinjing.“Ah, ini baju. Waktu itu saya memesannya secara online, dan kurirnya saya minta antar ke mari saja.” Lagi-lagi Poppy harus mencari alasan karena tidak ingin cerita masa lalunya diketahui orang. “Oh, baiklah. Apa kau tidak mendapatkan perintah dari Pak Ezra?” “Tidak, Pak.” “Kalau begitu kau bantu Rexi membersihkan kaca di lantai tiga.” “Baik.” Segera Poppy bergabung dengan Rexi. Ka
“Apa sebenarnya yang kau tangisi sampai wajahmu menjadi seperti itu?”Ezra menatap wajah Poppy yang sembab dengan penuh selidik.Kemungkinannya ada dua, antara memikirkan mantan suaminya yang tampak mesra dengan Seren tadi malam. Atau memikirkan anaknya yang sudah tiada.“Maaf.” Poppy tidak ingin menceritakannya kepada Ezra. Sehingga mengundang kekesalan pada pria itu.“Aku tidak menyuruhmu minta maaf. Lebih baik kau cuci muka yang benar! Jangan tunjukan wajah menyedihkan itu padaku. Benar-benar memuakkan,” omel Ezra sambil berlalu ke kamar mandi. Sementara Poppy keluar dari kamar Ezra lalu mencuci muka di wastafel.Perempuan itu mengembuskan napas berat–mencoba menahan sesak di dada. “Ayo Poppy, kamu harus semangat! Dunia belum berakhir,” ujarnya menyemangati diri.Setelahnya Poppy kembali melanjutkan tugasnya.“Pakaiannya sudah saya siapkan, Pak.”Langkah Ezra terhenti lalu berkata, “Kalau begitu bantu aku pakai baju!”“Baik.”Segera Poppy mengikuti Ezra ke ruang ganti. Perempuan
“Rexi, terima kasih. Berkatmu, aku bisa lolos dari pertanyaan Pak Sean tadi.”“Sama-sama, Poppy. Aku tahu kau sangat tertekan dengan kelakuan Pak Ezra.”Poppy mengangguk dengan wajah yang memelas. “Sekali lagi terima kasih.” “Sudahlah, kau tidak perlu terus-menerus berterima kasih padaku. Aku bahkan tidak melakukan sesuatu yang berarti. Lebih baik kau makan sebelum Pak Ezra mengganggumu dengan perintahnya yang konyol!” “Kau benar.”Perempuan itu lantas makan. Namun, baru beberapa suap bunyi telepon mengganggu mereka.Segera Poppy mengangkatnya. “Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?”“Poppy, kau kemarilah!” Tut!Telepon langsung dimatikan secara sepihak. Ezra tidak memberikan Poppy kesempatan untuk protes. “Ada apa?” Rexi menatap Poppy khawatir saat melihat raut wajah temannya muram.“Pak Ezra menyuruhku untuk menemuinya.” “Ck! Padahal kau baru saja akan makan.” “Mau bagaimana lagi?” Tidak dapat menolak, Poppy segera menemui Ezra di ruangannya.“Selamat siang, Pak. Apa ada
“Kau akan menabrak orang jika berjalan dengan menunduk seperti itu!” “Saya tidak nyaman dengan tatapan orang-orang.” Poppy masih saja menunduk, membuat Ezra mendengus.“Ck! Cara apa lagi yang kau lakukan sekarang? Berpura-pura jadi perempuan lugu. Begitu?”“Sudah berapa kali saya katakan kalau saya tidak memiliki niat untuk mendekati Anda, Pak.” Perempuan itu mulai jengah.“Apa aku harus percaya pada perempuan penghianat sepertimu, hemm?” Skakmat! Poppy hampir saja melupakan kejadian beberapa tahun silam.“Ck! Kau diam, artinya memang benar dengan tebakanku.” “Bukan begitu—”“Sudahlah, kau lebih baik masuk!” cetus Ezra kemudian masuk ke mobil lebih dulu.Dengan jengkel Poppy masuk. Entah harus dengan cara apa agar Ezra percaya kalau dirinya sama sekali tidak memiliki niat buruk.Apa kesalahannya di masa lalu begitu besar sehingga tidak termaafkan? “Apa yang sedang kau pikirkan? Kau pusing mencari cara lain agar aku terjerat padamu?” Ezra melirik Poppy yang sedang memijat pangka
“Aku tidak berselingkuh, Mas. Tolong percaya padaku ….” Tidur Ezra terganggu dengan racauan Poppy.Pria itu menghampiri Poppy yang tidur di kursi. “Apa yang kau mimpikan?” Ezra mengusap kilatan keringat di dahi Poppy.“Ini anakmu, Mas.” Tampak Poppy gelisah, membuat Ezra semakin penasaran. Pria itu berjongkok lalu menepuk pipi Poppy pelan.“Ezra ….” Poppy menatap Ezra dengan napas terengah.“Hemm, aku terganggu dengan tidurmu yang berisik!” “Maaf.” Perempuan duduk lalu mengatur napas. “Seharusnya Anda jangan menyuruhku untuk tidur di sini.”“Oh, lihatlah. Siapa kau mengaturku seperti itu?” Ezra berdiri membuat Poppy mendongak.“Saya hanya tidak enak karena sudah mengganggu waktu tidur Anda, Pak.”Ezra mengabaikan dan malah keluar. Tidak lama pria itu kembali dengan membawa air putih.“Kau minumlah.”“Dengan air putih, kau akan lebih tenang.” Ezra menambahkan saat Poppy hanya diam.Karenanya dengan ragu perempuan itu menerimanya. “Terima kasih.”“Hemm.” Pria itu duduk di sampi
Untungnya tadi malam Ezra benar-benar hanya tidur. Sehingga Poppy merasa aman ketika mendapati pakaiannya yang masih utuh.“Kau mau ke mana?” Suara berat yang terdengar rendah itu membuat Poppy mengurungkan niat untuk turun dari ranjang.“Saya ingin ke kamar mandi, Pak.”“Diamlah sebentar lagi.”Dengan mata yang terpejam Ezra menarik Poppy ke dalam pelukannya. Tentu saja membuat Poppy berontak.“Pak, jangan seperti in—”“Sepertinya aku demam, Poppy.”Pada saat itulah Poppy baru menyadari jika lengan yang mendekapnya begitu panas.Ia langsung mengeceknya untuk memastikan. “Anda memang demam, Pak.” “Ck! Ini semua gara-gara kau.” Ezra membuka mata karena tidak mendapatkan balasan dari Poppy. Pria itu mengerutkan kening ketika melihat Poppy yang sendu. “Apa kau begitu mengkhawatirkanku, hemm?” Segera Poppy mengontrol diri. “Saya buatkan bubur, Pak.”“Ya, kau memang harus melakukannya.”“Kalau begitu, bisa Anda lepaskan pelukannya?”Dengan enggan Ezra melepaskan pelukannya, yang m