Share

2. Ketahuan di Tempat Mesum

Dari gelagat dan cara menatap Alex ke arahku, dia sengaja ingin membuatku marah atau cemburu. Aku tahu, Alex ingin membatalkan pernikahan ini.

Baru pulang dari luar negeri, tahu-tahu disodorkan wanita cantik untuk dijadikan istri. Dia pasti bingung dan marah setengah mati. Karena bagi papa mertua, pendapatnya tidak berarti.

Mungkin dia sengaja agar aku tidak betah dan meninggalkannya. Jadi, dia tidak perlu disalahkan orang tuanya.

Dasar licik! Aku pun mau bercerai denganmu. Tapi, bukan begini caranya. Kau hanya akan mempermalukan nama baik keluarga besarmu.

Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat pria maskulin itu bertingkah kekanak-kanakan. Lagaknya seperti orang pintar, tapi melakukan hal-hal klise yang mudah ditebak untuk mendapatkan keinginan.

Baiklah, kalau itu caramu. Aku bisa melakukan sesuatu yang sama. Lihat saja, siapa yang akan pergi lebih dulu, kau atau aku?

Rendy, teman Alex, baru saja kembali dari kamar mandi dan duduk di sampingku. Dia tersenyum sekilas padaku lalu memainkan ponsel. Aku sengaja mengambil minuman beralkohol dengan gerakan kentara dan suara berisik agar dia bisa melihatnya.

"Nyonya Arion, kau bisa minum?" tanya Rendy.

Aduh, aneh sekali mendengar orang menyebutku Arion. Katminah Arion, rasa-rasanya ada yang janggal dan tidak nyaman didengar.

"Iya, aku haus sekali." Aku meneguk satu gelas penuh minuman bening berbau menyengat itu sampai habis.

"Aku panggilkan suamimu, ya?" Rendy menatapku dengan cemas.

"Tidak usah, Mas Rendy. Biarkan dia bersenang-senang. Lagi pula, hari ini hari yang berbahagia."

Rendy menatap kasihan padaku. Aku balik memamerkan mata sendu.

"Oh ...." Aku berpura-pura pusing dan terjatuh di dada bidang Rendy.

Bertingkah layaknya orang mabuk yang baru pertama kali mencicipi alkohol tidak begitu sulit. Padahal, jika aku mau, satu krat minuman beralkohol pun tidak akan membuatku mabuk.

"Aduh, aku panggilkan Alex dulu."

Rendy mendorongku pelan. Namun, aku tidak membiarkannya. Aku justru mencengkeram kemeja belakang Rendy.

"Jangan pergi, aku pusing sekali. Kenapa tiba-tiba jadi begini, ya?" Aku bicara dengan suara lirih dan sedikit manja.

Wajah Rendy merona. Dia mengusap lenganku sambil berkata, "Kau mabuk, Nyonya Arion. Apa ini pertama kali kau minum alkohol?"

"He em, Mas. Aku tidak tahu kalau minuman tadi ada alkoholnya. Pantas ... rasanya pahit, tapi menggigit." Nada suaraku semakin menggoda.

Rendy duduk tidak tenang dan sesekali melirik ke arah Alex yang masih bercengkrama dengan para wanita di sisinya. Aku bisa melihat jakun Rendy naik turun.

Jangan heran kenapa Rendy bisa langsung belingsatan karena tingkahku. Siapa yang tidak akan tergoda oleh kecantikan dan kemolekan tubuhku? Jika aku bicara manis sedikit saja, selesai sudah! Bisa-bisa, para pria di sini pingsan karena pesonaku.

"Nyonya, mau mencari udara supaya mabuknya hilang?"

"Memang bisa, Mas? Aku mau, tapi aku tidak mau kalau dipanggil nyonya terus."

"Lalu aku harus memanggilmu apa?" Rendy berbisik di telingaku. Matanya berbinar-binar. Sepertinya, dia sudah tidak peduli aku istri temannya.

"Kat," jawabku lambat dan lirih.

"Uh, baik, Kat. Ayo, ke atap."

Rendy memapahku sangat waspada agar tidak menarik perhatian orang-orang, terutama Alex. Dari gerakan-gerakan kecilnya, dia tampak cemas sekaligus antusias.

Sementara aku sendiri berusaha menarik perhatian Alex. "Ah ... pelan-pelan jalannya, Mas!" Aku mendesah sedikit keras sambil sengaja menginjak gaun panjangku.

Karena musik terlalu keras, tentu saja, Alex tidak mendengar suaraku. Kali ini, aku sengaja terlepas dari bimbingan tangan Rendy dan menubrukkan diri ke salah satu meja.

"Astaga, Kat. Hati-hati, jangan lepaskan tanganku."

"Maaf, Mas. Aku ... tidak kuat." Kubuat cara bicara dramatis.

Aku terduduk di bawah meja. Beberapa pria yang aku duga sebagai bawahan Alex, buru-buru membantuku berdiri. Namun, mereka kalah sigap dari Rendy.

"Pegang yang erat, ya, Sayang." Rendy melingkarkan tanganku ke pinggangnya. "Uh, maksudku, Kat. Maafkan aku."

Kami pun berjalan pelan menaiki anak tangga. Sejak musik tidak lagi terdengar, aku semakin sadar jika Rendy mungkin sedang berfantasi liar ingin melakukan sesuatu denganku.

Napas pria itu terengah-engah. Dadanya naik turun dengan cepat. Matanya menatap sayu ke arahku.

Meskipun dia juga cukup tampan bagi para wanita, tapi tidak denganku. Aku sama sekali tidak tertarik padanya.

"Terima kasih, Mas Rendy baik sekali padaku."

"Apa sih yang dilakukan Alex? Meninggalkan istri secantik ini sendirian! Sudah menikah, tapi kelakuan masih tidak benar," cerca Rendy.

"Awww!" Kakiku menyandung gaun menyebalkan yang sudah tidak terlihat cantik ini.

"Aku bantu, ya."

Rendy cekatan menarik gaunku sedikit ke atas supaya aku leluasa menapak anak tangga. Ketika melakukannya, dia sengaja menyenggol betisku.

Aku ingin menendang kepalanya sekarang juga. Tapi, aku tidak bisa melakukan itu. Aku masih membutuhkan Rendy untuk memancing amarah suamiku.

Pria-pria tadi yang mau menolongku pasti sudah mengadukan apa yang mereka lihat pada Alex. Aku pun diam-diam menghitung mundur seberapa cepat reaksi Alex. Atau mungkin dia malah tidak peduli istrinya dibawa pergi oleh temannya sendiri?

Sampai di lantai atap gedung, banyak pasangan bermesraan. Tidak jarang terdengar suara lenguhan lirih dan decapan basah, entah apa yang mereka makan di tempat remang-remang. Aku berusaha tidak melihat ke arah mereka meskipun sedikit penasaran.

"Dingin, ya, di sini."

"Sini, Kat, duduk lebih dekat." Rendy menarik tanganku. Kami duduk berimpitan sambil menikmati pemandangan hiruk-pikuk kota di bawah sana.

"Benar katamu, Mas. Aku jauh lebih baik setelah kena angin malam."

"Iya, kan! Pemandangannya juga bagus di sini."

Ya, karena tempat ini mungkin sudah biasa digunakan untuk pasangan memadu kasih. Tempat yang bagus bagimu untuk melancarkan aksi nakalmu.

"Mas Rendy sudah berteman lama dengan Alexander Arion?"

"Hahaha. Kenapa nyebut namanya panjang sekali, Kat?"

"Habisnya, hari ini pertama kali aku bertemu dengan Alexander. Tahu namanya pun baru tadi."

"Sungguh?" Kelopak mata Rendy terbuka lebar. "Pasti kau tidak nyaman sekali dengannya."

"Betul, Mas. Justru aku lebih banyak bicara dengan Mas Rendy daripada dia sejak menginjakkan kaki di kota."

Rendy tersipu. "Kat ..."

Sebelum Rendy selesai bicara, pintu terbuka dengan kencang sampai membentur dinding. Kami berdua serempak menoleh ke belakang.

Alex menatap kami dengan sorot mata membara. Napasnya tidak beraturan. Artinya, dia berlari sampai di tempat ini. Aku menahan tawa susah payah.

"Mau kau apakan istriku?!" bentak Alex kepada Rendy.

Aku pikir Rendy akan takut. Mengingat keluarga Alex lebih terpandang dari Rendy yang sama sekali tidak aku tahu asal-usulnya. Tetapi, aku salah, Rendy justru balik membentak.

"Aku bantu istrimu cari angin karena mabuk. Kau juga, tahu bawa istri, tapi masih berani main serong di depannya!"

"Itu bukan urusanmu!"

Para pasangan yang dimabuk cinta sontak berhenti melakukan aktivitas panas mereka. Perhatian mereka sekarang terpusat pada kami bertiga.

Jika ini terjadi pada orang lain, mungkin dia akan malu berada di posisiku. Perempuan dengan gaun pengantin sedang duduk berduaan dengan pria yang bukan suaminya di tempat mesum. Dan sang suami tiba-tiba datang memergoki.

Sayangnya, aku tidak malu sama sekali. Aku tidak pernah peduli dengan ucapan orang-orang yang tidak aku kenal.

Perseteruan Alex dan Rendy pun semakin memanas. Apabila sedang berada di tempat kerja rahasia, aku pasti sudah bertaruh pada siapa yang kira-kira jadi pemenangnya.

Jika dilihat dari cara Alex mencengkeram kerah kemeja Rendy, otot lengannya cukup kuat dan keras. Meskipun tidak begitu besar seperti binaragawan, tapi justru lebih nyaman dipandang.

Di sisi lain, Rendy pun tidak kalah. Dorongan tangannya lumayan kuat sehingga Alex yang sedikit mabuk terhuyung ke belakang.

Teman-teman mereka yang lain mulai berdatangan dan menghentikan pertengkaran. Aku setidaknya harus melakukan sesuatu. Akan aneh jadinya jika aku hanya berdiri sambil berharap mereka mulai bertarung dengan sungguh-sungguh. Padahal, sedang seru-serunya ketika Alex hendak memukul wajah Rendy.

Dasar! Kenapa mereka harus datang sekarang?

"Jangan! Berhenti! Sudah cukup!" Aku memeluk pria itu, seolah mencegah agar mereka berhenti bertengkar.

Tapi ... sial! Aku lupa kalau suamiku bukan yang sedang aku peluk dengan erat saat ini!

Bodoh sekali diriku! Kenapa aku malah memeluk Rendy?!

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Kristanti Marikaningrum
Tambah ngamuk lah suamimu, Katminah...
goodnovel comment avatar
Kikiw
hadihhh Katminah wkkwkwkw
goodnovel comment avatar
Popow
wkwkwk mcnya koplakk
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status