Aku menatap pantulan diriku sendiri di cermin. Gaun putih panjang melilit tubuhku yang indah. Rambutku disanggul modern dan dihiasi bunga-bunga putih kecil.
Cantik sekali!Sayangnya, hari ini tidak secantik diriku. Sebab, aku akan menikah dengan orang yang sama sekali tidak aku kenal.Aku dijodohkan ayah dengan anak teman semasa kecilnya. Janji bodoh masa lalu itu menyeretku ke dalam pernikahan yang tidak pernah aku inginkan.Aku memang belum mau menikah dengan siapa pun meski tidak dijodohkan. Bukan karena aku tidak laku. Namun, karena aku orang penting yang masih sibuk dengan pekerjaan. Kehadiran lelaki di hidupku hanya akan menjadi batu sandungan dalam meniti karir.Lagi pula, aku bukan perempuan yang pandai mengurus rumah. Mau jadi istri seperti apa aku? Tidak bisa masak, malas mencuci, bahkan aku tidak pernah bersih-bersih.Karena itu, orang-orang menjuluki aku sebagai perempuan pengangguran malas yang tidak punya keahlian apa-apa, bunga desa yang hanya modal cantik saja, atau parasit dalam keluarga.Cukup panjang, bukan? Itu pun belum semua!Jika aku mau membuat catatan harian, pastilah satu halaman hanya dipenuhi dengan julukanku saja. Untungnya, aku yang pemalas ini terlalu malas untuk menulis.Lalu, mengapa aku bisa bilang lelaki akan menghambat karirku?Jawabannya nanti saja. Karena saat ini, aku sedang diseret wanita cantik menuju aula pernikahan. Yang tidak lain adalah Sabrina, istri dari adik calon suamiku."Selamat, ya, Kak Kat. Aku senang Kak Kat jadi bagian dari keluarga kami.""Iya, aku juga," kataku bohong.Aku lihat ibuku di bangku paling depan menunggu dengan wajah merah menahan tangis. Harusnya jantungku berdebar-debar atau air mata meleleh haru. Namun, aku tidak melakukannya.Meskipun tidak menginginkan pernikahan ini, aku tidak mau dandananku luntur. Aku ingin menonjolkan kecantikan di foto pernikahan nanti. Tidak peduli bagaimana wajah pria yang akan menjadi pendamping hidupku untuk ... semoga tidak selamanya.Tepuk tangan meriah memenuhi satu ruangan. Lengan ayahku menanti sambutan tangan.Wajah-wajah bahagia dan alunan musik lembut mengiringi langkah. Terdengar sorak semarai ketika aku melewati mereka. Tidak jarang kudengar puji-pujian atas penampilanku yang anggun dan menawan.Ayah menggandengku sampai ke arah pria yang hanya memamerkan punggungnya. Dengan tuksedo putih dan ujung belakang panjang bak pakaian ala pangeran.Setelah tersisa beberapa langkah, penghulu menyuruh pria itu berbalik menyambut calon pengantin wanita, yaitu aku. Cahaya dari jendela yang terletak begitu tinggi menyinari wajah calon pengantin pria.Silau!Bukan karena ketampanannya dan bukan efek karena dia yang menjadi pemeran utama hari ini. Akan tetapi, aku tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas akibat sinar matahari.Pengantin pria mengulurkan tangan padaku. Aku pun memegang lembut tangan kokoh itu. Ketika aku berdiri di sampingnya, terlihat jelas bagaimana wajahnya.Hmm ... lumayan. Tidak buruk juga.Dia memiliki postur tegap dan tinggi. Aku yang memakai sepatu lima senti hanya mencapai bagian bawah hidung mancungnya. Pupil mata hijau gelap menandakan dia memiliki darah campuran.Kalau aku penggemar blasteran, pasti aku langsung melonjak kegirangan saat ini. Sayangnya, aku tidak memiliki kriteria khusus pada lelaki. Semua pria sama saja di mataku.Bukan aku tidak menyukai pria. Akan tetapi, aku belum begitu tertarik dengan lawan jenis meski usiaku sudah menginjak dua puluh lima tahun.Sebaik apa pun wajah seorang pria, mereka tidak akan bersinar jika tidak bisa aku miliki. Tetapi, karena dia akan menjadi milikku, aku akan menilainya sebagai pria tampan."Silakan duduk," ucap penghulu.Kami duduk berdampingan, kemudian mengucap ikrar pernikahan. Setelah itu, pria yang baru aku tahu namanya sebagai Alexander Arion, melingkarkan cincin di jari manisku.Aku tersenyum lebar padanya. Tentu saja, itu hanya pura-pura. Dan sudah menjadi keahlianku berubah menjadi seperti orang lain saat bertemu banyak orang.Alexander Arion memamerkan wajah bahagia padaku. Aku yakin seratus persen, dia pun sedang bersandiwara.Selama dua jam, kami berdua terus berlakon di depan orang tua dan para tamu undangan. Sampai acara pernikahan berakhir.Aku tidak pernah menyangka, tersenyum selama berjam-jam bisa membuat rahangku kesakitan. Tanganku pun pegal-pegal karena jabatan tangan yang mengantre mirip orang-orang yang minta jatah sembako di desaku. Sungguh sangat melelahkan."Kami sudah menyiapkan hadiah pernikahan untuk kalian," kata Arthur Arion, papa mertuaku."Terima kasih, Om.""Kenapa masih panggil om, Kat? Panggil papa saja.""Oh, iya, lupa... Maaf, Papa." Aku tersenyum malu-malu.Mobil hitam mewah dihiasi bunga-bunga menepi di depan kami. Ibu memeluk lama dan erat sambil menepuk-nepuk punggungku."Kau sudah menikah. Jadi istri yang baik untuk suamimu. Jangan merepotkan keluarga Arion. Dan yang penting, semoga kau bahagia, ya, Nak.""Iya, Bu."Apakah aku harus menangis saat ini? Tidak perlu, bukan? Aku terlalu lelah menguras air mata yang tidak benar-benar ada."Tenang saja, Bu. Aku akan membahagiakan istriku lahir batin," ucap Alexander Arion."Titip Katminah, ya, Alex." Ayah menepuk bahu suamiku."Pttf." Terdengar suara seseorang menahan tawa.Dia Alexandra Arion, saudari kembar suamiku. Alih-alih Alex, dia yang datang ke acara lamaranku seminggu lalu. Karena Alex masih sibuk membereskan pekerjaan di luar negeri.Seperti waktu itu, Alexa terkekeh setelah mendengar namaku disebut. Bukan Kate, Katty, maupun Katherine. Hanya satu kata, Katminah.Memangnya ada yang salah dengan namaku?"Ayo, Istriku, kita berangkat sekarang." Alex menarikku mendekat padanya.Kurang ajar! Baru bertemu sekali sudah berani pegang-pegang pinggang!"Baik, Suamiku. Sampai jumpa, semuanya."Betapa lihainya Alex berakting. Membukakan pintu mobil dan memakaikan sabuk pengaman untukku. Kemudian, melambaikan tangan penuh sukacita pada semua keluarga.Alex mulai menginjak pedal gas. Sampai gedung pernikahan tidak lagi terlihat, wajah palsunya hilang. Dia melonggarkan dasi dan membuka kancing kemeja paling atas dengan raut kesal."Hei, Perempuan Desa." Nada suara Alex dingin dan tidak nyaman didengar."Ada apa, Pria Kota?"Mimik wajah Alex tampak menahan tawa. Entah apa yang dipikirnya, aku tidak tahu dan tidak peduli."Kita mampir ke tempat temanku dulu. Mereka mengadakan pesta untuk menyelamati pernikahanku."Ku? Kenapa bukan kita? Apa kau tadi menikah sendiri?"Mereka tidak diundang tadi?""Ada. Ini pesta khusus anak muda. Ah, kau pasti tidak tahu. Nanti lihat sendiri saja.""Kita tidak ganti baju dulu? Masa pakai seragam nikah begini.""Seragam?" Alex tersenyum miring, sinis, dan menghina. "Pakai ini saja. Repot bolak-balik.""Baik."Tidak sampai seperempat jam, kami berdua sampai di Gavin Bar. Di dalam sana, kami disambut oleh sorakan dan ledakan sampanye."Selamat, Bung! Akhirnya laku juga.""Sudah tidak bisa senang-senang, nih?"Telingaku sakit, kepala pening mendengar sorak-sorai dan musik keras. Apalagi, Alex telah meninggalkanku sendirian, menambah rasa kesal di dada.Setelah puas bertukar sapa dengan teman-temannya, Alex kembali padaku. Dia menggandeng tanganku menuju salah satu sofa yang mengelilingi meja besar."Di desa tidak ada yang seperti ini, kan?""Iya, tidak ada. Bagus sekali ternyata hidup di kota."Alex tersenyum menghina. "Beruntung kau punya suami sepertiku. Lihat wanita-wanita itu. Mereka sudah mengantre untuk mendapatkan diriku sejak lama, tapi akhirnya malah diambil sama perempuan desa sepertimu."Tch, banyak lagak sekali kau!"Kau tunggu di sini dulu. Jangan ke mana-mana."Alex berjalan menuju sofa lain yang penuh dengan para wanita. Dia melempar diri di tengah-tengah mereka.Kedua kakinya dilipat dengan sikap arogan. Lengannya terbuka lebar dan bersandar di punggung sofa. Dua wanita dengan genitnya memeluk dan membelai manja dada sang suami yang tidak aku cinta.Dari gelagat dan cara menatap Alex ke arahku, dia sengaja ingin membuatku marah atau cemburu. Aku tahu, Alex ingin membatalkan pernikahan ini.Baru pulang dari luar negeri, tahu-tahu disodorkan wanita cantik untuk dijadikan istri. Dia pasti bingung dan marah setengah mati. Karena bagi papa mertua, pendapatnya tidak berarti.Mungkin dia sengaja agar aku tidak betah dan meninggalkannya. Jadi, dia tidak perlu disalahkan orang tuanya.Dasar licik! Aku pun mau bercerai denganmu. Tapi, bukan begini caranya. Kau hanya akan mempermalukan nama baik keluarga besarmu.Aku hanya bisa geleng-geleng kepala melihat pria maskulin itu bertingkah kekanak-kanakan. Lagaknya seperti orang pintar, tapi melakukan hal-hal klise yang mudah ditebak untuk mendapatkan keinginan.Baiklah, kalau itu caramu. Aku bisa melakukan sesuatu yang sama. Lihat saja, siapa yang akan pergi lebih dulu, kau atau aku?Rendy, teman Alex, baru saja kembali dari kamar mandi dan duduk di sampingku. Dia tersenyum sekilas padaku lalu m
Terdengar degup jantung Rendy yang begitu kencang saat aku sempat memeluknya. Pria itu sekarang terdiam dan tiba-tiba kehilangan amarah."Astaga, Suamiku! Jangan pukul dia lagi! Nanti tanganmu sakit!"Beruntung, aku sangat gesit dan cepat tanggap situasi. Aku langsung berbalik berhadapan dengan Alex. Merentangkan kedua tangan seakan melindungi orang di belakangku."Kau, dasar perempuan desa! Baru beberapa jam jadi istriku sudah nempel-nempel lelaki lain!""Bukan begitu, Lex. Aku cuma mengajak Kat cari angin." Sekarang giliran Rendy yang menghalangi Alex supaya tidak memarahiku. Bak kuda hitam, pria itu mendorong lembut bahuku sampai berdiri di belakangnya.Orang-orang mulai mencaciku. Perlakuan Rendy justru membuat kami terlihat memiliki hubungan spesial, sampai-sampai tidak segan saling melindungi. Seharusnya, aku memungut biaya dari mereka yang berkerumun karena telah menyuguhkan drama rumah tangga secara langsung."Kau tidak usah ikut campur urusan rumah tanggaku!" hardik Alex."B
"Aku sudah sampai di depan. Cepat bersiap dan segera turun." Suara dari seberang telepon penuh dengan penekanan.Seorang kurir bertopi yang enggan menampakkan wajah, mengantar mantel hitam panjang dan sepatu dengan warna senada. Aku bergegas ganti baju lalu turun ke parkiran."Cepat masuk! Kenapa lama sekali?" Di dalam mobil sport hitam mewah, Ray, pemilik suara yang meneleponku tadi, bersungut-sungut kesal.Ray selalu saja begitu. Selalu terburu-buru menghadapi sesuatu. Karena itu, dia sangat membutuhkanku.Berbeda darinya, aku memiliki pembawaan tenang dan pandai mengontrol emosi. Aku juga satu-satunya orang yang bisa mengendalikan Ray jika dia mulai mengamuk."Suamiku baru tidur," jawabku santai."Cih, suami ...." Ray menginjak pedal gas dengan kuat."Kenapa? Kau cemburu, Bos?""Ya, aku cemburu! Ingat, ya, meski sudah menikah, kau tetap milikku. Pokoknya, aku yang harus selalu menjadi prioritas!""Siap, Bos!"Aku terkekeh melihat reaksi Ray yang kesal dan masih menggerutu. Wajah ga
Hati wanita mana yang tidak hancur ketika melihat suaminya bercumbu dengan perempuan lain? Istri mana yang tidak sakit hati mendapati perselingkuhan sang suami?"Mas ...." Aku membungkam mulut yang terbuka lebar dengan jemari."Oh, kau sudah datang rupanya." Alex mendorong pinggul perempuan itu dari pangkuannya. Tapi, si perempuan kembali menduduki paha Alex."Hei, pergi dulu dari sini. Dia istriku." Alex mengusap lembut pipi perempuan itu.Perempuan itu hanya berpindah ke sofa sambil melipat tangan di depan dada. Dia menyilangkan kaki jenjangnya sehingga rok mininya terangkat sampai memperlihatkan paha putih mulus tanpa noda.Dengan tidak tahu malunya, perempuan itu menggerutu ketika aku melewati dirinya. "Mengganggu sekali!"Aku mengambil bekal makan siang yang sudah hancur di dalam kantong plastik. Tapi, aku tetap menyerahkannya ke meja kerja suamiku dengan tangan bergetar."Maaf, aku tidak tahu kalau kau datang secepat ini." Alex menutup kancing teratas yang tadinya terbuka."Mas
Tadi malam aku tidak bisa tidur nyenyak. Gara-gara terkejut, aku sampai tidak sadar ada anak buah BDS yang berjaga tidak jauh dari lokasi persembunyianku.Suara gemerisik dari kakiku yang gemetaran karena kesemutan saat mencoba berdiri, menarik perhatian dua penjaga BDS. Terpaksa aku pergi sebelum melihat ke mana mereka membuang jenazah suamiku.Dua penjaga melintas tidak jauh dariku dengan senter di masing-masing tangan. Cahaya senter itu hampir menyapu area di sekitarku. Namun, aku diselamatkan oleh seekor kucing yang melompat di dekat mereka entah dari mana asalnya. Perlahan aku mengembuskan napas lega.Untung saja, mereka juga sama sekali tidak menyadari keberadaanku. Aku langsung kabur secepat kilat ketika perhatian mereka teralihkan dan malah bermain-main dengan si kucing lucu.Sampai di rumah, aku segera menghubungi Ray untuk minta izin libur kerja malam ini. Dengan alasan sakit dan susah beranjak dari tempat tidur. Tentu saja, bosku itu marah besar. Awalnya, Ray tidak mengiz
Arion Group merupakan perusahaan multinasional yang cukup terkenal dan bisa dibilang bersih dari berbagai masalah hukum. Tidak pernah ada gosip buruk yang menerpa perusahaan maupun karyawan.Perusahaan milik keluarga suamiku itu sudah ada sejak ayah dari papa mertuaku masih hidup. Dari dulu, Arion Group juga terkenal karena ikut andil dalam pembangunan negara.Biarpun bukan perusahaan nomor satu, banyak pihak, mulai dari pengusaha dan pemerintah yang menghormati keluarga Arion. Dan meski Arion Group sudah mulai membuat cabang di luar negeri, tidak ada tanda-tanda mereka bekerja sama dengan mafia seperti Black Devil Scorpion. Jika melihat prinsip keluarga papa mertua, hanya satu persen kemungkinan mereka menjalin hubungan dengan mafia secara diam-diam. Tidak mungkin papa mertua sudi mencoreng nama baik keluarga hanya demi berbisnis di dunia hitam.Tapi, aku pun tidak tahu yang sebenarnya terjadi. Kalau mereka saling berhubungan pun, mungkin hanya antara Alex dan kelompok BDS. Kerja s
Tatapan Ray begitu sensual. Dia seolah menelanjangi tubuhku hanya dengan mata coklat gelap itu. Rasa gugup yang baru saja aku rasakan menguap begitu saja."Apa yang harus aku lakukan, Bos?""Mudah. Mulai sekarang, jangan datang ke sini dulu."Aku mengerutkan kening. Tidak paham mengapa dia meminta aku menjauh darinya sampai tidak diizinkan datang. Bukankah aku kupu-kupu favoritnya? Apa dia akan membuangku karena aku memiliki suami yang berhubungan dengan kelompok BDS?Spontan aku mengutuk Alex dalam hati. Mengapa juga dia harus kebanyakan tingkah? Tidak! Seharusnya aku tidak bilang tentang apa yang dilakukan suamiku kepada Ray sejak awal. Tapi, itu juga tidak benar. Aku tidak berani membohongi Ray dan tidak mau menyembunyikan sesuatu darinya."Kenapa, Bos? Apa kau tidak membutuhkan aku lagi?" Akhirnya aku bertanya."Aku selalu butuh kau, Baby. Jangan khawatir, aku akan memberimu bayaran dua kali lipat dari yang biasanya selama kau tidak datang. Setuju?"Mataku langsung berbinar-bina
"Kok, Mas Alex sepertinya meremehkan aku? Jangan begitu, Mas. Biarpun aku hanya lulusan SMK, aku langganan juara satu dari kecil. Lagi pula, aku juga tidak minta posisi tinggi. Cukup menjadi karyawan biasa."Lagi-lagi, Alex berdecih menghina. Sikap Alex sungguh menguji kesabaranku. Ingin sekali aku siram wajahnya dengan kopi. Apa salahnya lulusan SMK? Banyak orang sukses yang bahkan tidak menamatkan sekolah!"Semua karyawan, termasuk karyawan biasa di Arion Group, pernah menempuh pendidikan tinggi. Dengan ijazahmu, kau hanya bisa jadi petugas bersih-bersih.""Tidak masalah. Aku mau, Mas.""Apa kau gila?! Kau sudah menikah denganku. Mau ditaruh di mana mukaku kalau semua karyawan tahu istri direktur yang sebentar lagi jadi presiden direktur mereka jadi tukang bersih-bersih?!"Suara Alex melengking tinggi. Aku pun terkekeh-kekeh geli."Ya, mukamu tetap di kepala, Mas. Mau dipindah ke mana lagi?""Maksudnya bukan secara harafiah! Bicara denganmu cuma bikin capek hati dan pikiran! Hal se