Share

Di Lelang

Malam pertama di rumah berlantai dua itu, terasa begitu lama.

Walau di dalam kamar, Gendis bisa mendengar suara orang berlalu lalang melewati kamar tempat dia dan Suli berada, namun dia tidak bisa melihat dengan jelas siapa saja mereka yang berjalan di lorong depan kamarnya.

Gendis mendekati Suli yang sedang terbaring di tempat tidur, peluh membasahi kening Suli.

Di raihnya baskom berisi air lalu menyekanya dengan handuk kecil yang ada di dalamnya.

Suli memegang tangan Gendis yang tengah menyeka peluh di keningnya.

"Gendis, aku baik-baik saja. Sebaiknya kamu beristirahat untuk memulihkan tenagamu." 

Lalu Suli bangkit dan menyandarkan tubuhnya di tempat tidur.

"Aku tidak bisa tidur Suli, di luar berisik sekali. Aku takut jika tiba-tiba ada orang masuk ke kamar ini."

Gendis duduk di sisi tempat tidur, sesekali matanya melihat ke arah pintu.

"Mereka tidak akan masuk ke sini sebelum memenangkan lelang."

"Apa ... lelang?" pekik Gendis.

"Iya. Orang-orang yang datang ke sini, adalah mereka yang telah memenangkan lelang sebelumnya." Suli menjelaskan.

"Benar-benar gila. Mereka menyamakan manusia seperti sebuah benda," desis Gendis.

"Mereka memang biadad, Gendis. Itulah sebabnya, kamu harus bertahan untuk bisa pergi dari tempat ini."

"Tapi bagaimana caranya, Suli? Kamu lihat, kan, di luar penuh penjaga bahkan aku lihat ada dua ekor anjing di bawah sana."

Gendis mengarahkan telunjuknya keluar jendela, dimana dia melihat dua ekor anjing ketika datang ke rumah ini. 

"Kamu lihat itu, Suli. Bahkan di luar sana, para penjaga berkeliaran menjaga tempat ini 24 jam."Gendis menyibak gorden yang menutup jendela kamar.

Melihat betapa ketatnya penjagaan di rumah ini, membuat Gendis merasa putus asa. Namun dia tidak akan menyerah begitu saja. Dan untuk menjadi pemuas nafsu para pria hidung belang, juga bukan impiannya.

Gendis mondar-mandir di dalam kamarnya, Suli hanya menatap apa yang dilakukan Gendia tanpa bisa berbuat apa-apa. 

Karena dia tahu betul, melarikan diri dari tempat ini adalah sebuah kemustahilan.

Suli ingat betul, bagaimana dia pernah mencoba melarikan diri dari tempat ini, di awal kedatangannya.

Bahkan, sebelum kakinya menginjak luar pagar, penjaga sudah menyeretnya kembali untuk masuk ke dalam rumah, yang mengakibatkan dia mendapat hukuman dan harus di kurung di dalam gudang selama 3 hari 3 malam.

Mengingat apa yang pernah terjadi padanya, Suli menarik nafas dalam, sambil menggelengkan kepala.

Dalam hati dia berkata "Gendis, apakah kamu juga akan melakukan seperti apa yang aku lakukan dulu?"

"Suli, lihat ... apakah kamu tahu, apa yang ada di belakang tembok itu?"

Gendis memberi isyarat pada Suli untuk mendekat padanya, yang masih berdiri di dekat jendela, sementara matanya mengawasi sekitar rumah yang di kelilingi dinding yang sangat tinggi.

Suli perlahan mendekat ke arah Gendis dan berdiri di sebelahnya, lalu dia berkata.

"Di belakang tembok itu adalah hutan yang menuju ke arah perbukitan yang ada di sebelah sana. Kamu akan melihatnya dengan jelas di siang hari." 

"Jadi ... rumah ini ada di dekat hutan?" tanya Gendis.

"Iya. Jauh dari perkampungan. Butuh 3 jam perjalanan untuk sampai ke kota menggunakan mobil." Suli menjelaskan.

"Aku beberapa kali keluar dari rumah ini, ketika tamu yang membookingku membawaku keluar dari tempat ini."

"Keluar dari tempat ini? Berarti kita bisa lari ketika berada di luar, kan, Suli?" Gendis bertanya dengan naive.

Suli menggelengkan kepala lagi, lalu menjawab, "Tidak semudah itu, Gendis. Karena anak buah Dirga akan mengikuti kemananpun kita pergi."

Gendis menarik nafas berat, lalu menghempaskan tubuhnya di atas sofa.

"Apakah kita akan menjadi pelacur selamanya, Suli?" tanya Gendis, lalu gadis itupun menangis membayangkan apa yang akan menimpa dirinya setelah malam ini.

****

Brakk ....

Pintu di buka dengan kasar, hingga membuatku berjingkat dan sponpan berdiri dari ranjang yang ku duduki.

"Bawa dia kelaur!" Seorang pria berpakaian rapi memberi perintah pada pria bertato yang semalam menghanjar Suli.

Dengan kasar, pria itu menarik tanganku kasar dan membawaku ke hadapan pria tersebut.

"Beri dia pakaian yang sudah disiapkan, setelah itu bawa dia turun."

Kali ini, Tania, wanita yang mengaku sebagai istri Dirga mendekatiku.

Lalu dia memandang ke arah pria yang menarik tanganku, "Kalian keluarlah, biar aku yang menangani ini."

Pria itu memandang Tania sejenak, sebelum akhirnya beranjak meninggalkan kamar.

"Buka bajumu, dan ganti dengan ini."

Tania menyerahkan sebuah baju berwarna biru padaku. Aku membolak balik baju itu dengan perasaan bingung.

Tidak ada lengan pada paju ini, dan sangat kecil.

"Bagaimana aku memakai baju seperti ini, apakah ini baju dalaman?" tanya Gendis polos.

"Buka bajumu!" bentak Tania.

Lalu, Tania berusaha membuka paksa pakaian yang dikenakan Gendis.

"Jangan sentuh aku." Gendis mendorong tubuh Tania hingga membuatnya hampir terjengkang.

Namun Tania dengan cepat memegang tangan Gendis dan menariknya ke belakang, hingga membuatnya berteriak kesakitan.

"Sakit, lepaskan ...." Teriak Gendis.

"Ikuti perintahku, atau aku akan mematahkan tanganmu." ancam Tania, yang membuat Gendis menggangguk karena tidak sanggup lagi menahan rasa sakit.

"Baik ... tapi lepaskan tanganku."

Tania melepaskan tangan Gendis dan menyerahkan baju yang tadi sempat di lempar Gendis.

Dengan Ragu, Gendis membuka bajunya. Namun, dengan kasar Tania membuka dengan cepat baju yang dikenakan Gendis.

Hingga membuat Gendis hampir telanjang dan hanya menyisakan celana dalamnya saja.

Gendis buru-buru menutup dadanya dengan kedua tangannya.

Tania mencebik melihat apa yang dilakukan Gendis.

"Jangan konyol dan kampungan, cepat pakai baju itu."

Gendis kemudian memakai baju yang disodorkan oleh Tania. Baju dengan model 'tube' itu hanya menutupi bagian dada hingga sebagian paha tania, bahkan, dadanya terlihat begitu menonjol seperti hendak keluar.

Tania sibuk menaik turunkan baju yang kini melekat di tubuhnya. Tiap dia tarik ke atas, maka bokongnya akan menyembul keluar, apabila dia turunkan, justru dadanya yang keluar.

Hingga membuatnya hampir menangis melihat dirinya sendiri dengan penampilan setengah bugil.

Tania mengeluarkan make up dari dalam tasnya, lalu memoles wajah cantik Gendis. 

Tak butuh lama, untuk merubah penampilan Gendis hingga terlihat begitu sensual dengan warna make up yang cerah.

"Jangan cengeng, tersenyum dibhadapan tamu yang datang." Perintah Tania sebelum mereka meninggalkan kamar.

Gendis memandang Suli dengan pandangan menghiba, namun Suli hanya bisa menggeleng lemah dari atas tempat tidur.

Tania menggandeng tangan Gendis menuruni tangga menuju lantai bawah, dimana banyak orang berada disana.

Beberapa gadis muda dan cantik dengan penampilan yang tidak jauh berbeda dengan dirinya berdiri berjejer.

Sementara Dirga duduk di sebuah sofa di dampingi Tania.

Sementara ada beberapa pria dengan pakaian rapi ada di sana, dari penampilannya, mereka bukanlah orang sembarangan.

Dirga berdiri dan maju ke depan, lalu dia berkata, " Selamat datang tuan-tuan sekalian, sudah cukup lama kita tidak bertemu, ya. Dan beruntung sekali, kali ini, saya punya barang baru."

Lalu Dirga menatap kearahku, kemudian melanjutkan kalimatnya, " Dia baru menghabiskan malam pertamanya kemarin, jadi bisa dibilang, masih baru."

Kemudian beberapa pria itu tertawa mendengar ucapan Dirga, seorang dari mereka berkata, "Di buka dengan harga berapa?"

Dengan cepat, seorang diantara mereka mengacungkan tangan sambil nyebutkan nominal "Sepuluh juta."

"Lima belas juta," balas yang lain.

Beberapa saat ruangan menjadi hening, lalu seorang lagi berkata, "Dua puluh juta."

Gendis menggigit bibir bawahnya, merasa dirinya seperti sebuah barang dagangan yang diperjual belikan.

Setelah tawaran seharga dua puluh juta, tidak ada lagi yang memberi penawaran, hingga muncul seorang pria yang langsung bergabung dengan mereka dan memberi sebuah penawaran, "Tiga puluh juta, dan aku butuh dia dua hari."

"Dia masih baru," ucap Dirga.

"Tapi dia sudah tidak perawan, apanya yang baru."

Hati Gendis bagai teriris mendengar percakapan itu, begitu rendahnya dirinya dihadapan mereka.

"Deal!" Ucap Dirga sambil menutup acara lelang.

Pria yang baru masuk dan memenangkan lelang atas diriku, berjalan mendekat ke arahku.

Dia menatapku seperti kucing kelaparan.

****

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status