"Astaga Nevan? Kenapa kamu bisa ada di kamar Papa? Kenapa tidak ketuk pintu dulu saat masuk?" amuk Revan.Bocah kecil itu langsung menundukkan kepalanya. Dia tidak pernah dibentak oleh Mamanya. Maka dari itu, dia takut saat mendengar suara Revan yang meninggi.Raina yang mengerti pikologis Revan langsung menyenggol lengan suaminya.Raina pun menarik selimut sampai menutupi tubuhnya. "Sayang, maaf, Mama belum sempat bicara sama Papa. Sekarang, kamu tunggu Papa dan Mama di luar. Setelah ini, kami akan mengantarkanmu mendaftar sekolah," ujar Raina penuh kelembutan.Bocah kecil itu pun mengangguk, lalu keluar masih dengan kepala menunduk. Raina menghela nafas panjang."Pa, jangan terlalu keras sama Nevan. Dia itu belum pernah dibentak sama Nayumi. Wanita itu mungkin terlalu menyayanginya hingga tak pernah memarahinya. Kita didik dia secara perlahan. Nayumi tidak memiliki suami, tentu dia bisa dengan bebas masuk kamar mamanya," nasehat Raina."Ahh iya, aku lupa. Nanti aku akan meminta maaf
"Lah, kok malah pingsan," gumam Revan.Lelaki itu tidak terlihat panik saat sang istri jatuh pingsan. Dia dengan santainya menggendong tubuh istrinya kemudian menidurkannya di ranjang.Beberapa jam kemudian, Raina sadar. Dia melihat putra sulungnya ada di sampingnya sambil tersenyum manis."Ngapain kamu senyum-senyum?" Kesal Raina."Hehehe, akhirnya, adik Varo udah jadi. Ternyata, tak sia-sia aku kemarin meminta Papa membuat Mama hamil," celetuk remaja tampan itu.Raina pun bangkit dan menjewer telinga sang putra. "Jadi, semua ulah kamu dan Papa ya. Gara-gara kalian, Mama hamil lagi. Kalian pasti yang menukar obat yang biasa Mama minum," omelnya."Aduh Ma, ampun, sakit Ma. Bukan Varo yang melakukan itu. Varo cuma menyuruh Papa supaya Mama bisa hamil," aku remaja itu."Sama saja, kalian telah bersekongkol rupanya," kesal Raina.Wanita itu pun melepaskan tangannya. Dia juga tak tega menyakiti putranya. Mungkin, memang sudah takdirnya harus memiliki anak lagi. Namun, dia masih harus meng
"Ayra … Nevan … apa yang kalian lakukan?" teriak Raina penuh amarah.Kedua orang itu pun langsung menjauh. Mereka sama sama menunduk karena takut dimarahi oleh sang mama."Maafkan kami Ma. Tolong jangan salah paham. Nevan cuma pamit aja tadi. Dan itu, ciuman perpisahan," jujur Ayra.Nevan merutuki kebodohannya yang tak bisa menahannya tadi. Harusnya dia tidak melakukan itu."Maaf Ma. Nevan yang salah. Bukan Ayra. Kami tidak ada hubungan apa-apa kok," aku Nevan.Raina pun menyuruh kedua remaja itu duduk. Dia pun menjelaskan kemungkinan yang terjadi kalau mereka berhubungan. Dan dia tidak ingin, apa yang dia alami dengan Rehan dan Revan, terulang kembali pada Ayra dan juga Nevan."Sekarang kalian paham kan maksud Mama?" tanya Raina pada dua remaja di hadapannya ini.Keduanya pun mengangguk secara bersamaan. Mereka pun kembali ke kamar masing-masing. Di kamar, Raina mendengus kesal pada sang suami. Lelaki tampan itu tersenyum sambil melambaikan tangannya. Dia menyuruh sang istri duduk di
Rehan, terpaksa menikahi Leona, gadis lumpuh akibat kelalaiannya. Mungkin bukan sepenuhnya salah Rehan, karena dia sudah melakukan prosedur sesuai dengan SOP kedokteran. Namun gadis itu tetap menuntut tanggung jawab dia sebagai Dokter untuk menikahinya. Atau kalau tidak, dia akan dituntut oleh keluarga Leona. Akhirnya, pernikahan itu pun terjadi dengan perjanjian, kalau Rehan akan menceraikan Leona satu tahun setelah mereka menikah.Awalnya, Papa Leona merasa keberatan dengan perjanjian itu, tapi Leona memaksa karena dia yakin, dia bisa membuat Rehan jatuh cinta padanya sehingga perceraian itu tidak pernah terjadi.Begitu kata “sah” terucap dari para saksi. Rehan langsung memboyong istrinya untuk tinggal di rumah yang dia sediakan.Dia sudah mempunyai rencana yang bagus untuk istrinya, dan dia tidak mungkin melakukannya jika mereka berada di rumah Papa dan Mama Leona.Sampai di rumah mewahnya, Rehan langsung meninggalkan Leona. Dia langsung pergi ke ruang kerjanya.Leona turun da
“Kenapa? Takut?” tanya Rehan seraya terus mengikis jarak diantara mereka.“Please Kak, seluruh tubuhku masih sakit Kak,” tangisnya.Bukannya memukul seperti yang Leona bayangkan, tiba tiba saja, Rehan memeluk tubuh Leona. Dia juga membelai rambut Leona.“Sekarang kamu minum obat ini, besok, kamu sudah harus sembuh, karena jika tidak, maka aku akan membuat lebih banyak lagi cambukan di tubuhmu,” titah Rehan.Leona bernafas lega karena Rehan tidak kembali memukulnya. Dia juga bingung dengan sifat Rehan sekarang ini. Kenapa dia menjadi baik? Apa dia punya dua kepribadian, pikirnya. Tak ingin dipukuli lagi, Leona segera memakan sarapan yang dibawa Bibi tadi, kemudian meminum obat yang diberikan oleh Rehan.Rehan tersenyum puas saat Leona telah meminum obatnya. Entah obat apa itu, hanya dia yang tahu.Sorenya, tubuh Leona sudah lebih baik, rasa sakit di tubuhnya berangsur menghilang. Bekas lukanya juga tak terasa perih jika dipegang. Leona sudah bisa mandi sore ini. Sepertinya obat
Melihat Rehan, Andrew pun langsung berdiri mengulurkan tangan.“Perkenalkan, namaku Andrew, aku adalah sepupu Leona,” ujarnya yang tak ingin suami sepupunya salah paham.Rehan hanya mengangguk tanpa membalas uluran tangan Andrew. Rehan menatap Andrew dengan tatapan membunuh membuat Andrew takut sendiri.“Sayang, kita pulang yuk, aku kangen banget sama kamu, dan aku ada hadiah untuk kamu dari luar kota,” ajak Rehan dengan tatapan menghunus tajam pada sang istri.Leona yang paham maksud suaminya langsung mengangguk. “Kak Andrew, aku pamit dulu, lain kali kita bertemu lagi,” ujar Leona.“Hati hati Leona, kabari aku jika kamu ada waktu. Byee,” sahutnya.Rehan mendorong kursi roda Leona sampai ke parkiran. Sementara Andrew menatap kepergian sepupunya dengan raut wajah penuh kekecewaan.Sudah lama Andrew mencintai Leona, hanya saja, gadis itu hanya menganggapnya sebagai Kakak.“Bibi, kamu pulang dengan sopir, biar Leona pulang sama aku,” titah Rehan.“Baik Tuan. Non, Bibi pulang du
Setelah mandi dan berganti pakaian, Rehan menunggu Leona sadar sambil memainkan gadgetnya. Biasanya, dia akan selalu meninggalkan keysa begitu mereka selesai bermain. Namun entah mengapa, dia tak ingin beranjak dari sisi Leona, dia ingin ada disamping istrinya ketika Leona membuka matanya.Pukul 11, Leona baru terjaga, seluruh tubuhnya remuk redam gara gara ulah suaminya. Leona melihat tubuhnya yang masih polos.“Sarapan dulu, kamu butuh tenaga untuk bisa ke kamar mandi,” suara bariton milik Rehan mengagetkannya.Dia berpikir, Rehan sudah pergi meninggalkannya, tapi ternyata, dia masih ada disini. Tak ingin membuat masalah, Leona menurut, sambil memegangi selimut untuk menutup tubuhnya, Leona memakan sarapan yang sudah dipesan Rehan.“Sudah?” tanyanya.Leona mengangguk, dia memberikan piring itu pada suaminya. Rehan lalu menaruhnya di atas nakas.“Setelah ini lekas mandi, aku ada operasi jam 1. Aku akan mengantarkanmu pulang terlebih dahulu,” kata Rehan.Leona menggeser tubuh
Rehan sudah sampai di rumah, dia sudah bersiap siap untuk menghukum istrinya yang berani membangkang padanya. Begitu sampai dii kamar, dia melihat sang istri tengah tertidur pulas. Rehan lalu menggoyang goyangkan tubuh istrinya.“Bangun.”Leona pun membuka matanya. Dia berpikir, dia sedang berkhayal suaminya pulang.“Kenapa kamu ada disini, bukankah kamu sedang bersenang senang dengan kekasihmu itu. Kenapa masih disini?” racaunya lalu kembali merebahkan tubuhnya.“Hei wanita cacat, bangun, siapa yang menyuruh kamu pulang duluan,” hardik Rehan.Sepertinya, Leona sedang mengigau sekarang. “Aku pulang duluan karena aku kesel sama kamu, baru juga bercocok tanam denganku, eh sekarang malah dengan kekasihmu. Coba kamu bayangin, bagaimana perasaanku. Hatiku sedih, sakit, kecewa jadi satu, membayangkan suamiku bercinta dengan wanita lain,” Leona masih setia dengan racauannya.Rehan jadi semakin kesal karena tidak diindahkan oleh istrinya. Rehan pun menggendong tubuh Leona kemudian mem