Rajendra Ghani Hasan, seorang Dokter muda, tampan, kaya, punya karir mentereng. Satu lagi masih keturunan dari generasi ketiga seorang pemuka agama tersohor di kotanya. Namun, sayang nasib baik sedang tidak berpihak kepadanya. Raja terjebak skandal cinta satu malam dengan seorang gadis bersuami, Rumaisha. Istri rasa gadis yang belum pernah tersentuh oleh suaminya sejak setahun menikah. Akibat pertemuan panas satu malam mereka, rahasia besar Ruma diketahui oleh Raja yang tak lain adalah dokter pembimbingnya di rumah sakit tempat dia koas. "Aku akan bertanggung jawab." Rajendra Ghani Hasan. "Tidak perlu, aku wanita bersuami. Anggap saja malam ini tidak pernah terjadi." Rumaisha.
Lihat lebih banyakRaja terdiam, mencerna perkataan Rina yang cukup mencuri perhatiannya. Mungkin juga gegara perkataan Rina tadi membuat Ruma sedikit tersinggung. Kenapa Rina selalu berkata seolah-olah dia menatap keduanya sebagai pasangan selingkuh. Mungkinkah perempuan itu tahu sesuatu? Sangat mencurigakan. Walaupun Raja tidak bisa asal menuduh tanpa bukti akurat."Tunggu!" seru pria itu menghentikan langkah Rina yang hampir beranjak."Dokter manggil saya? Kenapa?" tanya wanita itu setelah berbalik dengan tatapan sinis."Apakah menuduh tanpa bukti itu dibenarkan? Kenapa bisa menyimpulkan perkataan secetek itu. Seharusnya akan lebih baik jika Anda menjaga perkataannya."Sebenarnya Raja malas sekali meladeni jenis perempuan seperti ini. Namun, mendadak terpancing rasa penasaran yang cukup signifikan."Dokter perlu bukti apalagi? Sudah jelas sering menghabiskan waktu berdua di luar begini. Aku yakin sekali dulu Ruma hamil juga anakmu. Ya walaupun sayang sekali harus keguguran sebelum sempat terbukti aku
Mau tidak mau Ruma makan di bawah pandangan Dokter Raja. Ya walaupun sebenarnya malu, tapi calon anaknya minta diberikan nutrisi. Jadi, tetap makan walau dengan gaya sok jaim nan kalem. Keduanya makan dengan khusuk, tak ada suara sama sekali. Sama-sama menikmati nasi kotak di depannya. Ruma mengambil botol air mineral yang tersedia di meja. Namun, wanita itu mendadak kesulitan membukanya. Kenapa mendadak tidak berdaya di depan pria itu. Padahal berani sumpah dia sedang tidak meminta perhatiannya. Melihat tangan Ruma yang tengah bekerja keras, refleks pria itu merampas dari tangannya. Gerakan tangan Raja sekali putar langsung membuat seal itu terbuka. Pria itu mengembalikan ke tempat semula agar Ruma mudah meraihnya. "Makasih," ucap wanita itu lalu mengambilnya. Minum dengan hati-hati, takut kesedak karena pikirannya mendadak oleng mendapatkan perhatian lebih dari dokter pembimbingnya. "Mau nambah?" tawar Raja mana tahu perempuan yang tengah mengandung anaknya itu masih lapa
"Mm ... ada apa, kenapa manggil?" tanya Ruma jadi tidak enak. Lebih lagi sedang ditunggu kedua sahabatnya. Jadi, merasa sedikit terburu-buru. "Tadi sih iya, sekarang udah nggak," jawab pria itu mendadak ngeselin. Sumpah demi apa, Ruma ingin hih wajahnya yang sok cool itu. Ini dokter kenapa sih mendadak sensi begini?Ruma terdiam beberapa detik, mencerna perkataan Raja yang tak biasa. Karena darinya juga tidak ada perkataan lagi, wanita itu pun memilih untuk pamit dari ruangan itu. Masih banyak urusan juga. "Kalau tidak ada urusan, Ruma permisi Dok," ucap wanita itu pada akhirnya. Wanita itu berbalik hendak meninggalkan ruangan itu tanpa persetujuannya. "Rum!" Baru mau beranjak, suara Dokter Raja kembali memanggil. Spontan Ruma berbalik."Iya kenapa, Dok?" tanya Ruma mendadak deg degan. Perasaannya mulai tidak enak. "Duduk sebentar, aku angkat telfon dulu" jawab pria itu malah ditinggal menerima panggilan yang entah dari siapa.Ruma bingung sendiri, tetapi ia menurut walau dalam ha
"Ya ampun ... fokus Rum, fokus, istighfar yang banyak," batin Ruma memperingatkan.Dia tersadar akan kesalahannya. Bisa-bisanya dalam keadaan genting begini sampai tidak ngeh dengan pasien. Calon dokter macam apa Ruma ini?Wanita itu langsung sigap ikut menangani pasien. Baru ngeh ternyata luka Rasya sepertinya parah. Pria itu terdengar merintih kesakitan. "Rum, tensi dan hitung frekuensi tekanan jantungnya, biar aku cek yang lainnya!" titah Dokter Raja menginterupsi."Siap Dok!" jawab perempuan itu dengan sigap mengukur tekanan darah pasien."Aww ... sakit!" seru Rasya merasakan kakinya seperti remuk. Darah segar keluar dari robekan di bagian bawah lututnya. Pria itu tidak bisa menggerakan kakinya dengan leluasa dan terasa sakit sekali. Sementara Vina membersihkan luka di wajahnya. Pelipis pria itu robek akibat terkena benturan, kemungkinan kecelakaan tadi mengenai sesuatu yang keras. "Jahit lukanya, Rum!" titahnya cepat.Ruma lebih dulu membersihkan lukanya lalu menyuntikkan bius
"Hem," sahut pria itu tidak jelas. Hatinya beristighfar banyak-banyak setiap kali ada sesuatu yang kurang pas. "Dokter ngomong apa?" tanya Ruma tidak begitu mendengar dengan baik. "Nggak apa, ayo masuk mobil lagi. Keburu pagi nanti," seloroh pria itu mengalihkan topik. Ruma yang tengah galau antara ingin ikut Dokter Raja atau tidak langsung meneliti ponselnya begitu ada notifikasi masuk. Berharap itu balasan dari Mesya. Namun, ternyata salah besar. Pesan itu dari Rasya yang sengaja mengirim pesan dengan bahasa yang cukup menakjubkan hingga membuat Ruma terbengong.Sebuah kalimat panjang dari Rasya, dengan point terakhir sebuah perpisahan. Rasya menalak dirinya lewat tulisan. "Rum, ayo! Kenapa malah bengong natapin layar ponsel.""Iya," jawab Ruma tetap merasa ada sedihnya. Walaupun ini yang diharapkan, tetap saja tidak ada perpisahan yang tidak menyakitkan. Baru mau beranjak dari sana, Mesya keluar dengan wajah kuyu. "Rum, sorry, aku ketiduran, kamu lama banget," ucap Mesya mera
Ketiganya singgah di rumah makan lesehan yang paling terdekat dengan tempat ibadah tadi. Raja langsung memesan menu spesial di sana. Ayam bakar Kalasan tulang lunak. "Kamu mau apa, Rum?" tawar Raja menyesuaikan selera Ruma. "Aku? Pingin yang pedes-pedes berkuah. Ada soto nggak di sini?" tanya Ruma memastikan. Akibat tegang dan sedikit eneg tadi menyisakan rasa yang tidak nyaman di tubuhnya. Sepertinya dia perlu amunisi yang berkuah segar dan sedikit pedas. "Iya, ada, aku pesenin ya. Kamu mau Bil?" tawar Raja pada rekannya juga. "Samain kaya Dokter saja," jawab Sabil pasrah. Sedang Ruma mengangguk mengiyakan. Sembari menunggu pesanan, Raja dan Sabil asyik mengobrol, sementara Ruma sibuk dengan ponselnya. Sampai-sampai hal itu menarik perhatian Raja. Namun, pria itu tak berani kepo sejauh ini. Taku dikira kepo dan mengganggu privasinya. Jadi, cukup diam mengamati saja. "Asyik banget Dek Rum, chat sama siapa? Itu minumnya datang sampai nggak notice," tegur Sabil cukup mewakilinya.
"Ya ampun ... bener-bener orang ini," batin Ruma was-was sendiri. "Dok, maksudnya?" tanya Sabil sangat penasaran dengan kata yang dilontarkan pria di sebelahnya."Tidak ada siaran ulang, Sabil. Tidak juga untuk diingat-ingat, apalagi banyak nanya," jawabnya datar.Pria itu masih gagal fokus dengan pendengarannya, atau mungkin salah dengar saja. Rasanya jelas tidak mungkin kalau seorang Dokter Raja yang notabene masih keturunan dari ulama besar di kotanya itu melakukan hal yang menyimpang.Sementara Ruma pura-pura tidak dengar saja. Atau lebih tepatnya tidak membenarkan perkataan Raja. Takut menjadi perkara. Sebenarnya dia ingin sekali menimpuk mulutnya agar tidak berbicara sembarangan. Namun, niat hati itu sengaja diurungkan karena ada orang lain di sana. Rawan membahas hal seprivasi itu. Apalagi hal yang begitu sensitif."Mm ... Ruma izin bapak sama ibuk dulu," jawab perempuan itu galau. "Ya, sebaiknya memang begitu," jawab Raja santai. Ruma agak takut juga menemui ayahnya. Berunt
"Duh ... siapa sih tamunya." Ruma melangkah keluar dengan penasaran. Dia berhenti dengan mimik terkejut saat melihat dua pria sekaligus mencarinya. "Dokter Raja!" Ruma kaget mendapati tamu itu adalah calon ayah dari janin yang di kandungnya. Dari mana pria satu ini tahu alamat rumahnya. "Rum!" balas pria itu tersenyum kalem. Menyapa dengan anggukan sopan. "Dokter ngapain ke sini?" tanya wanita itu terlihat tidak suka. Mengambil duduk di sebrang sofa. Tepat segaris lurus dengan Raja duduk. Ruma sedang banyak masalah, jadi butuh ketenangan untuk tidak bertemu dengan siapa pun. Jujur, Ruma takut pria yang duduk di depannya itu tahu kalau dirinya masih hamil anaknya. Masalahnya akan semakin rumit juga kalau bapaknya tahu. Apalagi tadi sempat bertanya hal yang secara kebetulan tentang sangkut pautnya dengan kehamilannya. "Mastiin kalau kamu baik-baik saja," jawab Raja terlalu jujur. Ya, pria itu telah resmi menjadi penguntit dengan predikat kepo akut. Sesuatu yang teramat langka tentun
"Ayo Rasya, pulang! Apa lagi yang mau kamu tunggu. Ruma juga tidak menginginkan pernikahan ini lagi. Di mana harga dirimu sebagai seorang pria."Nyonya Maria menarik putranya agar kembali bersama dirinya. Dengan berat hati pria itu mengikuti ibunya. Ada rasa tak rela saat pergi tanpa membawa Ruma pulang. Namun, apalah daya, keadaan jadi memanas begini.Sepertinya Nyonya Maria sudah kemakan omongan Rina. Beliau menjadi begitu sentimen dengan hiruk pikuk rumah tangga putranya. Padahal kemarin saja saat di rumah sakit, masih sempat memberikan wejangan sebelum pulang. Mungkin karena tahu masalah kehamilan Ruma bulan lalu yang ternyata bukan anaknya."Kenapa Rina bisa tahu kalau Ruma sempat hamil dengan orang lain. Aneh, bukankah aku tidak pernah membagi hal seprivasi ini kecuali dengan Raja. Masa iya Raja ember. Apa kepentingannya juga. Aku harus menanyakan ini pada Raja.""Mami pulang bareng Rasya," kata pria itu menginterupsi.Rina juga mengekor Nyonya Maria. Namun, jelas pria itu melara
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.