Suara tangis, teriakan histeris, erangan pilu, tawa yang lantang saling bercampur menjadi satu di malam hari yang terasa sangat panjang ini.
Suasana sekitar terasa mengerikan, pembantaian besar-besaran di tengah kobaran api sekitar terjadi tanpa ampun. Seperti Iblis yang mengerikan, beberapa sosok berjubah hitam, mereka semua di tengah malam yang gelap menjadi pemerannya begitu santai menikmati pembantaian besar-besaran ini. Bak pertandingan, mereka seakan beradu satu sama lain dengan mempertaruhkan nyawa warga yang tak bersalah."Siapa yang banyak membunuh dia yang akan menang!" Salah satunya berujar membuat yang lainnya saling menunjukkan binar di mata mereka dan semangat yang membara untuk menghabisi para warga Desa yang diketahui sebuah Desa dengan nama Desa Matahari yang biasa menjadi tempatnya persinggahan para pendekar yang sering kali melewatinya.Tak peduli tua, muda, anak-anak maupun balita, semuanya habis di tangan mereka. Dan sungguh naasnya, para gadis maupun wanita menjadi korban mengerikan di malam ini. Tak hanya dibunuh, pertama-tama mereka dip*rkosa bergilir hingga mati dengan cara menyedihkan. Terpampang di mata para gadis dan wanita yang mati itu, di mata mereka tersiratkan rasa trauma dan kesakitan yang mendalam.Mereka semua seperti para Iblis yang tak bermoral. Tak hanya bersenang-senang mempermainkan nyawa manusia, mereka juga sempat-sempatnya memuaskan hawa nafsu dengan brutalnya.Mata dengan netra merah seorang bocah laki-laki yang berada diantara mayat di sekelilingnya berada pada posisi tengkurap sampai membola besar tak ada berkedip sama sekali."Ini mimpi 'kan?" gumamnya tersenyum getir kemudian menggeleng-geleng kepala beberapa kali. "Haha, ini tidak mungkin."Plak!Ia menampar pipinya sendiri begitu kuat sampai akhirnya ia memukul tanah beberapa kali diikuti tangisannya yang pecah. "Kenapa ini nyata?! Hiks ... hiks ... "Di lain sisi, angin bertiup sangat kencang mengibaskan rambut sosok berambut pajang sepinggang yang kini tengah menduduki mayat beberapa orang-orang berjubah yang melawannya tadi. Semuanya mati di tangannya tak ada yang tersisa dan cukup mengenaskan dilihat mata. Ada yang tanpa lengan, tanpa kepala, tanpa kedua kaki, bahkan ada yang perutnya bolong.Helaan napas gusar begitu panjang ia keluarkan dan diikuti itu, kedua manik mata hitamnya melirik ke bawah mayat-mayat yang dipijak dan didudukinya. "Pada akhirnya kalian mati bersama dengan orang-orang yang kalian bunuh sebelumnya." Ia menopang dagunya menatap para mayat itu lesu. "Aish ... apa artinya hidup kalian jika seperti ini jadinya?"Pemuda itu berdiri. Berjalan menginjak para mayat yang habis ditangannya itu tanpa sedikit pun memperdulikannya.Berdiri dengan berkacak pinggang dengan satu tangan, dan satunya lagi memegang tongkat bambu, pemuda itu mengedarkan pandangan kesekelilingnya yang sudah menjadi hancur, kedai teh yang tadi ia kunjungi sudah menjadi bangunan runtuh dengab hanya tersisa puing-puingnya saja.Desahan panjang ia keluarkan diikuti itu langkah kaki ringannya menginjak tanah yang dipenuhi darah para orang-orang yang mati, baik itu warga yang terbunuh maupun para Kultivator yang membantai Desa. Dan para Kultivator itu kebanyakan mati terbunuh di tangah pemuda bertongkat bambu itu serta sebagian para pendekar yang melawan mereka yang kini tak terlihat setelah pertarungan sengit tadi."Apakah semuanya mati?" batinnya bertanya-tanya. Pasalnya keadaan sekitar sudah sangat sepi dan hening dari ramainya pertarungan sengit yang tadi berjalan cukup lama hingga menimbulkan kekacauan dan dampak yang sangat parah pada Desa ini.Bukan hanya bangunan di Desa yang hancur. Para warga di Desa Matahari ini juga mati dengan cara yang cukup mengenaskan. Tak terbayangkan lagi, bagi siapapun yang tak terbiasa melihatnya, pasti akan merasa ketakutan yang amat luar biasa dan meninggalkan bekas trauma seumur hidup."Aaaaaa ... !"Baru saja akan menginjakkan langkah pergi akan meninggalkan Desa hancur ini. Terdengar di telinganya, seorang anak berteriak histeris.Seketika pemuda itu membalikkan tubuh dan berjalan kembali mencari sumber suara teriakan anak tersebut."Hiks ... i-ibu, a-ayah .. hiks ... "Di antara para mayat yang berjejeran. Terlihat seorang anak laki-laki bertubuh kurus kering tengah duduk memeluk lututnya gemetaran hebat.Dalam pikiran pemuda itu yang melihatnya sudah bisa menebak apa yang terjadi pada anak laki-laki yang hanya terlihat hidup sendiri di sini.Pemuda bertongkat tersebut memutuskan untuk menghampirinya.Anak laki-laki yang tubuhnya dipenuhi darah dari orang-orang di sekitarnya begitu berpenampilan sangat kacau, Lin Tian, nama anak laki-laki tersebut. Seorang anak berusia 11 tahun yang merupakan anak petani di Desa ini dan memiliki kehidupan yang hangat dengan keluarganya sampai sesuatu yang tak terduga terjadi di Desanya.Sebelum kejadian besar ini. Di malam yang biasanya ia makan malam berkumpul dengan keluarga kecilnya, saat makan malam tadi, Lin Tian tidak bersama dengan mereka dengan alasan yang jelas. Lin Tian tengah marahan dengan ayah dan ibunya karena tak diizinkan bermain pedang padahal teman-temannya yang lain selalu didukung orang tuanya bahkan sampai menyewa pendekar untuk mengajari mereka. Sungguh, atas itu Lin Tian menjadi cemburu dan membanding-bandingkan keluarganya dengan keluarga teman-temannya yang jauh lebih baik darinya.Lin Tian juga ingin menjadi pendekar pedang. Tapi orang tuanya selalu saja melarangnya keras dengan alasan, 'itu tidak berguna untukmu. Seorang pendekar itu bukan pekerjaan yang baik.'Tadi, saat Lin Tian mengurung diri di kamar dan bersembunyi di bawah kolong ranjangnya sampai Lin Tian tertidur tanpa terasa sebelum Lin Tian melihat desanya tinggal terbantai habis dan lagi, ia melihat jasad kedua orang tuanya dengan tragis di depan matanya. Saat tadi, Lin Tian mendengar suara ayahnya dan ibunya yang begitu lembut mereka katakan padanya."Tian'er sayang, jika kamu ingin jadi pendekar, jadilah pendekar yang baik." Ibunya berpesan itu padanya. Lin Tian hanya mendengarnya sekilas.Dan ayahnya juga mengatakan, "Tian'er, hidup mu masih panjang, ayah hanya minta pada mu, jalanilah hidup mu dengan bahagia. Jika kamu menginginkan menjadi pendekar, ingatlah, selalu mengutamakan kebaikan. Kamu anak ayah yang baik, Tian'er, ayah bangga pada mu.""Hikss .... a-ayah ma-maaf ... hiks ... i-ibu ... a-aku ... hikss ... maafkan aku ... " isaknya menangis tersendu-sendu meratapi jasad ayah-ibunya."Jangan tenggelam dalam kesedihan. Hidup mu masih panjang, nyawa yang terenggut tidak akan kembali lagi. Kamu menangis pun mereka tidak akan hidup lagi. Tapi yakinlah, mereka selalu ada di hati mu."Lin Tian menoleh ke samping. Matanya yang sembab saking tak henti-hentinya ia menangis menjadi sipit melihat sosok bertubuh tinggi yang kini mengelus rambut kusamnya.Merasa diperhatikan. Pemuda bertongkat itu mengulumkan senyum manisnya memandang ke arahnya.Lin Tian kembali menatap lurus ke depan dengan air matanya yang terus mengalir. "Bagaimana bisa mereka sekeji itu? Bagaimana mereka membunuh orang-orang yang tidak bersalah? Ayah, ibuku, teman-teman ku, dan para warga Desa ini, mereka orang-orang yang baik. Kenapa mereka mati dengan cara menyedihkan seperti ini? Apa orang baik akan mati dengan cara seperti ini?"Lontaran pertanyaan polos bertubi-tubi dari anak berusia 11 tahun itu, cukup membuat pemuda bertongkat yang tadinya memasang senyuman menjadi menghilang seketika.Diam-diam urat leher, dahi dan tangan pemuda bertongkat bambu itu menonjol. "Tidak, mereka tidak seharusnya mendapatkan kematian seperti ini, para bajingan Aliran Hitam itulah yang bersalah atas semua ini," batinnya yang tak dikatakan langsung kepada Lin Tian."Anda tidak bisa membalas 'kan?" kata Lin Tian dengan suara lirih bergetar."Iya, aku tidak bisa. Aku juga tidak menginginkan kematian mereka seperti ini. Tapi jika melihat dari sudut pandang dunia ini. Kematian seperti ini adalah hal yang wajar mereka dapatkan sebagai manusia lemah," kata pemuda bertongkat itu.Lin Tian memandangnya dengan kedua bola matanya yang merah sangat tajam. "JADI KAU MENGANGGAP MEREKA PANTAS MATI?!""Aku tidak mengatakan itu. Aku hanya mengatakan kebenaran tentang dunia ini. Bocah, kau masih sangat muda, dunia yang kau lihat ini hanya bagian kecilnya saja. Kau tidak tahu kehidupan seperti apa di luar. Dan jika kau tahu, kau pasti tidak akan merasa heran lagi melihat kejadian seperti ini."Pemuda bertongkat itu berjongkok di hadapan kedua mayat di depan Lin Tian yang keduanya mati dengan luka tusukan di perut. Dan sesuatu yang membuat pemuda itu terenyuh adalah, mereka mati dengan tangan saling menggenggam erat."Mereka pasangan sehidup semati.""Mereka ayah dan ibuku," kata Lin Tian ketus sepertinya bocah lelaki itu masih sakit hati atas perkataannya tadi."Begitu ya, tapi sayangnya wajah mereka tidak terlihat mirip dengan mu. Sepertinya kamu bukan anaknya," kata pemuda itu menambahkannya dengan cukup santai tanpa sadar membuat bocah laki-laki bernetra merah itu menjadi tersulut emosi sampai terasa hawa panas merembes tubuhnya.Sontak Shen Xiao, pemuda bertongkat bambu itu memasang perisai perlindungan dengan energi QI murninya."Kau pemarah." Shen Xiao menjulurkan satu tangannya dengan usaha yang besar memegang kepala Lin Tian untuk membantu menahan ledakkan hawa panasnya yang semakin lama merembes keluar dengan cara tak wajar."Tenanglah, aku tidak bermaksud menyakiti mu. Mereka berdua itu ayah dan ibumu dan kau anaknya. Aku hanya mengatakan itu untuk menguji mu, namun sayangnya kau terlalu mudah terprovokasi."Karena amarahnya yang melonjak, hawa panas yang dimilikinya dari bawaan sejak lahir itu menjadi bergejolak menyerangnya hingga Lin Tian tak bisa mengendalikannya sampai membuat dirinya sendiri tak terkendali. Untung Shen Xiao secepatnya membantu menekannya dengan kemampuan yang dimilikinya.Tubuh Lin Tian langsung ambruk. Ia terjatuh pingsan dengan keadaannya melemah cukup buruk dari keadaannya yang tadi."Haah ... merepotkan," gumam Shen Xiao mendesah pelan memandang Lin Tian yang pingsan. "Sepertinya aku cukup berlebihan.""Kau bukan cukup berlebihan Tuan Shen. Tapi kau sangat berlebihan!" ujar seorang gadis bersayap yang datang tanpa diduganya, meralat ucapannya."Kau bukan cukup berlebihan Tuan Shen. Tapi kau sangat berlebihan!" ujar seorang gadis bersayap yang datang tanpa diduganya. Shen Xiao menoleh ke arahnya. Gadis dengan sayap biru cantik itu seorang Blue Phoenix, Hewan kontraknya, tampak menunjukkan raut wajah kesal sembari bersedekap dada. "Darimana saja kau? Aku menunggu mu sejak tadi, kau tidak ada muncul." Tanpa peduli perkataan gadis Phoenix itu, Shen Xiao lebih memperdulikan keberadaannya sedari tadi yang tak ada bersamanya malah menghilang dan membuatnya repot sendiri berhadapan para Kultivator Aliran Hitam di sini. "Aku hanya berjalan-jalan di sekitaran hutan di dekat sini," ujar gadis Phoenix itu, Xin Xin, namanya. Gadis itu tampak menunjukkan wajah tak bersalahnya padahal Tuannya—Shen Xiao, sudah memasang wajah mengesalkan. "Apa gunanya kau menjadi Hewan kontrak ku jika kau malah mengabaikan ku?!" tunjuk Shen Xiao memakinya. "Aku tidak mengabaikan mu! Kau sendiri yang tidak menghubungi ku!" elaknya tak ingin disala
Xin Xin dan Lin Tian terpaksa berburu di hutan bersama. Keduanya sama-sama memasang wajah kesal, apalagi Lin Tian yang saat ini menahan rasa lapar. Bocah laki-laki itu sampai meruntuk kesal dengan keserakahan Shen Xiao atas makanan. Dikiranya sebelumnya, Shen Xiao akan berbaik hati memberikan daging kepada mereka walaupun mereka tak ada membantu apapun atas buruan dan masakannya. Tapi, sepertinya dugaannya salah. Shen Xiao itu orang yang serakah yang baru kali ini Lin Tian kenal dan temui! Sungguh menyesal ia bertemu dengannya. Sekalipun ia ditolong dan disembuhkan penyakitnya, jika begini perlakuan Shen Xiao padanya. Bukankah lebih baik ia mati saja? Memikirkan soal mati, Lin Tian menjadi murung seketika. Saat membayangkan wajah ayah, ibunya dan orang-orang desa yang mati mengenaskan. Hatinya menjadi perih, seperti ribuan jarum menghujaninya. Meski mereka sudah dimakamkan dengan layak. Tetap saja ia masih merasa terpuruk kehilangannya. "Hei Lin Tian! Jangan bengong di sana!
"Selesai ini, kita akan ke kota, benarkan Shen Xiao?" Xin Xin berputar-putar di atas Shen Xiao yang tengah tertidur di rerumputan bersama dengan Bian Xiao, nama bayi Harimau yang Shen Xiao dapat dari Lin Tian. Lin Tian sendiri tertidur pulas di samping Shen Xiao, sedikit berjaga jarak karena secara langsung Shen Xiao memintanya agar tidur tak dekat-dekat dengannya. Padahal suasana sudah menuju siang hari. Tetapi mereka masih saja tidak ada pergerakkan untuk bangun, padahal Xin Xin sudah membuat keributan. Xin Xin memang tak menganggu Lin Tian, ia hanya mengganggu Shen Xiao saja yang lebih penting untuk mengatur arah jalan mereka selanjutnya. "Shen Xiao, kita akan ke kota kan?" Xin Xin mendekatkan bibirnya di telinga Shen Xiao sampai menggelitik telinga Shen Xiao. Tetapi sepertinya, rasa kantuk Shen Xiao lebih besar dibandingkan gangguan yang diberikan Xin Xin. Sampai Xin Xin mendengus kesal. "Kebiasaan sekali, selalu saja sulit bangun. Begini nih jika seminggu sekali ba
Di dalam kegelapan hutan. Terdapat dua anak kecil berbeda jenis kelamin tengah berlari cepat berusaha menghindar dari kejaran orang-orang yang membantai habis Klan mereka. Mereka berdua berlari tak tahu arah memasuki hutan yang sama sekali tak pernah mereka jamah, hanya demi bisa meloloskan diri dari para pembunuh yang berniat menghabisi seluruh Klan mereka. Apalagi mereka berdua satu-satunya lah yang tersisa dari Klan tersebut.Salah satunya, anak laki-laki yang tubuhnya sedikit tinggi dari anak perempuan di depannya denhan jarak usia 3 tahun lebih tua dari anak perempuan yang menggandeng tangannya berusaha mengajaknya berlari cepat dengan anak perempuan itu yang mengarahkannya. Namun, sepertinya terlihat sendiri, anak laki-laki itu sudah merasa tak sanggup lagi untuk berlari kembali dalam keadaannya yang terluka parah seperti itu. Dia sampai berhenti sambil memegangi perutnya yang terluka akibat terkena serangan pedang dari pembunuh bayaran tersebut.Merasa saudara laki-lakinya terhe
"Xin Xin! Habisi mereka!" seru Shen Xiao menyuruh Xin Xin bergerak maju melawan para pembunuh bayaran yang mengepung mereka.Xin Xin mendengus, memutarkan bola matanya malas. "Kebiasaan." Sudah ia duga, Tuan-nya yang berotak licik ini pasti akan mempermainkannya lagi. Sekarang lihatlah, setelah memanggil para pembunuh yang bersembunyi itu dengan sendirinya, bukannya dia yang melawan, malahan melibatkan Xin Xin lagi-lagi. "Tuan tidak akan turun tangan selama ada bawahannya di sini, kau harus mengingatnya Xin Xin." Shen Xiao menunjukkan senyum simpul yang begitu mengesalkan sampai setiap kali Xin Xin melihatnya merasa muak sendiri. Wajahnya memang lumayan ditambah senyumannya itu, tapi kelakuannya itu selalu menutupinya. "Kak Shen, apa Xin Xin bisa melawan mereka?" Lin Tian bertanya ragu. Bocah lelaki itu sampai menarik lengan baju Shen Xiao merasa takut.Shen Xiao menoleh ke arahnya. "Kau lihat saja, dia itu pintar bermain api. Asal kamu tahu, tidak ada orang yang mampu memegang tang
"Ka-kakak, bangun ... aku takut."Shen Xiao mengusap matanya kemudian dia memijit pangkal hidungnya. Suara gadis itu muncul kembali, ia mendengarnya, sangat jelas dari indra pendengarannya yang sangat tajam.Apa yang dilakukan Shen Xiao itu membuat dua orang pembunuh bayaran yang memiliki senjata andalan panah menjadi berpikir bahwa pemuda itu tengah dalam kegelisahan, mereka menganggapnya, dia khawatir dan takut dengan gertakkan mereka. "Sudah kuduga, dia pasti hanya Tuan Muda sampah yang lemah," kata salah satu dari mereka. Melihat tingkah Shen Xiao, perasaannya menjadi yakin bahwa pemuda itu hanya pemuda cacat saja yang lemah.Satunya lagi menanggapi, "Kau benar, sepertinya dia berada di hutan ini juga karena keluarganya menginginkan dia mati saja. Mungkin, dia aib keluarga karena kecacatannya."Hanya seorang saja yang beranggapan berbeda. Dia mengabaikan para rekannya memilih memperhatikan pemuda itu begitu serius dengan kedua mata tajamnya. "Aku yakin ada sesuatu yang salah," pi
"Kau memungut anak kecil lagi?" Xin Xin memandang Shen Xiao hampir dibuat geleng-geleng kepala.Sudah menghilang ntah kemana sampai malam hari sudah terasa mencengkram di dalam hutan ini. Pemuda itu datang-datang membawa dua orang anak yang kiranya salah satunya seusia dengan Lin Tian, sebelas tahun. Dan satunya lagi sekitar tujuh-delapan tahun.Tapi, ada satu hal yang membuat Xin Xin dibuat menggeleng-geleng kepala ketika melihat Shen Xiao menggendong seorang anak laki-laki sedangkan Shen Xiao tampak membawa dirinya sendiri saja kesulitan dengan tongkatnya itu. "Shen Xiao-- ""Panggil aku Tuan Shen," tukas Shen Xiao mengatur panggilan Xin Xin dengan tegas. Xin Xin menganggukkan kepalanya, walaupun wajahnya terpasang tertekuk. Semulanya menatapnya menjadi mengalihkan wajah kembali ke depan yang terdapat api unggun, dibuat secara langsung oleh Lin Tian yang kini pemuda itu bersama Bian Xiao si bayi Harimau tengah tertidur beralas daun talas.Shen Xiao mengetahui Xin Xin pasti tengah m
Sang fajar sudah menyingsikan wujudnya. Sahut menyahut kicauan burung menyambut kedatangannya. Sesegar udaranya, sesosok pemuda yang kini disibukkan berburu di hutan dengan menjadikan anak-anak umpannya, begitu sangat semangat sekali membuat para anak-anak menjebak hewan masuk ke dalam perangkapnya.Dia hanya menangkring di atas pohon dan hanya mengarahkan anak-anak untuk berlari demi lolos dari kejaran Hewan Buas yang ingin diperangkapnya. Tapi Xin Xin kebanyakan yang membantu anak-anak lolos dari kejaran Hewan Buas tersebut. Shen Xiao lebih banyak mengaturnya saja, sedangkan dia santai di atas pohon memandangi mereka dari bawah. Xin Xin memandangnya begitu sinis, dia bisa membawa anak-anak bersama mereka, tapi tidak bisa menjaga anak-anak dengan baik dan akhirnya Xin Xin juga yang turun tangan.Xin Xin melesat terbang ke arahnya sambil berteriak memanggilnya, "Tuan Shen!""Pelankan suara mu, kau bisa membuat sekawanan Serigala Darah muncul di sekitaran sini." Shen Xiao memperingatin