Share

Bab 5

" ... Jadikanlah hamba dan suami hamba kelak sebagai orang-orang yang beriman dan dirindukan surga. Bimbinglah kehidupan rumah tangga hamba ke jalan yang engkau Ridhoi Ya Allah."

"Ya Allah... hamba serahkan semuanya kepadamu."

Aisyah berdoa sepanjang waktu di malam hari.

Ia menyerahkan segalanya kepada Allah. Aisyah akan menjalani kehidupan dan akan menerima setiap apa yang takdir berikan kepadanya.

*****

Setelahnya, Aisyah pun telah memantapkan hatinya,

ia juga sudah pasrah dengan perjodohan ini.

Di usianya yang sekarang, Aisyah memang sudah seharusnya membina kehidupan rumah tangga. Meski calon suaminya sungguh jauh dari harapan, tetapi semua telah terjadi.

Namun, jauh di dalam hati, Aisyah dan sekeluarga masih belum tahu kasus apa yang pernah Ronald lakukan, sehingga ia bisa dipenjara selama sepuluh tahun. Pria itu tidak mengatakan apa pun.

Pernikahan Aisyah dan Ronald ditunda sampai keadaan Ronald mulai membaik.

Menit demi menit.

Jam demi jam.

Hari demi hari, hingga akhirnya tidak terasa dua minggu telah berlalu.

Kondisi kesehatan Ronald sudah mulai membaik.

Luka di kepalanya sudah sembuh. Seluruh luka-lukanya juga telah sembuh, kecuali luka di kakinya.

Ronald masih sebagai seorang pemuda lumpuh yang tidak berdaya.

Di pesantren Tahfidzul Qur'an, Ronald kini sedang duduk di sebuah kursi roda dengan di sampingnya adalah Aisyah yang akan menjadi calon istrinya.

Di depannya, Kiyai Sulaiman sudah siap memulai hijab kabul.

"Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau saudara Ronald bin Rubbert dengan anak saya yang bernama Siti Aisyah, dengan maskawinnya berupa seperangkat alat sholat, tunai.”

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Siti Aisyah  binti Sulaiman Kadir dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.”

"Bagaimana para saksi, sah?" Kiyai Sulaiman kemudian menoleh ke kanan dan ke kiri untuk menanyai para santri yang menjadi saksi ijab Kabul antara Ronald dan Aisyah.

"Sah!"

Semua orang secara serentak mengucapkan kata yang sama membuat seisi ruangan tersenyum.

Ijab Kabul telah selesai dilaksanakan.

Kiyai Sulaiman kemudian memimpin doa. Setelah hari ini, Ronald dan Aisyah resmi menjadi sepasang suami istri yang sah.

Aisyah kemudian mencium tangan Ronald sebagai pelengkap. Mereka berdua kini resmi menjadi sepasang kekasih.

Setelah beberapa saat, Ronald dan Aisyah kini berada di atas panggung dengan para santri, ustadz dan ustadzah sudah menanti di bawah.

Ronald duduk di kursi roda dan Aisyah berdiri membelakangi semua orang dengan sebuah bunga di tangannya.

Secara bersama, keduanya memegang kemudian melempar bunga itu ke arah belakang yang langsung ditangkap oleh seorang ustadz muda.

Hari itu, pesantren Tahfidzul Qur'an benar-benar sangat meriah.

Hingga akhirnya, malam hari pun tiba. Ronald dan Aisyah mendapatkan sebuah rumah dengan satu kamar, satu toilet, satu dapur, dan satu ruang tamu yang kebetulan berada di area pesantren Tahfidzul Qur'an.

Rumah itu diberikan oleh Kiyai Sulaiman untuk sepasang suami istri Ronald dan Aisyah.

Aisyah terlihat baru saja mendorong kursi roda Ronald masuk ke dalam kamar. Keduanya kini menjadi super canggung ketika sudah berada di dalam kamar.

Di dalam kamar itu, hanya ada sebuah kasur, satu lemari, dan meja rias. Namun, semua telah dihiasi dengan balon dan bunga mawar. Keadaan dalam kamar itu sangat mendukung bagi seorang pengantin baru. Ronald hanya bisa tersenyum pahit saat melihatnya.

Satu-satunya niat Ronald menerima pernikahan ini agar dia tidak menjadi gelandangan dan kelak ada yang mengurusnya.

Ia tidak pernah berharap lebih, apalagi Ronald tahu dengan jelas kalau Aisyah juga karena terpaksa.

Umur mereka juga terpaut tujuh tahun. Artinya, saat Ronald sudah sekolah, Aisyah masih berada di kandungan Umi Nayla.

Ronald kemudian menjalankan kursi rodanya menuju ke pinggir kasur.

"Kau tidak akan membantuku?" tanya Ronald yang sedang berusaha memindahkan dirinya kekasur dengan bantuan kedua tangannya.

Karena kakinya tidak bisa bergerak, membuat Ronald benar-benar sulit melakukan apapun. Bahkan hanya sekedar pindah dari kursi roda ke tempat tidur sekalipun.

Meskipun ada sedikit keraguan, Aisyah bergegas memapah Ronald dan membantunya pindah ke kasur.

Setelah Ronald berhasil dipindahkan ke kasur, Ronald kemudian langsung berbaring. Aisyah kini berjalan dan langsung duduk di sisi lain kasur itu. Masih ada jarak yang tercipta meski tidak jauh. Namun Ronald sepertinya tidak ada niatan sama sekali.

"Larut malam seperti ini, kau tidak tidur?" tanya Ronald.

Aisyah hanya terdiam mendengarnya. Ronald juga terlihat sudah menutup matanya. "Tenang saja, aku tahu kau pasti hanya karena terpaksa bersedia kunikahi. Aku tahu kau sebenarnya tidak pernah menginginkan aku menjadi suamimu. Aku tahu batasan ku." 

Aisyah masih saja diam, sementara tangannya meremas sebuah mawar merah.

Entah seperti apa perasaan Aisyah sekarang.

"Tenang saja, aku tidak akan melakukan hal-hal buruk kepadamu saat kau tidur. Lagian, orang lumpuh sepertiku mana bisa melakukan banyak hal? Bahkan untuk bangun saja aku kesusahan. Lagi pula, tujuanku menikahimu hanya agar aku mempunyai tempat tinggal dan... ada yang mengurusku," ucap Ronald yang terus saja mengingat bahwa sang istri belum membuka cadarnya. Bukankah tandanya sang istri tidak menerimanya?

Di sisi lain, hati Aisyah bagaikan teriris-iris pisau tumpul mendengar pernyataan Ronald

Sakit, dan sangat menyesakkan.

Ronald yang sudah menutup matanya, tidak dapat melihat air mata Aisyah jatuh begitu saja.

Pria itu tidak tahu bahwa cadar yang awalnya sudah niat Aisyah buka di depan suaminya itu, kini tetap bertengger karena pernyataan kejam Ronald barusan.

Berbaring membelakangi Ronald, Aisyah menahan rasa sakit hatinya.

Saat dia sudah rela dan pasrah dengan takdirnya dan mau menerima Ronald, Ronald malah mempunyai tujuan lain menikahinya. 

Cukup lama sampai akhirnya Ronald menoleh dan menemukan Aisyah sudah berbaring.

Meski agak jauh darinya, namun itu sudah membuat Ronald tersenyum.

Ronald pikir Aisyah sudah tidur dan memang beginilah yang Aisyah inginkan.

Dia tak sadar bahwa Aisyah sangat hancur dan sedang menangis sambil menahan agar suaranya tidak keluar.

******

Sementara itu, di sebuah kediaman mewah.

Tengah malam pukul dua dini hari. Seseorang berlari sangat kencang hingga masuk ke dalam.

Ia langsung naik ke lantai dua dan menggedor-gedor sebuah kamar. Kemudian, keluarlah seorang pemuda.

"Ada apa? Kenapa kau membangunkan ku tengah malam begini?" tanya seorang pemuda bernama Dany.

"Kak, Ronald telah keluar dari penjara!" ujar Dion dengan napas yang terengah-engah.

Mata Dany terbuka lebar. Kantuknya seketika hilang saat mendengar kabar barusan. "Apa?! Bajingan itu sudah keluar?"

"Benar, Kak!"

Mendengar itu, Dany kemudian tersenyum dengan segala niat buruknya. "Kita harus bersiap untuk menyambutnya, kan?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status