"Jika Ayah nanti pergi, tolong jaga Aisyah seperti kamu menjaga ibu kandung mu." kata Ronald, sedang berjalan menuju apartemennya. "Aku sudah menganggap ayah dan ibu sebagai keluargaku, aku pasti akan melindungi ibu dengan segenap kemampuan ku." kata Rian. "Kau juga jangan malas latihan. Meski aku belum mengajari mu bertarung, tapi kau harus memperkuat fisik mu dengan latihan berat setiap hari sebagai pondasi." "Jangan meremehkan konsisten, bahkan batu yang sangat keras sekalipun dapat dilubangi dengan setetes air yang dijatuhkan dengan konsisten. Begitupun dengan tubuhmu, meski kau lemah, jika kau konsisten untuk berlatih, maka kau akan menjadi sangat kuat nantinya." kata Ronald. "Aku akan mengingatnya, Ayah!" kata Rian. Ronald tersenyum. Akhirnya Ronald dan Rian sampai di apartemen. "Apa yang ingin kau lakukan di luar kota?" tanya Aisyah. "Hanya urusan mendadak. Ini mengenai teman-temanku, Aisyah. Tolong pengertiannya." kata Ronald. Aisyah menghela napas. "Aku ikut saja den
Ronald sekeluarga akhirnya sampai di desa Routh setelah menempuh perjalanan. Kedatangan Ronald disambut baik oleh para warga di desa Routh. Aisyah kemudian dibawa masuk ke rumah besar, yang dulunya adalah kediaman Tuan George. "Rumah ini dulu adalah rumah milik tuan George, tapi sekarang tidak lagi. Rumah ini sudah dijadikan tempat pemerintahan desa Routh. Kantor desa, puskesmas, perpustakaan, dan balai desa, bahkan juga sekolah di bangun di halaman belakang. Semuanya menyatu di tempat ini." kata seorang penatua desa. Dia bernama Jigar. Seseorang yang dituakan dan dihormati di desa Routh. "Sepertinya desa ini mengalami perkembangan. Aku ikut senang melihatnya." kata Ronald. "Tentu saja ini tidak akan terjadi tanpa bantuan Tuan Ronald. Kau tahu, banyak warga desa menatap patung mu di lapangan dengan ekspresi kagum. Mereka menjadikan mu sebagai sesuatu yang harus dicontoh. Anak-anak rajin belajar, berinovasi, dan kreatif. Ada juga yang berlatih beladiri agar kelak bisa menjadi sepert
Melihat Ferdi ditembak mati, Ronald akhirnya murka. Ia mengeluarkan dua pistol dan menembak dengan sangat cepat. Setiap peluru yang dilepaskan mengenai jantung dan langsung membuat korbannya meninggal dunia. Namun, jumlah yang harus dilawan oleh Ronald ada puluhan. Dan masing-masing dari mereka telah membidik Ronald sejak awal. Sehingga, sebuah peluru mengenai lengan kiri dan kanannya. Nasib Lisa juga tidak kalah mengenaskan. Lengan kanan dan kirinya terluka akibat serangan peluru. Itu membuat Lisa tidak mampu mengangkat pistolnya untuk menyerang. Seseorang mendekat dan memukul kepala Lisa dengan keras, sampai ia pingsan. Sementara Ronald, ia mengeluarkan belati dan menyerang orang yang hendak menangkapnya. "Sudah terluka parah dan kau masih melawan? Ronald... kau memang tidak pernah mengecewakan ku." kata Enzo dari jauh. Ronald bergerak sangat cepat, membunuh delapan orang dengan belati, kemudian sesekali menggunakan pistol untuk menembak. Tangannya yang terluka karena peluru
Aisyah menangis ketika melihat Rian dipukuli tanpa boleh melawan. Kepalanya kini telah berlumuran darah. Tapi tatapan Rian tetap tertuju pada ibu angkatnya. Dalam hati, Rian hanya ingin melindungi Aisyah. Meskipun sebenarnya ia tidak sanggup dan tidak dapat melakukan apapun. Pada akhirnya, Rian harus pingsan lantaran tubuhnya sudah tidak sanggup dipukuli lagi. Setelah puas melihat adegan itu, Frigia memerintahkan anak buahnya untuk membawa Aisyah dan Rian pergi menemui Ronald di kota Chester. ***Di sebuah gudang besar dengan lampu yang sedikit redup. Terlihat Ronald yang sedang diikat dengan rantai. Tampak sangat jelas di tangannya ada bekas jahitan. Sepertinya Enzo memang tidak membiarkan Ronald mati dengan mudah. Hanya karena ingin melihatnya mati perlahan. Bagaimanapun, Enzo juga memiliki dendam kesumat dengan Ronald. Karena telah membunuh kedua putra kesayangannya. Ketika Ronald membuka matanya, ia menatap Enzo penuh kemarahan. "Tidak perduli kau menyiksaku bagaimana, itu t
Dari belakang pria yang menodongkan pistol, muncul seorang pria kurus dengan membawa alat pemukul bola bisbol. Dengan wajah tersenyum, ia mulai memukuli sang pria bejat sambil berkata, "Beraninya kau memaksa nafsumu pada wanita tidak berdosa, mati saja kau!" Aisyah segera ditarik keluar dari ruangan itu. Sementara dua orang mulai memukuli pria bejat itu.Orang itu terus memukuli sampai tongkat bisbolnya hancur. Beberapa tembakan juga menembus kaki dan tangan pria hidung belang itu. Aisyah berhasil diselamatkan sebelum pria bejat itu melakukan hal intim. Meskipun sebenarnya itu sudah termasuk pelecehan. Aisyah segera dilarikan ke rumah sakit. Sementara itu, Ronald terlihat lemas. Ia nyaris tak lagi memiliki tenaga untuk melawan. Andai saja Ronald tidak diikat menggunakan rantai, Enzo dan Frigia beserta anak buahnya telah wafat. "Bagaimana rasanya melihat orang-orang yang kau sayangi di perlakukan seperti ini?" tanya Enzo, mencengkeram rahang bawah wajah Ronald. "Akan ada seseoran
“Selamat, hari ini Anda telah bebas. Kuharap Anda dapat menjadi lebih baik lagi, dan tidak akan kembali ke tempat ini. Jadilah orang baik!” ujar salah seorang sipir.Ronald hanya tersenyum ketika mendengarnya. Lagian, siapa juga yang mau kembali ke penjara?“Terima kasih, aku juga tidak bisa menjamin akan menjadi masyarakat yang baik. Tapi, aku akan berusaha untuk tidak kembali ke tempat ini,” jawab Ronald sambil tersenyum pahit ketika mengingat masa-masa penderitaannya di dalam penjara. Ia bertekad tidak akan pernah menginjakkan kakinya lagi di penjara.Setelah itu, Ronald pun berbalik. Sipir tadi juga kembali ke dalam setelah menutup gerbang besar--yang selama lebih dari sepuluh tahun telah mengurung Ronald.Ronald lalu menatap ke langit yang terlihat cerah.Mungkin, itu pagi yang cerah dan biasa bagi kebanyakan orang di luar sana. Namun, ini adalah permulaan baru dalam hidup Ronald.Sesaat setelah menatap langit cerah, Ronald seakan bisa melihat wajah adiknya yang tersenyum lebar
"Aw!" Keduanya bertatap-tatapan cukup lama, sebelum perempuan itu segera mengalihkan pandangan dari Ronald. Menyadari itu, Ronald merasa bersalah. "Maaf!" Ronald pun kembali berjalan sambil menarik kopernya tanpa menunggu balasan gadis yang baru saja ia tabrak itu.Aisyah kini memandangi belakang Ronald dengan tatapan sedikit kesal. Namun itu tak lama, karena ia kembali menoleh ke kiri dan kanan, seolah sedang mencari seseorang."Di mana Abah? Kemana Abah?" pikir Aisyah sangat khawatir. Ia ingat jelas, sebelumnya ia menyuruh Abahnya untuk menunggu di tempat itu saat pergi mengambil kunci rumahnya yang ketinggalan di sebuah warung makan. Tapi, abahnya tidak terlihat!Sementara itu, Ronald kini berdiri di pinggir jalan. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu."Jika aku berjalan hingga ke pinggiran kota, pasti akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sudah begitu, aku pasti akan sangat lelah," pikir Ronald, ia segera menghela napas."Sudahlah, lebih baik aku naik bus saja. Semoga saja ha
Saat tengah malam sampai dini hari, Kiyai Sulaiman sholat tahajud di rumahnya.Mereka semua memang sudah pulang ke rumah. Namun, hati pria tua itu tak tenang.Sepanjang sepertiga malam, kiyai Sulaiman melaksanakan Sholat istikharah meminta petunjuk Allah.Kiyai Sulaiman akhirnya berhenti setelah hatinya cukup tenang. Sebuah keputusan telah dibuat.*****"Umi Nayla ... Aisyah ... ada sesuatu yang Abah ingin katakan. Ini sangat penting." Umi Nayla dan Aisyah menahan napas. Mereka berdua hanya diam, siap mendengarkan amanah Kiyai Sulaiman.Kiyai Sulaiman menarik napas. "Aisyah, kamu sudah besar. Sudah waktunya kamu menikah." "Tapi Abah, aku masih belum mempunyai calonnya," ucap Aisyah seketika. Umi Nayla yang adalah ibu kandung Aisyah segera memegang tangannya dan menatapnya. Aisyah seketika diam dan menunduk."Pemuda itu mengalami nasib buruknya adalah karena ingin menyelamatkan Abah. Sepanjang malam, Abah sholat istikharah dan meminta petunjuk Allah. Yang aku pikirkan, hanya pemuda