Share

Bab 2

"Aw!" Keduanya bertatap-tatapan cukup lama, sebelum perempuan itu segera mengalihkan pandangan dari Ronald.

Menyadari itu, Ronald merasa bersalah. "Maaf!"

Ronald pun kembali berjalan sambil menarik kopernya tanpa menunggu balasan gadis yang baru saja ia tabrak itu.

Aisyah kini memandangi belakang Ronald dengan tatapan sedikit kesal. Namun itu tak lama, karena ia kembali menoleh ke kiri dan kanan, seolah sedang mencari seseorang.

"Di mana Abah? Kemana Abah?" pikir Aisyah sangat khawatir.

Ia ingat jelas, sebelumnya ia menyuruh Abahnya untuk menunggu di tempat itu saat pergi mengambil kunci rumahnya yang ketinggalan di sebuah warung makan. Tapi, abahnya tidak terlihat!

Sementara itu, Ronald kini berdiri di pinggir jalan. Ia terlihat sedang memikirkan sesuatu.

"Jika aku berjalan hingga ke pinggiran kota, pasti akan membutuhkan waktu yang cukup lama. Sudah begitu, aku pasti akan sangat lelah," pikir Ronald, ia segera menghela napas.

"Sudahlah, lebih baik aku naik bus saja. Semoga saja harganya tidak mahal," pikir Ronald.

Ronald kini menoleh ke kanan. Ia siap menyambut kedatangan sebuah bus untuk ia tumpangi. Bagaimanapun juga, Ronald tidak mau berjalan sejauh berpuluh-puluh kilometer.

Namun, Ronald begitu terkejut ketika netranya tak sengaja menangkap sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi. Padahal, ada sosok pria tua yang saat itu hendak menyeberang jalan. Kecepatan jalannya sangat lambat karena memakai tongkat--membuat Ronald sangat khawatir.

Ronald pun melepaskan koper yang ia pegang. "Awas!"

Ronald segera mendorong kakek tua itu sampai terpental ke sisi lain jalan. Sementara itu, Ronald tidak punya kesempatan untuk menghindar.

Pengemudi mobil berkecepatan tinggi itu juga terlihat berusaha menginjak pedal rem, namun terlambat. Ban mobil sempat berhenti dan terseret di jalan--membuat Ronald tetap tertabrak hingga terpental agak jauh.

Ronald kini bermandikan darah, ia sempat melihat beberapa orang yang segera mendekati dirinya kemudian akhirnya hilang kesadaran.

Lelaki tua itu begitu terkejut menyadari kejadian yang baru saja dilihatnya.

Sedari tadi, dia mencari keberadaan putrinya--Aisyah--, tetapi malah nyaris ditabrak dan diselamatkan pria yang tak dikenalnya.

Oleh sebab itu, dia merasa harus ikut bertanggung jawab atas apa yang Ronald alami saat ini.

Ia pun segera ikut bersama dengan para warga untuk mengantarkan Ronald ke rumah sakit, bersama sang penabrak yang bernama Mila Smith.

****

"Abah ke mana sih? Mana ponselnya ketinggalan lagi," gumam Aisyah yang saat itu khawatir.

Baru saja dia mengeluh, ponsel Abahnya kini berdering.

Tampak, nomor yang tidak dikenal kini menelepon nomor Abahnya. Namun, Aisyah memutuskan untuk mengangkatnya.

[Dengan siapa dan di mana?] ucap Aisyah di telepon.

[Ini aku, Abahmu! Aku sekarang sedang berada di rumah sakit Kota Asland. Datang ke sini sekarang!] kata Kiyai Sulaiman.

[Abah?! Apa yang terjadi? Siapa yang sakit?] Aisyah bingung, tetapi dia tidak menyembunyikan rasa senangnya ketika abahnya menelepon.

[Akan aku jelaskan saat kamu sampai. Cepatlah ke rumah sakit! Oh yah, jangan lupa bawa kartu ATM Abah ya!] pesan Kiyai Sulaiman dalam telepon.

Aisyah pun menurutinya. Kini, dia bergegas kembali ke parkiran untuk segera mengambil mobilnya. Bahkan, dia pulang ke rumah untuk mengambil kartu ATM sang Abah.

*****

Ronald sedang ditangani oleh para tenaga medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kota Asland.

Sementara itu, Kiyai Sulaiman terlihat berjalan mondar-mandir di depan pintu gawat darurat, begitu khawatir dengan keadaan sang penyelamat nyawa.

Namun, gerak-gerik Kiyai Sulaiman membuat risih Mila Smith yang saat itu sedang duduk.

Dengan ekspresi kesal, Mila pun berdiri dan berkata, "Bisa tidak, kamu duduk diam saja? Lagian tidak ada yang menyalahkan dirimu, kamu bisa pergi jika mau. Aku yang akan bertanggung jawab."

Namun, Kiyai Sulaiman memandang Mila hanya sedetik karena pria itu segera memalingkan wajahnya ketika menyadari penampilan Mila yang terbuka.

"Sudahlah, aku ingin keluar sebentar. Toh ada kamu yang menjaganya," ucap Mila. Ia segera pergi meninggalkan Kiyai Sulaiman sendiri di situ, merasa Kiyai Sulaiman begitu aneh.

Kiyai Sulaiman hanya mengangguk dan menanti hasil perawatan Ronald.

Tak berapa lama, Aisyah bersama dengan Umi Nayla kini datang menghampiri Kiyai Sulaiman yang masih terlihat khawatir.

"Ada apa Abah? Siapa yang sakit?" tanya Aisyah khawatir.

Kiyai Sulaiman kini menghela napas.

"Tadi, aku hampir ketabrak. Beruntungnya ada seorang pemuda yang menolongku. Karena menolongku, pemuda itu harus ketabrak mobil dan akhirnya dilarikan ke rumah sakit," ucap Kiyai Sulaiman menjelaskan.

Aisyah dan sang umi mengangguk.

Ketiganya pun kemudian menunggu di depan pintu gawat darurat. Mereka tentu saja sangat berharap Ronald baik-baik saja.

Menit demi menit berlalu, tetapi dokter belum selesai menanganinya. Bahkan, Mila tidak terlihat. Hanya saja, seorang petugas administrasi mengatakan bahwa biaya medis telah dibayarkan perempuan itu.

Kiyai Sulaiman hanya menggeleng, menyadari tindakan tidak bertanggung jawab perempuan itu. Untung, dirinya, Aisyah, dan istrinya mau menunggu sampai Ronald dipastikan baik-baik saja.

"Allahu Akbar Allahu Akbar..."

Suara adzan tiba-tiba terdengar jelas di telinga ketiganya--menyadarkan mereka akan kewajiban yang harus segera dilaksanakan.

"Lebih baik, kita pergi sholat Maghrib dulu. Nanti, kita doakan agar dia baik-baik saja," ucap Kiyai Sulaiman.

Mendengar itu, Aisyah dan Uminya menghela napas. Namun, tetap mengikuti perintah sang kepala keluarga untuk bergegas ke musholla--melaksanakan ibadah sholat Isya.

Dalam sholat, ketiganya berharap Ronald bisa pulih dan lolos dari kondisi kritis. Sayangnya, itu tidak semudah yang mereka harapkan.

Setelah selesai sholat Isya, mereka bertiga kembali dan menemukan bahwa sang dokter telah selesai melakukan penanganan.

Ada kabar baik dan buruk tentang Ronald.

Kabar baiknya, Ronald telah melewati masa kritis. Sedangkan, kabar buruknya: Ronald mungkin akan cacat. Ronald akan sulit berjalan.

Tentu, Kiyai Sulaiman yang paling terpukul. Melihat itu, Umi Nayla berusaha menenangkan sang suami.

"Apa dia benar-benar tidak bisa pulih seperti sebelumnya, dok?" tanya Aisyah panik. Perempuan itu tak ingin ayahnya sedih.

"Memang masih ada kemungkinan besa pasien bisa sembuh, tapi kemungkinannya sangat kecil."

Kiyai Sulaiman semakin sedih.

Rasa bersalah saat menatap Ronald yang sedang terbaring dan masih belum sadar, semakin besar.

Aisyah dan Umi Nayla menghela napas. Bagaimanapun, Ronald mengalami nasib malang ini karena Kiyai Sulaiman, abahnya Aisyah.

"Abah...." lirih keduanya memeluk sang kepala keluarga.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status