Share

Suami Gangster sang Ustadzah
Suami Gangster sang Ustadzah
Author: ILLUSY PENA

Bab 1

“Selamat, hari ini Anda telah bebas. Kuharap Anda dapat menjadi lebih baik lagi, dan tidak akan kembali ke tempat ini. Jadilah orang baik!” ujar salah seorang sipir.

Ronald hanya tersenyum ketika mendengarnya. Lagian, siapa juga yang mau kembali ke penjara?

“Terima kasih, aku juga tidak bisa menjamin akan menjadi masyarakat yang baik. Tapi, aku akan berusaha untuk tidak kembali ke tempat ini,” jawab Ronald sambil tersenyum pahit ketika mengingat masa-masa penderitaannya di dalam penjara. Ia bertekad tidak akan pernah menginjakkan kakinya lagi di penjara.

Setelah itu, Ronald pun berbalik.

Sipir tadi juga kembali ke dalam setelah menutup gerbang besar--yang selama lebih dari sepuluh tahun telah mengurung Ronald.

Ronald lalu menatap ke langit yang terlihat cerah.

Mungkin, itu pagi yang cerah dan biasa bagi kebanyakan orang di luar sana. Namun, ini adalah permulaan baru dalam hidup Ronald.

Sesaat setelah menatap langit cerah, Ronald seakan bisa melihat wajah adiknya yang tersenyum lebar di dalam benaknya.

"Adik, aku telah memenuhi keinginan terakhirmu. Aku telah meninggalkan anggota gangsterku dan memilih hidup damai di negara asing ini. Aku juga telah menjalani masa hukuman sepuluh tahun. Kuharap kau bisa menyaksikan semua ini," batin Ronald yang menahan tangis saat mengingat adiknya.

Ronald kini tersenyum sebelum akhirnya mengangkat koper dan tasnya, demi menjalani kehidupan yang baru.

Ia mengenakan jas hitam dan kemeja putih pemberian dari sipir barusan--bekas bajunya dulu. Menarik napas dalam-dalam, sebelum Ronald akhirnya segera berjalan meninggalkan penjara yang selama ini membuatnya menderita.

Ronald selalu ditindas dan diperlakukan layaknya hewan oleh para napi senior. Padahal, Ronald sebenarnya dulu adalah ketua gangster yang paling ditakuti di luar negeri. Hanya saja, Ronald sudah bertekad untuk pensiun dan memilih menjadi seorang yang lebih baik.

Ronald berdiri di pinggir jalan sambil memeriksa saku celananya yang disebelah kanan. Koper yang dia bawa terletak di bawah tepat di samping Ronald.

Pandangan Ronald kini terkunci pada sejumlah uang ditangannya. Uang itu adalah pemberian dari seorang sipir.

Total hanya ada sepuluh lembar uang seratus ribu ditangannya. Menyadari itu, Ronald menghela napas.

“Aku harus segera mencari pekerjaan!” batin Ronald.

Ronald kemudian memandang ke kiri dan ke kanan. Ia segera menemukan keramaian. Ronald kemudian tersenyum kecut.

“Mau ke mana aku sekarang?” pikir Ronald. Ia sekarang hanya punya sedikit uang, tidak punya makanan, dan tidak punya tempat tinggal. Dia tidak lebih dari seorang gembel, yang tidak punya tujuan.

Ronald kembali menghela napas lagi dan segera memegang kopernya.

Ia berniat untuk segera mencari kos-kosan untuk dirinya tempati. Bagaimanapun juga, ia tidak mau jikalau dirinya harus tidur di jalanan. Bahkan dirinya saat itu sedang kelaparan. Ia belum makan sejak tadi.

Pandangan Ronald kini tertuju pada sebuah warung pinggir jalan, warung itu terletak di pojokan, tepat di dekat perempatan lampu merah. Sambil memegang perutnya, Ronald kini membuat keputusan untuk mengisi perutnya terlebih dahulu.

Ronald segera bergegas menghampiri warung sederhana itu. Ketika lampu merah, Ronald kemudian berjalan sambil menarik kopernya.

Beberapa pasang mata dari beberapa pengendara yang sedang menunggu lampu hijau kini menatap Ronald yang berjalan dengan santainya di hadapan mereka.

Ronald akhirnya segera masuk ke dalam warung itu. Di atasnya tertulis, “Warung Pojok Nasi Padang.”

Ronald kini segera masuk ke dalam dan langsung menyimpan kopernya di sebuah meja kosong. Terlihat ada tiga orang pelanggan lain yang sedang makan.

“Permisi, ini adalah menu di warung kami,” ucap sosok wanita muda yang berprofesi sebagai pedagang nasi Padang. Ialah yang memasak dan mengelola usaha warung sederhananya itu. 

“Menu apa saja yang anda jual?” tanya Ronald.

“Anda bisa melihatnya di menu kami,” ucap wanita bernama Lisa itu kemudian. Ronald dilayani dengan sangat baik, penjualnya juga cantik dan ramah. Apalagi saat dia tersenyum. Ronald tersenyum pahit saat disuruh membaca menu yang tersedia.

“Maaf, aku tidak bisa membacanya,” ucap Ronald.

Sebenarnya bukan karena Ronald tidak bisa membaca, tapi ia memang tidak mengerti tulisan yang tertera di menu-nya. Perlu diketahui, Ronald merupakan seorang ketua gangster di luar negeri. Negara ini adalah negara asing untuknya.

Jika bukan karena kematian mendadak adiknya akibat serangan musuh-musuhnya, Ronald pasti tidak mungkin menyerahkan dirinya di kantor polisi negara lain. Ini semua demi memenuhi permintaan sang adik saat helaan napas terakhir untuk tidak membalas dendam dan menjalani hidup yang lebih damai.

Inilah alasan Ronald dipenjara dan ia juga tidak melawan saat diperlakukan sangat buruk oleh para narapidana di sana.

Dikarenakan Ronald adalah mafia dari luar negeri. Ia sulit memahami perkataan mereka.

Namun, sepuluh tahun di penjara bersama narapidana yang menggunakan bahasa yang sama, Ronald akhirnya bisa dan lancar berbicara menggunakan bahasa Indonesia. Akan tetapi, membaca dan menulis masih sulit untuknya.

Mendengar itu, Lisa mulai memperhatikan Ronald dan menaikkan alisnya sebelah. Dia begitu terkejut melihat "siapa" pria di hadapannya itu. Namun, Lisa dapat segera mengendalikan ekspresinya dengan cepat. 

“Kami menjual nasi campur, nasi goreng, mie ayam, dan menu utama kami, nasi Padang,” ucap Lisa kemudian.

Untungnya, Ronald tidak menyadari itu. Dia hanya fokus pada menu-menu yang dikatakan Lisa.

“Aku pesan nasi Padang saja,” putus Ronald pada akhirnya.

Lisa kemudian segera bergegas untuk menyiapkan pesanan Ronald.

“Tunggu!” ucap Ronald kemudian. Lisa berbalik dan tersenyum.

“Adakah yang bisa aku bantu?” tanya Lisa.

“Berapa harga satu porsinya?” tanya Ronald yang langsung ditanggapi dengan tersenyum oleh Lisa.

“Lima belas ribu, apa ada masalah?” tanya Lisa.

“Tidak, tidak ada masalah,” ucap Ronald menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Baiklah, aku akan segera menyiapkan pesanan Anda.”

Ronald pun mengangguk kecil.

“Jika seperti ini, uangku cepat atau lambat pasti akan habis. Di mana aku harus mencari pekerjaan?” pikir Ronald yang kembali cemas memikirkan uangnya yang tidak seberapa.

Belum lagi, ia harus secepatnya mencari tempat tinggal. Bagaimanapun, Ronald tidak mau tinggal di kolong jembatan.

****

Tak butuh waktu lama, satu porsi nasi padang kini disajikan tepat di depan Ronald. Karena memang lapar, Ronald akhirnya makan dengan lahap, hingga benar-benar menghabiskan makanannya.

Lisa masih saja terus memperhatikan dengan senang, berharap Ronald mengenalinya. 

Ketika Ronald akhirnya telah menghabiskan makanannya dan menghampiri Lisa, perempuan itu tersenyum lebar. Memang, bagian inilah yang paling Lisa suka ketika berdagang. Bagian transaksi!

“Terima kasih!” ucap Ronald setelah menerima kembalian dari Lisa.

“Sama-sama, kembalilah lagi nanti!” ucap Lisa.

Ronald kini tersenyum.

“Jika ada waktu, aku pasti akan kembali,” ucap Ronald. Ia segera menarik kopernya dan segera pergi, kembali berjalan tanpa arah tujuan.

Setelah Ronald pergi, kini Lisa tidak kuasa dan mulai meneteskan air matanya. Sebenarnya, ia sudah sedari tadi menahannya.

"Tuan Ronald, sudah 10 Tahun aku menunggumu di tempat ini, hanya demi melihatmu keluar dari penjara. Tapi, baru 10 Tahun dan Tuan Ronald sudah melupakanku?" batin Lisa yang sedang mencuci piring.

*****

Seharian, Ronald hanya berjalan di pinggir jalan tanpa tahu arah. Ia tidak punya tujuan harus ke mana. Ia tidak punya keluarga, ia tidak punya siapa-siapa, dan ia juga tidak punya uang dan tempat tinggal.

Ronald tidak tahu harus bagaimana lagi.

Ronald hanya bisa menghela napas sebelum akhirnya tersenyum pahit beberapa kali. Ia mencoba untuk bersabar menjalani kehidupannya ini.

Sore hari telah tiba, Ronald masih belum menemukan kos-kosan yang cocok untuknya.

Ronald sekarang berada di daerah perkotaan. Biaya sewa kamar kos-kosan juga melangit. Apalagi biaya kontrakan rumah.

Mau tidak mau, Ronald harus berjalan kaki menuju ke pinggiran demi menghemat uang. Ia bahkan belum mandi seharian, membuat dirinya sangat bau dan ada perasaan tidak nyaman.

“Apakah aku harus kembali ke tempatku berasal dan kembali menjadi seorang gangster kembali?" pikir Ronald yang sudah akan putus asa. Ia segera menggeleng-gelengkan kepalanya saat mengingat adiknya.

"Tidak, aku sudah berjanji akan meninggalkan dunia kriminal demi adikku. Aku harus menepatinya," batin Ronald.

Akan tetapi, lamunan Ronald harus terhenti ketika dia tidak sengaja menabrak seorang gadis bercadar yang saat itu sedang berdiri di pinggir jalan, tampak sedang menunggu seseorang. 

"Aw!" Keduanya bertatap-tatapan cukup lama.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status