Share

Bab 4

"Siapa kalian?" tanya Ronald seketika.

Ronald kaget ketika menyadari sudah ada tiga orang yang menjenguknya. Ia sebelumnya termenung sampai tidak menyadari kedatangan Kiyai Sulaiman dan sekeluarga.

Kiyai Sulaiman tersenyum. "Nak, terima kasih kau telah menolongku. Jika bukan karena dirimu, mungkin aku yang berada di posisimu sekarang." 

"Oh, jadi kamu kakek-kakek tua yang aku selamatkan itu?" ucap Ronald, Kiyai Sulaiman mengangguk membenarkan apa yang Ronald katakan. Ronald kemudian memalingkan wajahnya.

Aisyah yang menyaksikan dari belakang Abahnya kini hanya bisa menghela napas seraya mencoba untuk bersabar. Inilah, calon suaminya.

"Kau tidak menyesal menolongku, kan?" tanya Kiyai Sulaiman lagi.

"Percuma saja menyesal, semuanya sudah terlanjur terjadi. Terus berandai-andai malah hanya akan menyakiti perasaan dan kesehatan ku," ucap Ronald dengan nada pelan.

Meski suara Ronald pelan, namun itu terdengar jelas di telinga Kiyai Sulaiman, Umi Nayla, dan Aisyah itu sendiri.

Kiyai Sulaiman kemudian menghela napas. Ia kini benar-benar memantapkan pilihannya untuk menikahkan satu-satunya putri yang ia miliki dengan Ronald.

"Boleh aku tahu siapa namamu?" tanya Kiyai Sulaiman kemudian.

"Ronald," jawab Ronald singkat.

"Tempat tinggalmu?" tanya Kiyai Sulaiman lagi.

Ronald hanya diam tidak bisa berkata-kata. Sekilas lihat, Kiyai Sulaiman langsung mengerti bahwa Ronald sebenarnya tidak punya tempat tinggal.

"Baiklah, to the point saja. Maukah kau menikah dengan putriku?" tanya Kiyai Sulaiman kemudian.

Aisyah kini tertunduk malu. Ia benar-benar tidak tahu harus berbuat apa lagi.  Usia Aisyah memang sudah pantas untuk menikah. Ia sudah berumur dua puluh lima tahun saat ini sedangkan Ronald telah berumur tiga puluh dua tahun. Perbedaan umur keduanya terpaut tujuh tahun. Tapi, mengapa abahnya langsung melamar pria itu di depannya?

Sementara itu, Ronald terlihat terkejut. "Aku tidak salah dengar?" 

"Yah, kau memang tidak salah dengar. Aku menawarkan mu menikah dengan putriku," ucap Kiyai Sulaiman.

Ronald kemudian menatap Aisyah yang ternyata juga curi-curi pandang. Alhasil, matanya sempat bertemu selama sedetik sebelum akhirnya Aisyah memalingkan wajahnya lagi.

Ronald kemudian menghela napas. "Jika kau ingin memaksa putrimu menikah denganku hanya karena perasaan bersalah atau merasa berhutang Budi, maka lupakan saja! Aku sama sekali tidak menyalahkanmu atas apa yang menimpaku. Mungkin... aku sedang sial saja."

Ia paham kalau Aisyah terpaksa dijodohkan seperti ini. Hal itu terlihat jelas saat Ronald memperhatikan Aisyah.

Kiyai Sulaiman kemudian menjelaskan niatnya yang ingin merawat Ronald yang karena menolongnya, Ronald harus menjadi pria lumpuh. Kiyai Sulaiman juga menyampaikan bahwa ia akan dirawat dengan sangat baik oleh putrinya setelah menikah.

Mendengar bahwa ia akan dirawat dan diurus oleh Aisyah setelah menikah, membuat Ronald tertarik untuk menerima tawaran Kiyai Sulaiman.

"Tentu saja, jika kau tidak mau. Aku tidak bisa memaksamu," ucap Kiyai Sulaiman akhirnya.

"Tapi, aku tidak punya rumah, uang, ataupun keluarga. Aku bahkan mantan narapidana yang dituduh membunuh orang. Apa Anda yakin ingin menikahkanku dengan putrimu?” tanya Ronald.

Mendengar hal itu, mata Umi Nayla membulat sempurna. Ia sangat mengkhawatirkan satu-satunya putri yang ia miliki. Umi Nayla kemudian memegang tangan putrinya. Sebagai ibu, dia berharap pernikahan Aisyah dan Ronald tidak jadi dilaksanakan.

Di sisi lain, Kiyai Sulaiman juga terkejut.

Ia mengira Ronald adalah orang baik-baik sebelumnya. Siapa yang akan menyangka dia adalah seorang mantan narapidana? Akan tetapi, Kiyai Sulaiman sudah yakin pada keputusannya. Dia akan membantu penyelamat nyawanya ini. Dan, itu semua dapat dia lakukan bila Ronald bersedia tinggal di rumahnya atau bersama putrinya.

"Kau mungkin merasa aku aneh. Tapi, aku pun sudah sholat istikharah sepanjang malam meminta petunjuk Allah. Tak hanya itu, jika kau menikah dengan putriku, kalian dapat tinggal bersama tanpa mengundang fitnah." ucap Kiyai Sulaiman.

"Putrimu yang mana? Yang itu?" tanya Ronald sambil menatap Aisyah yang tertunduk. Ia berada tepat di samping Umi Nayla. Saat Ronald mengatakan hal ini, Aisyah mengangkat pandangannya ke arah Ronald dan bertemulah pandangan keduanya meski hanya sedetik saja. Hal itu dikarenakan Aisyah sangat menjaga pandangannya.

Hijab dan cadar yang dikenakan oleh Aisyah memang membuatnya terlihat sebagai wanita muslimah yang sangat cantik. Hanya terlihat kedua matanya yang sangat indah. Meskipun begitu, Ronald masih belum bisa memastikan seperti apa wajah Aisyah yang sebenarnya.

"Yah, dialah putriku yang aku maksud." ucap Kiyai Sulaiman.

"Sekarang aku tanya, kau bersedia tidak?" tanya Ronald langsung kepada Aisyah. Pandangan Ronald terkunci pada sosok gadis Sholehah itu. Bahkan Ronald tidak berkedip sedikitpun.

"Y-y-ya, a-aku, aku bersedia!" ucap Aisyah sangat terbata-bata. Ia takut melawan keinginan Abahnya. Ia juga sebenarnya terpaksa membuat keputusan ini. Setelah menjawab, Aisyah menghela napas dan memasrahkan semuanya kepada Allah.

"Baiklah, jika benar begitu. Aku tidak punya alasan untuk menolak. Tapi..." ucap Ronald.

"Ada apa lagi?" tanya Kiyai Sulaiman.

"Seperti yang aku katakan sebelumnya, aku tidak punya rumah dan tempat tinggal. Dengan kondisiku sekarang, aku khawatir tidak akan pernah bisa menafkahi putri anda. Rasanya aku ragu." ucap Ronald. Aisyah dan Umi Nayla tersenyum senang meskipun senyumnya itu disembunyikan, tapi Ronald dapat melihatnya dengan jelas.

"Tenang saja, setelah menikah. Aku akan menghadiahi kalian rumah sebagai hadiah pernikahan kalian dari saya. Untuk nafkah, aku yakin pasti akan ada jalannya. Jika memungkinkan, aku akan memberikan uang setiap bulan kepada Aisyah." ucap Kiyai Sulaiman.

Kiyai Sulaiman mengatakan semua ini karena mempertimbangkan kondisi Ronald yang sedang lumpuh. Adalah hal yang tidak mungkin jika Ronald harus bekerja di kondisinya yang seperti ini. Ia benar-benar telah menjadi manusia tidak berdaya.

"Mengenai mahar bagaimana?" tanya Ronald lagi. Ia kemudian mengeluarkan uang sembilan ratus ribu miliknya yang tersisa.

"Aku tidak punya apapun selain ini," ucap Ronald lagi.

"Baiklah, kamu bisa membeli seperangkat alat sholat dengan uangmu itu," ucap Kiyai Sulaiman.

Ronald menghela napas, kini tidak ada lagi alasan baginya untuk menolak. "Baiklah, aku bersedia menikahi putri anda, bisakah aku tahu siapa namanya?" 

"Aisyah!" jawab Aisyah seketika.

Lagi-lagi pandangan keduanya kembali bertemu.

Ronald hanya bisa tersenyum. Sebenarnya, Ronald tahu kalau Aisyah terpaksa melakukannya. Tapi, mengingat Ronald tidak punya tempat tinggal dan butuh tempat untuk berteduh, ditambah dengan kondisinya yang sekarang, Ronald juga tidak ada pilihan lain. Ia hanya bisa menerima pernikahan ini demi kelangsungan hidupnya.

"Salam kenal, Aisyah. Namaku Ronald." Entah mengapa, suara bariton dari sang calon suami menggetarkan hati Aisyah.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status