Share

5. Jangan Panggil Tante!

Apa yang terjadi semalam?

Otaknya berusaha keras menemukan kepingan memori yang entah bersembunyi dimana. Sagara sama sekali tak mengingat apapun setelah bagian dia menaiki mobil dari aplikasi ojek online. Apa yang terjadi setelahnya? Sagara takut mengacau disini.

Dia menelan ludahnya susah payah saat jemari Natalia semakin berani menelusuri garis rahangnya. Sagara harus berjuang menyatukan kepingan puzzle berantakan dalam otaknya sembari menahan dirinya dari serangan hasrat yang berbahaya.

Bagaimana tidak? Selain sentuhan- sentuhan riskan itu, penampilan wanita matang dihadapannya tentu sangat mengusiknya. Setelah mengumpulkan sedikit keberanian, Sagara mencekal pelan pergelangan tangan Natalia.

"Astaga! Kemana perginya uang hasil kerja keras tante? Apa semahal dan sesulit itu membeli satu kaos yang lebih nyaman untuk digunakan?"

Sejujurnya Sagara tidak tahu darimana ia mendapatkan keberanian untuk menyindir wanita yang tujuh atau mungkin delapan tahun lebih tua darinya itu. Sagara hanya sedang berusaha memadamkan kepanikan dan menutupi rasa kikuk dalam dirinya.

Sampai saat ini dia masih berdebar kencang. Natalia Xaviera yang tengah duduk dihadapannya itu terlihat sangat berbeda dengan penampilan biasanya yang selalu dibalut dengan setelan kerja. Sekarang ini, hampir lima puluh persen kulit Natalia terekspos di depan matanya. Sebagai lelaki normal, jelas saja Sagara merasa terancam.

Natalia Xaviera memundurkan tubuhnya, memutar bola matanya dengan malas. Apa kata Sagara tadi? Pakaian yang nyaman? Hei! Apa yang salah dengan dress satin pendek rumahannya? Setidaknya, bagi si pengguna, ini cukup nyaman, kok. Tidak ada bagian tubuhnya yang tertekan.

Meski begitu, Natalia cukup sadar bahwa kalimat itu hanya sebuah upaya yang dilakukan Sagara untuk menyembunyikan kepanikannya.

"Nggak perlu sok kaget! Kamu bahkan sudah melihat dan bahkan menyentuhku lebih dari," ujar si wanita tanpa canggung sembari memperhatikan tingkat kepanikan di wajah Sagara yang nampak naik drastis.

Sagara bergerak gusar meraih kemejanya di lantai dan cepat- cepat berpakaian, "—yah, itupun kalau kamu masih ingat," bubuh Natalia lagi.

Lagi- lagi Sagara menelan kasar ludahnya, kerongkongannya terasa amat sangat kering sampai dia jadi terbatuk- batuk. Astaga, benarkah ia telah meniduri sahabat dari mamanya sendiri?

Tidak mau munafik sebenarnya. Sagara amat sangat menyadari wanita dihadapannya adalah salah satu spesies top tier yang sebenarnya. Wanita usia tiga puluh itu punya kesempurnaan fisik yang menjadi idaman bagi pria manapun. Kulit mulus cerah dengan tubuh langsing yang tetap padat berisi di bagian- bagian yang memang seharusnya. Kaki jenjang dengan tinggi mungkin sekitar 160 sentimeter. Rambut hitam sepinggang dan wajah cantik paripurna dilengkapi aura dingin yang justru menjadi daya tarik mematikan. She's one of some hottest women in the town! Punya karir dan pendidikan mentereng pula.

"Jadi bagaimana menurutmu? Apa itu menyenangkan?"

Kalau saja Sagara tidak mengingat bahwa Natalia adalah sahabat mamanya, dia mungkin akan senang- senang saja dan merasa mendapatkan jackpot terbaik dalam hidupnya. Tapi mengingat status mereka yang bahkan sekarang adalah bos dan pegawai magang, semuanya jadi semakin rumit bagi Sagara.

Matilah Sagara! Bagaimana dia bisa lolos dari ini? Sagara bahkan tidak ingat apapun sekarang.

Wajahnya pucat pasi. Jangankan melakukan 'itu', Sagara bahkan hanya pernah pacaran satu kali di masa SMA, itupun LDR sehingga ia bahkan hampir tak pernah bersentuhan secara fisik dengan mantannya. Sebagai salah satu pria yang masuk kategori lumayan tampan, semasa kuliah pun ada beberapa gadis yang secara terang- terangan mendekatinya, namun Sagara tak pernah memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Ia dengan bangga menyebut dirinya sebagai laki- laki berprinsip.

Tapi kali ini? Benarkah dia telah melakukan hal itu tanpa sadar pada seorang wanita matang seperti Natalia Xaviera?

"Kenapa? Kamu benar- benar nggak ingat? Mau kubantu mengingat kejadian se—"

Sagara menghentikan Natalia yang seolah- olah hendak menaiki tubuhnya. Dia jelas panik. Masih pagi Sagara sudah panas dingin dibuatnya.

Melihat Sagara berusaha menciptakan jarak aman, wanita itu menghembuskan nafasnya kasar dengan wajah yang tertekuk super jengkel, "damn! Saya memang bilang tidak akan mengekang pergaulan kamu selama disini. Tapi lihat? Baru semalam saja kamu sudah pergi mabuk- mabukan? Bahkan sampai lupa terhadap semua tindakan? What should i say to your mom?"

Sagara bergidik, tentu saja mamanya tidak boleh sampai tahu mengenai hal ini.

"Maafkan saya, Tante! Tapi serius! Saya nggak bermaksud untuk pergi mabuk- mabukan, itu tidak disengaja. Saya juga hanya minum sedikit, namun toleransi alkohol saya memang rendah," sesalnya meminta pengampunan.

Natalia memutar tubuhnya, menelisik menatap Sagara yang nampak benar- benar panik dengan suara bergetar. Sagara bahkan hampir saja merambat turun untuk berlutut memohon ampun.

"Maka seharusnya kamu tidak menyalahgunakan kepercayaan itu, iya kan?" Alis Natalia tertarik naik memperhatikan bagaimana lelaki muda dihadapannya itu masih menunduk tak berani menatapnya.

Sagara mengangguk dalam diam. Bahkan ketika Natalia menariknya untuk berdiri dan mempertemukan netra keduanya, Natalia bisa melihat bagaimana penyesalan dan ketakutan itu terpancar disana.

"Saya akan melakukan apapun untuk menebus semua kesalahan ini," ujar Sagara setelah beberapa detik diam.

Keheningan sempat tercipta disana, Natalia memicing menatapnya. "Apapun?"

Sagara mengangguk polos yang memancing senyum kecil kembali terbit di sudut bibir Natalia. Wanita itu melepaskan Sagara lalu perlahan bersidekap tangan di depan dada.

"Jangan panggil saya tante! Memangnya sejak kapan saya nikah sama om kamu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status