Share

Bab 2

Aku menelisik masuk ke kamar yang pintunya terbuka lebar. Aih, alangkah terkejutnya diriku mendapati Sita berada di sana. Ia tampak baru selesai keluar dari toilet yang ada di dalamnya.

"Hei, kamu! Masuk kamar orang tanpa ijin!" bentakku pada Sita yang berdiri di depan pintu toilet. Tampak ia sedang mengelap betisnya yang basah, tanpa rasa bersalah ia meringis padaku dengan wajah innocent-nya.

"Kamu habis ngapain itu, Sit? Kok, tahu kamar ini ada toiletnya?" imbuhku sambil berkacak pinggang. 

"Emm, itu aku nebak sendiri, sih. Karena aku sudah kebelet buang air kecil. Tanpa kusadari masuk dalam kamarmu yang tampak bagus ini. Lalu, aku lihat ada toilet di dalamnya, akhirnya masuk, deh."

"Ah, alasan aja kamu, Sit. Bilang aja kamu--."

Mas Tedy tiba-tiba terbangun. Ia tertegun melihatku bersama wanita super seksi itu. Lantas aku cepat-cepat menarik lengan Sita keluar kamar dan memberinya ancaman agar dia kapok dan sadar.

"Asal kamu tahu, Sit. Aku gak segan-segan bikin kamu malu di hadapan umum, kalo kamu berani macam-macam di rumah ini. Jadi, jagalah kesopananmu. Sebelum kebaikanku ini berubah jadi bencana buatmu. Ingat!"

Sita mengibaskan tanganku yang sengaja kulingkarkan di lehernya. Ya, perawakanku yang tinggi membuat Sita hanya setinggi pundakku saja.

"Oke-oke, maafin aku. Lagian aku ga ada niatan apa-apa, kok. Kak Della Sayang," 

Tiba-tiba ia memanggilku dengan sebutan 'Kak', sambil tersenyum dan mengedipkan mata. 

"Cuih! Ngapain kamu panggil aku 'Kak'?" 

Mata Sita lalu beredar pandang ke sudut-sudut ruangan rumah ini. Entah sepertinya ia belum pernah melihat rumah yang rapi atau bagaimana. Aku tak mengerti.

"Jadi, di manakah kamar itu, Kak Della? Di sebelah mana? Di sana, situ atau mana?" Ia mengalihkan pembicaraan, sambil menunjuk-nunjuk ke segala arah.

"Heh, denger! Plis, jangan sekali-kali panggil aku 'Kak'! Aku bukan kakakmu, tau!" 

"Kan supaya lebih akrab aja," timpalnya santai.

"No!" bentakku sambil melotot ke arah Sita.

Aku berlalu menuju kamar belakang, wanita itu mengikuti sambil menoleh kanan kiri mengamati tiap detil interior rumahku.

Sampailah di kamar belakang, jaraknya tak terlalu jauh dengan dapur. Maka tak jarang biasanya dipakai untuk tidur ART, ataupun hanya sekedar melepas lelah sambil melihat-lihat taman kecil yang berada di depan kamar. 

"Ingat, kamar ini tak ada kuncinya, jadi jangan sampai kamu bugil di dalam. Bisa saja suamiku atau anakku tak sengaja menemukanmu di sini."

Sita mengangguk tanda mengerti. Tapi aku tak yakin dia memahami segala perintah ataupun ancamanku itu. 

Melihat paras serta penampilannya saja, sudah tak meyakinkan. Mungkin bila seseorang pertama kali melihat Sita, pasti mereka beranggapan ia wanita murahan, persis seperti wanita yang berada di kelab ataupun karaoke.

*

Pagi menjelang. Sinar matahari dengan terangnya menembus tirai kamarku. Aku terbangun lalu menggeliat. Kulihat Mas Tedy sudah tak ada di sampingku. 

Kulirik jam menunjukkan pukul 06.00. Itu artinya aku sudah kesiangan. Ah, gara-gara perempuan sialan itu, batinku kesal.

Bau harum masakan tercium dan menyeruak dalam kamar. Siapa yang memasak? Apa Mas Tedy? Ah, aku harus mengeceknya.

Benar saja, hidangan nasi goreng beserta telur tersaji hangat di atas meja makan. Lalu di mana Mas Tedy dan Dio? Di dapur tak ada orang.

Terdengar sayup-sayup seseorang sedang bercengkrama di ruang tamu. Suara yang tak asing buatku. 

"Oh, asyik ya, mengobrol santai pagi-pagi sambil minum teh. Bagus!"

Ternyata Mas Tedy dan Sita sedang mengobrol asyik di sana.

Aku bertepuk tangan riuh. Mas Tedy dan Sita terperangah melihatku sudah berdiri menahan amarah yang tertutup dengan senyum kaku.

"Terusin aja, Pa. Awas kamu!" Aku berbalik badan dan menuju dapur. Berniat memporak-porandakan hidangan yang ada di meja makan. 

"Stop! Stop, Ma! Kenapa sih? Kita kan harus menyambut tamu dengan baik. Lagian yang masak ini semua Sita kok."

"Ooh, jadi kamu sudah tahu nama wanita gila itu, Pa?" teriakku sambil menunjuk-nunjuk ke arah Sita yang sedang duduk dengan santai sambil menyeruput secangkir teh.

"Dio! Cepat mandi sana!" seruku pada bocah enam tahun yang sedang mengucek-ucek matanya. Rupanya ia terbangun karena lengkinganku pagi-pagi begini. 

"Ayo mandi, Nak. Lalu cepat berangkat sekolah sana." Setelah memasukkan Dio dalam kamar mandi. Aku segera beranjak ke hadapan Sita. 

"Hei, kamu! Sebaiknya cepat-cepat keluar dari sini. Urusanmu sudah selesai 'kan?" 

Sita menarik napas dalam, lalu meletakkan cangkir teh di atas meja dengan pelan. Ia tampak tenang  melihatku yang sudah emosi seperti kesetanan.

"Oke, terimakasih tumpangan tidurnya, Kak Della. Dah, Mas Tedy." Sita melambai serta berkerling pada suamiku. Mas Tedy menimpali senyum pada wanita itu, seketika aku langsung melototinya. 

Perlahan-lahan kepala ini panas. Geram dan lelah menumpuk jadi satu. 

Ah, aku harus menenangkan diri. Mencoba sadar ini semua hanya ujian. 

"Tenangkan dirimu, Ma. Kamu agaknya terlalu berlebihan. Coba lebih kendalikan emosimu itu. Tak baik untuk kesehatan. Sana sarapan, aku mau mandi lalu berangkat kerja."

"Ih, gak nafsu makan makanan setan. Kamu aja yang makan, aku sih ogah. Hmph!" Aku membuang muka benci. Mas Tedy benar-benar keterlaluan. Bisa-bisanya dia malah membela perempuan aneh itu.

Selepas Mas Tedy dan Dio berangkat, tampak Sita sedang menyirami tanaman di depan rumahnya. Tengah beradu pandang, Sita melempar senyum picik padaku.

Seperti ada maksud yang tersembunyi di balik sosok wanita aneh itu. Jelas-jelas tadi aku sudah memarahinya habis-habisan, ia sama sekali tidak kapok.

Aku masuk ke dalam rumah, tak menggubris si tetangga gila itu.

Berbaring di sofa, dan merasakan kelelahan yang mendera. Rumah yang berantakan sudah menungguku untuk dibersihkan.

Aku mengambil peralatan untuk beres-beres rumah. Di awali dengan membersihkan kamar belakang yang telah di pakai tidur oleh Sita tadi malam.

Keadaan kamar sungguh berantakan, sprei yang terlepas dari kasur sampai bantal serta guling yang tak pada tempatnya.

Melepas sprei, mengangkat kasur yang berbahan busa agar bisa membersihkan kotoran yang berada di bawahnya.

What? Aku terbelalak melihat beberapa gumpalan tissue di bawah kasur itu.

Kenapa berada di situ? Bukankah Sita tak menderita flu atau pilek kemarin? Lalu?

Aku memikirkan suatu kemungkinan.

Jangan-jangan?

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status