Share

MENDADAK ROMANTIS

Minggu sore, jika sesuai jadwal saat berpamitan waktu itu, Mas Arman seharusnya sudah pulang. Tapi ini sudah lewat dari jam 9 malam, dan Mas Arman belum juga muncul di hadapanku. 

 

Berkali-kali kucoba menghubungi ponselnya namun tak diangkat. Ah, mungkin masih di jalan, pikirku. Karena Mas Arman selalu kuwanti-wanti agar tidak menjawab telpon saat sedang naik motor. 

 

Sepuluh, dua puluh, tiga puluh, 90 menit berlalu tapi belum juga ada tanda-tanda suamiku itu akan pulang. Aku biasanya akan tahu saat motornya sudah mulai memasuki kompleks perumahan kami. Entah kenapa, tapi memang selalu begitu. Suara kendaraannya yang pasaran itu, bagi aku istrinya, tetap bisa membedakan apakah itu suara motor Mas Arman atau bukan. Mungkin karena sudah sangat terbiasa dengan cara berkendaranya yang sama selama bertahun-tahun.

 

 

Sepertinya aku tertidur di kursi ruang tengah untuk beberapa saat lamanya, karena aku terbangun kaget saat kudengar suara deru mesin mobil di halaman rumah kami. 

 

Dengan mata masih mengantuk, aku bergegas keluar mengintip dari gordyn ruang tamu. Benar saja, ada sebuah mobil yang sedang diparkirkan di halaman rumah kami. Mobil siapa?

 

Perlahan kubuka pintu saat seseorang keluar dari mobil tersebut. Dan aku kaget saat ternyata itu adalah suamiku.

 

"Mas Arman?" 

 

"Belum tidur, Ray?" tanyanya sambil menghampiriku dan mencium keningku seperti biasa. 

 

"Mas kok bawa mobil. Motornya dimana?"

 

"Kutinggal di kantor. Sudah kemalaman tadi. Jadi aku bawa mobil saja."

 

"Memangnya ini mobil siapa, Mas?"

 

"Mobil ... kantor lah," jawabnya santai walaupun ada sedikit nada gugup sebelumnya.

 

"Mobil kantor? Boleh dibawa pulang?"

 

"Iya, kan fasilitas baru buat Mas."

 

"Oooooh gitu ya." 

 

Aku sedikit keheranan sebenarnya, tapi Mas Arman segera menggandengku masuk. Wajahnya malam ini kulihat sangat ceria. Padahal seharusnya dia lelah setelah perjalanan jauh. Atau mungkin, dia sedang senang dengan mobil barunya. Bisa saja, karena terkadang barang baru memang bisa membuat kondisi hati seseorang menjadi lebih baik. 

 

"Aku angetin makan malamnya dulu ya Mas. Sudah dingin kayaknya, soalnya tadi kusiapkan dari sore," kataku saat kami sudah sampai di ruang tengah dan dia bermaksud masuk ke dalam kamar.

 

"Nggak usah, Ray. Mas udah makan kok tadi."

 

"Oh, sudah?"

 

"Iya." Dia mengangguk 

 

"Ya sudah, kalau gitu mandi dulu. Lalu istirahat, Mas."

 

"Sudah juga," katanya.

 

"Sudah mandi?" Dahiku berkerut. Lalu menoleh ke arahnya.

 

"Mandi dimana, Mas?"

 

"Di ... kantor kan ada," tukasnya.

 

"Ooh ... di kantor?" Aneh. Seumur-umur dia tidak pernah mandi di kantor. Ini kok tiba-tiba ... ah, entahlah. 

 

Dengan pikiran yang masih berkecamuk. Aku menemaninya ngobrol hingga larut malam di ruang tengah. Sebenarnya aku merencanakan memeriksa ponselnya nanti setelah Mas Arman sudah terlelap. Tapi sepertinya dia nampak belum juga menunjukkan tanda-tanda mengantuk.

 

"Mas belum ngantuk?" tanyaku. 

 

"Belum. Masih pengen berduaan sama kamu dulu, Ray, kangen. Oya, aku sampai lupa. Aku punya oleh-oleh lho buat Kamu," katanya kemudian. Lalu dia segera bangkit dan mengambil sesuatu dari dalam tasnya. Dan aku begitu kaget saat dia memberikan sebuah kotak kecil perhiasan padaku. 

 

"Ini apa, Mas?" 

 

"Buka aja," katanya dengan percaya diri. 

 

Perlahan kubuka kotak perhiasan yang dia berikan. Dan alangkah terkejutnya aku melihat sebuah kalung di dalamnya yang sepertinya harganya tidak murah.

 

"Kalung? Mas kok beli kayak gini buat aku?" Aku benar-benar tak bisa menyembunyikan keherananku.

 

"Kamu suka?"

 

"Suka sih ... tapi, darimana Mas dapat uang buat beli ini?" Aku menatapnya penuh selidik.

 

Aku sangat tahu berapa gaji suamiku sebagai seorang supervisor yang dijabatnya belum begitu lama itu. Gaji bulanan yang dia berikan padaku saja tidaklah seberapa. Hanya terbilang cukup untuk hidup di kota ini. Apalagi kami masih harus mengangsur cicilan KPR dan juga motorku. 

 

"Aku baru dapat bonus dari kantor," katanya dengan bangga.

 

"Ooh, benarkah?" Mataku sontak membulat. Syukurlah kalau gitu. Meskipun sedikit lega dengan jawabannya, tak urung aku masih tetap bertanya kenapa tiba-tiba dia melakukan itu semua?

 

Seharusnya aku senang dengan pemberian suamiku kali ini. Karena ini hal yang sangat jarang dia lakukan padaku. Bahkan untuk membelikanku perhiasan, seingatku belum pernah, kecuali hanya pada saat dia memberikanku mas kawin pernikahan. 

 

Setelah kejadian yang aku alami dua hari ini, semua hal baik yang dilakukan suamiku kali ini justru membuatku semakin curiga.

 

"Sini kupakaikan," katanya. Dan ini juga pertama kalinya dia melakukan hal seromantis ini padaku. Ada apa sebenarnya denganmu, Mas?

 

 

Malam sudah kian larut saat dia membimbingku masuk ke kamar kami. Lalu ada hal aneh lagi yang terjadi. Semalaman Mas Arman seperti tidak mau melepaskan diri dariku. Dia bahkan tidur sambil memelukku hingga pagi. Membuatku lupa dengan rencana yang sudah kususun untuk memeriksa ponselnya saat dia tidur.

 

 

Ketika pagi menjelang keanehan pun terjadi lagi. Entah karena apa, dia begitu bersemangat pagi ini. Bahkan dia sudah siap dengan seragam kerjanya padahal hari masih terlalu pagi.

 

"Nggak usah siapin sarapan, Sayang. Aku makan di kantor saja nanti."

 

"Boros, Mas. Makan di rumah saja," usulku.

 

"Nggak papa sekali-kali, Ray. Nggak akan boros. Aku berangkat dulu ya?" katanya sambil mencium keningku dan balik kucium punggung tangannya seperti biasa.

 

"Sepagi ini sudah mau berangkat? Keanu belum bangun lho Mas," protesku.

 

"Nggak papa, nanti aku usahakan pulang cepat. Ada meeting penting pagi ini soalnya." 

 

Dan tak berapa lama kemudian dia sudah melaju meninggalkan rumah dengan mobil yang diakuinya sebagai mobil kantor itu. 

 

 

Seperginya Mas Arman, aku terduduk lemas di kursi dapur. Jelas ada yang tidak beres dengan semua ini. Mas Arman mendadak jadi sangat romantis tak seperti biasanya. Aku pernah ingat ada seseorang yang berkata untuk berhati-hati jika suami sudah mulai terlalu perhatian berlebihan tanpa sebab yang jelas. 

 

Seandainya saja tidak kudapati bayangan wanita itu di video call dengannya kemarin, pasti perubahan Mas Arman saat ini akan sangat membuatku bahagia. Tapi karena peristiwa yang mencengangkan itu, justru kini hatiku jadi semakin tak menentu. 

 

 

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status