Di Rumah Sakit Sammuel bersikeras melarang Edward agar tidak mengisi formulir persyaratan rawat inap Risha. Namun ternyata usahanya sia-sia, Edward tetap bersikeras membantah larangan adiknya dan mencoba menenangkan Sammuel yang terlihat cemas dan khawatir akan keselamatan mereka berdua.
Sedangkan disisi lain Sammuel tampak gelisah sambil terus waspada mengamati sekitar Ruang Lobi Rumah Sakit dengan sedikit was-was penuh kejelian.
"Permisi, silahkan lengkapi formulir ini Pak dan Membayar biaya administrasi awal terlebih dahulu. Apa bapak membawa kartu identitas pasien guna melengkapi data kami?" tanya perawat tadi sambil menyodorkan beberapa lembar kertas dan pena.
Edward hanya mengangguk dan menyerahkan kartu identitas Risha yang dia ambil dari dompet Risha.
"Dari mana kakak dapat itu?" tanya heran Sammuel yang terkejut mendapati dompet Risha sudah berada di tangan Edward.
"Ada di meja sebelah tempat tidurnya tadi, aku mengambilnya sebelum membopongnya," jawab enteng Edward sambil tersenyum tipis kearah Sammuel.
"Ini pak kartunya, Terima Kasih. Silahkan tunggu, dokter sedang memeriksa pasien," ucap perawat sambil menyodorkan kartu identitas Risha kepada Edward.
Edward hanya menjawab dengan anggukan kemudian melihat serta membolak balikan kartu identitas Risha yang berada di tangannya.
"Verisha Aghita Darmana," lirih Edward mengeja nama Risha, "Masih berumur 25 di tahun ini dan ternyata disini dia hanya merantau," lirih Edward yang mana membuat Sammuel menoleh kearah Edward.
Tak berapa lama seorang perawat memanggil Edward kembali.
"Wali dari nona Verisha Aghita Darmana," Ucap lantang perawat tadi dari balik meja resepsionis.
Seketika Edward dan Sammuel berlari menghampiri perawat tadi.
"Gimana keadaanya suster?" tanya Edward sedikit cemas.
"Untung segera di bawa ke Rumah Sakit, luka di lehernya ternyata sudah terkena infeksi itu yang menyebabkan kondisinya lemah, tapi sudah ditangani dengan baik, mungkin beberapa hari harus dirawat di Rumah Sakit guna mendapat perawatan yang intensif," jelas perawat itu."Baik suster, berikan yang terbaik untuknya," pinta Edward dengan sungguh-sungguh.
"Kami akan berusaha semampu mungkin, Pak," jawab Perawat tersebut, "kalau boleh tau hubungan anda dengan pasien apa ya? " lanjut perawat itu menelisik informasi mengenai pasien yang baru saja ia terima.
"Teman suster, dia teman saya. Dia merantau disini, keluarganya ada di luar pulau," jawab Edward tenang.
"Oow ya sudah, lebih baik keluarganya di hubungi saja dan diberi kabar, biar tak khawatir," jelas perawat itu kemudian berlalu pergi meninggalkan Edward dan sammuel.
"Baik suster," jawab singkat Edward.
Sammuel hanya berdiam diri disamping Edward sambil mengamati situasi disekelilingnya.
Cekrek
Suara kamera ponsel berbunyi"Kenapa kakak memfoto Kartu Identitas perempuan itu?" ketus Sammuel yang heran dengan tingkah kakaknya akhir-akhir ini .
"Ini pasti berguna, pasti!" jelas Edward tersenyum tipis kearah Sammuel.
Kemudian Edward dan Sammuel di antarkan oleh salah satu perawat ke kamar Rawat inap Risha.
Disana sudah ada Risha yang terbaring lemah dengan infus yang menancap di tangan kirinya dan beberapa selang kabel yang terpasang dibadannya yang tersambung dengan monitor disebalah brankar yang memantau detak jantung dan keadaan pasien."Lebih baik sekarang kamu hubungi Axelo, dia sudah tau letak posisi kita. Jelaskan secara rinci apa yang terjadi kepada kita kepadanya jangan ada yang ditutupi," ucap Edward sambil menggenggam tangan Risha dan memandang lekat Risha yang terbaring di Ranjang Pasien.
"Tapi kak?" Ucap Sammuel ragu dan bimbang dengan keputusan Edward.
"Tenang, yang menghianati kita bukan Axelo. Jika dia yang menghianati kita, pasti perusahaan beserta aset-asetnya sudah berpindah tangan sejak lama," Jawab santai Edward menghilangkan keraguan sang adik, Sammuel.
Sammuel keluar untuk menghubungi Axelo dan menjelaskan situasi serta kondisi yang sedang mereka hadapi saat ini.
Sedangkan Edward menetap di Ruangan pasien untuk menjaga Risha.
"Maaf, apakah ini sakit?" tanya lirih Edward sambil membelai lembut plaster luka di leher Risha.
Cups
Satu kecupan dari Edward mendarat di kening Risha, Edward memandang lekat Risha dan membelai lembut pipi Risha. "Sekali lagi maaf," lirih Edward sambil menggenggam tangan Risha serta melayangkan beberapa kecupan lembut di punggung tangan Risha.Jangan lupa vote, like dan komen yaa...
Trim's
~ Ryukirara ~
Sudah dua hari Risha di rawat di Rumah Sakit dan yang merawat serta yang mendampingin Risha adalah Sisil.Dan Risha baru sadar setelah berhasil melewati masa kritisnya setelah dua hari. "Kenapa kamu gak bilang klo kamu sakit? Berarti kemaren lusa pas kamu pucat itu sudah sakit kamunya, tapi kamu gak percaya," celoteh Sisil sambil mengupas Apel di sebelah brankar Risha. "Maaf," lirih Risha dengan mata sayu memandang Sisil yang berada di sampingnya. "Untung saja di penginapan ada orang, kalau nggak ada, sudah gentayangan kamu disana," sambung Sisil yang masih bernada emosi sambil menyodorkan sepiring buah apel yang sudah dikupasnya. "hmm, nanti kalau aku sudah gentayangan kamu dulu yang aku hampiri," jawab santai Risha sambil mengunyah apel pemberian Sisil. "Hust ngawur aja, bikin parno gua aja lu," bentak Sisil dengan cemas dan sedikit emosi.
Setelah Risha keluar dari Rumah Sakit, kehidupan Risha kembali normal tapi masih menyisahkan misteri bahwa sampai detik ini Risha masih belum mengetahui siapa nama kedua laki laki yang ia tolong bahkan ketika mereka pergipun tak sempat untuk berpamitan ataupun sekedar menyapa. Sedangkan yang Risha kejutkan dia mendapatkan Fee atau tip yang begitu banyak yang di titip kan ke Pak Dandi selaku pemilik penginapan tempatnya bekerja. Kehidupan Risha berjalan dengan normal kembali dan berjalan seperti sediakala. Enam bulan kemudian. "Risha,beneran kamu mau pulang kampung?" tanya Pak Dandi pemilik Restoran dan penginapan tempat Risha bekerja. "Iya Pak, sudah 2 tahun saya tidak pulang kampung. Kasian ibu sama bapak di kampung sudah kangen katanya," jawab Risha pasti. "Tapi pasti balik kesini lagi kan?" Tanya Dandi penuh harap. "Kalau itu sa
Sejak meninggalkan negara yang Risha tempati, Edward menyuruh beberapa anak buahnya untuk mengawasi dan memantau kondisi Risha dari jauh serta melaporkan kepadanya hampir setiap hari. Edward bahkan menempatkan mata-mata bayangan di tempat Risha bekerja dan di Lingkungan dimana Risha tinggal. Berkat laporan setiap hari yang Edward terima baik berupa foto maupun video, Edward lama-lama mempunyai perasaan yang lebih terhadap Risha walaupun yang bersangkutan tak mengetahui bila mempunyai penggemar rahasia. Bahkan laporan mengenai Risha merupakan hiburan tersendiri bagi Edward untuk melepas kepenatan dan kejenuhan yang ia hadapi di tempat kerja. Senyum bulan sabit tercipta dengan mata penuh cahaya bahagia kala memandang foto Risha yang sudah memenuhi galeri di handphone nya, "tunggu aku disana malaikat kecilku," lirih Edward sambil mengusap lembut benda pipih yang berada di tangannya yang mana ada gambar Ris
Sejak kejadian kecelakaan tenggelamnya kapal feri yang Risha tumpangi tenggelam, yang mana menyebabkan banyak korban jiwa dan salah Satunya Risha yang saat ini sedang terbaring dalam kondisi koma sejak kejadian yang menimpanya. Edward selalu berada di samping Risha menunggu dan menjaga selama berhari-hari. Sehari setelah kejadian nahas itu, Sammuel langsung menyusul sang kakak dan mememani Edward selalu. Seminggu kemudian. "Maaf dok, kondisi pasien tenggelam di ICU semakin lemah," ucap salah satu perawat yang datang menghampiri dokter jaga yang sedang berjaga diruangan di sebelah ICU. "Cepat lakukan tindakan," jawab dokter tersebut sambil berlari menuju kedalam ruang ICU. Tetapi di tengah jalan dia di cegah oleh Edward. "Apa yang terjadi!" pekik Edward yang mengetahui Ruangan ICU tempat Risha dirawat menjadi ricuh. "Apapun yang terjadi selamatkan dia, jika
Semenjak kedatangan Orang Tua Risha di California tepatnya di los Angeles. Edward dan Sammuel lebih merasakan hari-harinya penuh warna dengan kehangatan dan perhatian yang di berikan oleh Orang Tua Risha. Apa lagi bagi Sammuel, kehadiran Orang Tua Risha membawa warna baru di kehidupan Sammuel. Dia bisa merasakan hangatnya rasa mempunyai keluarga dimana yang tak pernah ia rasakan selama ini. Seminggu kemudian Pak Danu dan Bu Marni pulang ke kampung halaman. Pada awalnya baik Edward maupun Sammuel tak rela jika Orang Tua Risha pulang ke kampung halamannya, tetapi apa boleh dikata, rela ataupun tak rela mereka harus merelakan Orang Tua Risha kembali. Sedangkan Risha masih dalam keadaan koma dan dirawat Rumah Sakit ternama di Los Angeles dengan pengawasan penuh. Bahkan Edward menempatkan beberapa Dokter dan Perawat khusus untuk memantau keadaan Risha setiap saat tanpa terlewat sedeti
Setelah mengantarkan kepulangan Orang Tua Risha ke Negara asalnya. Baik Edward Taupun Sammuel sama-sama merasa hampa seperti ada hilang dari diri mereka. Ingin sekali Sammuel menahan Orang Tua Risha untuk tinggal selamanya bersamanya. Tapi apa boleh buat mereka punya kehidupan dan kepentingan sendiri di Negara asalnya. Edward memandang hangat adiknya yang lambat laun telah sedikit berubah. Menjadi lebih hangat dan tenang. Senyum tipis tercipta di wajah tampan Edward. Flashback on "Selidiki kejadian di pelabuhan yang hampir merenggut nyawa kakakku," ucap Sammuel kepada bawahannya, sedangkan Edward sedang menikmati minuman beralkohol di sebelahnya sambil memainkan gelas ditangannya. "Awasi gadis ini, laporkan setiap gerak geriknya dan kirim orang untuk berjaga mengawasinya. Awasi diam-diam, jangan sampai terlihat dan jangan sampai ketahuan. Lap
Hampir semalaman Sammuel menjaga Risha tanpa tidur. Bahkan pagi harinya di sudah bersiap di kantor dalam keadaan fit dan segar walaupun tak beristirahat dikala malam harinya. "Apa istirahatmu nyaman tadi malam?"tanya Edward yang mengetahui bahwa adiknya tak dapat tidur dan tak beristirahat malam harinya yang di buktikan dengan pagi ini Sammuel mengenggam minuman soda kaleng, salah satu kebiasaan aneh Sammuel yang hanya di pahami oleh sang kakak, yaitu Edward saja. "Hemm," jawab singkat Sammuel hanya dengan kode dehemannya saja dan masih terus fokus dengan mengutak-atik Ipad yang berada ditangannya. Tanpa menghiraukan Edward yang sedari tadi mengamatinya sambil tersenyum tipis. "Minuman itu tak bagus untuk tubuhmu jika terus menerus di minum di pagi hari," ucap Edward yang kembali fokus dengan kertas yang menumpuk di meja kerjanya. Sambil sesekali melirik adiknya y
Ketika dalam perjalanan ke Rumah Sakit, Sammuel mengalami kejadian tak terduga, terpintas di benak Sammuel terbesit suatu rencara kala melihat gadis kecil yang menjajakan bunga ungu yang menarik pandangan matanya. Bunga kecil berwarna ungu itu pun menarik perhatiannya. Sama seperti warna favoritnya. Warna ungu yang mendominasai biasanya diartikan dengan sesuatu yang misterius, itulah sebabnya Sammuel menyukai warna itu. Disamping warna gelap yang juga warna favoritnya. "Berikan aku satu ikat," ucap Sammuel sambil merogoh saku jasnya. "Ini, Tuan," ucap anak itu sambil menodorkan seikat kecil bunga lavender dengan pita putih melingkar diikatannya. Sammuel menyodorkan beberapa lembar uang pecahan nominal terbesar yang mana membuat sang anak kaget bukan kepalang. "Ini terlalu banyak, Tuan, satu saja sudah cukup. Tapi aku tak mempuny