"Kamu kenal, Nu?" Mitha membulatkan matanya saat mendengar Wisnu menyebut nama Arya dengan keras.Laki-laki yang pernah dekat dengannya beberapa bulan yang lalu itu, benarkah Arya mengenalnya?Ditanya demikian, Arya pun menghela nafasnya panjang. Bingung hendak mengakui atau tidak, jika ia memang mengenal pria itu. Mantan suami calon istrinya. Bagaimanapun masa lalu seorang Ana, harusnya bisa dijaga dengan baik agar martabat wanita itu tak direndahkan oleh keluarganya nanti.Tapi apa daya, Arya yang don Juan, tak pernah berhenti membuat ulah, menggoda para wanita yang ditemuinya, termasuk sepupunya dan sepertinya saat ini adiknyalah yang sedang digoda pria itu.Benar-benar keterlaluan.Namun, tak ada jalan selain jujur mungkin. Bagaimanapun kelak mereka pasti akan tahu kalau Arya adalah bekas suami dari calon istri yang sebentar lagi akan ia nikahi itu."Aku ... aku memang kenal dia. Dia sebenarnya adalah mantan suami ... Ana ...," jawab Wisnu pada akhirnya jujur.Mendengar jawaban
"Ya, sudah kalau begitu. Yang penting kita sudah tahu kalau laki-laki itu adalah mantan suami Ana. Jadi, kalian tolong jaga sikap di depan Ana ya. Jangan sampai kalian keceplosan ngomongin dia sebab bagaimana pun mereka dulu pernah punya hubungan suami istri dan aku rasa karena Ana juga punya anak dari Arya, sekali waktu pasti bertemu juga sebab dia adalah ayah dari putri Ana," ujar Mitha pula.Wisnu menganggukkan kepalanya mendengar perkataan sepupunya."Benar. Aku cuma kasihan sama Ana, punya mantan suami yang ... kalian tahu sendirilah. Jadi, mas mohon kalian nggak usah ngomongin Arya di depan Ana ya. Dan kamu Mitha, kamu juga nggak usah nyinggung-nyinggung soal Arya ya di depan Ana. Siapa tahu aja kan kalian keceplosan. Aku nggak tega aja lihat Ana tertekan. Soalnya aku juga kadang keceplosan ngomongin Arya di depan dia dan dia kelihatan sedih dan nggak suka," sahut Wisnu akhirnya.Mitha dan kedua adiknya pun manggut-manggut. Tentu saja mereka mengerti apa yang Ana rasakan saat ma
Arya melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Pukul 23.00 WIB, sepertinya sudah cukup larut baginya untuk meneruskan niatnya jalan-jalan keliling kota.Itu sebabnya, usai menghabiskan sepiring sate Padang dan segelas wedang jahe hangat pesanannya, bergegas ia kembali menuju mobilnya dan bergerak pulang ke rumah.Ini memang kali pertama ia keluar rumah malam-malam begini setelah sebelumnya ia hampir tak pernah keluar malam lagi, akibat kecelakaan yang menimpanya kemarin, pun karena sudah tak memiliki kendaraan roda empat lagi.Namun, malam ini setelah roda empatnya kembali, ia mencoba untuk keliling kota kembali menuntaskan rasa rindunya pada hobinya dulu, mencari kuliner pinggir jalan seperti dulu.Arya melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang. Setelah sekian lama tak lagi memegang setir mobil, ia memang cukup kagok mengoperasikannya. Apalagi setelah mobilnya sekarang dirasanya sudah tak lagi senyaman dulu. Jadilah, ia menyetir dengan pelan karena takut terjadi hal-hal
"Arya, kamu sudah sadar? Syukurlah kalau begitu. Jangan banyak bergerak dulu karena tangan kamu habis dioperasi. Oh ya, sekarang saya cek dulu tensinya ya. Kamu ada keluhan apa? Biar bisa segera ditangani kalau ada keluhan," tanya Sri sambil mulai menyiapkan peralatan untuk mengecek tensi darahnya dan mulai mengukur.Setelah selesai mengukur tensinya, perempuan itu berdiri sejenak di depannya lalu mengecek laju cairan infus yang terpasang di punggung tangannya.Arya membuka suara dengan nada tercekat."Apa lukaku parah, Sri? Kok tangan kiriku sakit sekali ya. Kenapa dioperasi? Apa parah lukanya?" tanya Arya sambil menatap perban yang membalut pergelangan tangannya itu.Ia merasa ada yang aneh dengan tangan kirinya itu tapi tak tahu apa bagian yang aneh itu. Hanya saja ia melihat ukuran tangan sebelah kirinya itu tak sama dengan yang ukuran tangan bagian kanan.Ah, ada apa dengan tangan kirinya itu ya?"Tangan kiri kamu terpaksa di ...amputasi, Ya. Karena hancur dari pergelangan tanga
Arya tercenung mendengar perkataan ibunya.Apa iya orang jahat jarang yang hidupnya selamat?Seperti dirinya yang saat ini terpaksa kehilangan tangan kirinya dari pergelangan hingga telapak tangan karena ia juga bukan orang baik.Benarkah apa yang dikatakan ibunya itu?"Maksud ibu?" Arya bertanya lirih. Suaranya tercekat di tenggorokan.Bu Hasnah menelan ludah lalu menganggukkan kepalanya dengan gerakan lemah."Benar, Ya. Andai saja kamu bersikap jujur dan apa adanya tanpa pernah ingin menyembunyikan kebohongan pada orang lain sedikit pun, pasti saat ini kamu sudah jadi menantu Pak Baskoro dan mungkin sudah diangkat menjadi orang penting di perusahaannya. Bukankah Pak Baskoro pernah ingin menikahkan kamu dengan salah satu putrinya? Tapi karena kamu terlanjur berbohong, menyembunyikan kesembuhanmu, akhirnya Pak Baskoro marah dan membatalkan rencananya bukan?Setelah itu, kehidupan kamu tak juga membaik. Kamu bisa mengambil kembali mobilmu dari tangan Maya dan adiknya tapi akibatnya jad
"Baik, Ya. Kalau begitu, selepas keluar dari rumah sakit ini nanti, kita bangkit lagi ya. Mulai sekarang kita berdiri di atas kaki kita sendiri. Lupakan cita-citamu untuk menikahi orang kaya yang banyak hartanya demi bisa menikmati kehidupan mewah tanpa perlu kerja keras lagi, karena semua itu tentu saja percuma. Kalau pun dikabulkan Tuhan juga nggak akan langgeng selamanya. Jadi, lebih baik kita mencari kekayaan sendiri tanpa menyusahkan orang lain lagi," timpal ibunya lagi.Arya menganggukkan kepalanya dengan hati lega dan pikiran yang sekarang jauh lebih plong dan terbuka.Ibunya benar, mereka memang harus mulai berubah demi memperbaiki nasib dengan tangan mereka sendiri bukan dengan memanfaatkan orang lain karena semua itu percuma dan hanya angan-angan belaka.*****Hari ini genap dua bulan sudah Arya keluar dari rumah sakit dan dinyatakan sembuh dari sakitnya.Ia sudah mulai berjualan gorengan kembali seperti dulu. Gorengan super enak dan renyah yang dulu sempat sukses ia jalank
"Sri, kamu datang sendirian?" tanyanya saat menyadari wanita yang ternyata masih single meski usianya sudah cukup umur untuk menikah itu datang tanpa seorang pun teman.Sri yang ditegur mengangkat mukanya lalu tersenyum lega saat melihatnya."Arya? Kamu juga datang sendirian? Nggak masuk? Kok bengong saja di sini?" tanya wanita itu dengan wajah semringah."Nggak ada temannya, Sri. Nggak enak mau masuk," sahut Arya pula."Barengan aja yuk?" ucap Sri lagi."Barengan? Kamu nggak malu jalan bareng sama lelaki cacat sepertiku?""Kenapa harus malu? Di mata Allah semua manusia itu sama. Hatinya saja yang beda. Ayoklah, kita masuk sekarang. Kamu sendiri malu nggak jalan bareng sama perempuan gendut dan hitam sepertiku?" jawab Sri lagi balik bertanya.Arya pun menggelengkan kepalanya. Ya, buat apa malu, jika di hadapan yang Maha Kuasa, semua orang sama derajatnya. Hanya amal dan perbuatannya saja yang membedakan.Dan Arya tak hendak menampik itu. Bila Sri adalah wanita yang Tuhan takdirkan un
"Mas, bangun. Sudah Subuh. Katanya pagi ini mau jualan. Gih buruan bangun. Sholat dulu baru siapin dagangan ..., " ujar Sri sambil menggoyang-goyangkan tubuh Arya yang masih bergelung di bawah selimut.Sudah satu minggu mereka menikah, dan Sri sudah mulai paham rutinitas suaminya itu setiap harinya.Dia sendiri, sehabis menyiapkan keperluan Arya di pagi hari, maka akan berangkat ke rumah sakit karena meski sudah menikah tetapi Sri ingin tetap bekerja seperti biasanya. Apalagi Arya pun memberi izin. Jadilah setiap pagi, keduanya sama sama menjalani rutinitas masing masing di tempat kerjanya.Arya menggeliat bangun lalu tersenyum menatap wajah istrinya. Meski tak cantik, tapi wajah Sri selalu membuatnya merasa nyaman melihatnya. Sri juga baik. Itu membuat Arya makin hari makin betah saja dekat dekat dengan istrinya itu. Meski Sri jauh dari tipe ideal seorang wanita, tapi Arya sayang dan cinta."Ya, Sayang. Sudah jam berapa memangnya? Habis sholat subuh, Mas mau langsung ke rumah ibu ya,