"Jangan-jangan dia punya rencana jahat ya, kak," gumamnya.
"Kita doakan saja semoga tidak begitu," jawabku."Minta tolong Kak Anggun untuk mengeluarkan barang-barang berharga dari kamar Lily," usulku."Bagaimana caranya?" tanya Rossy."Bilang saja mau ambil beberapa barang Marry, Lily dan Marry satu kamar kan? Siapa tahu masih ada pakaian atau barang Marry yang lain disana," jawabku.
Rossy menemui Anggun.
Kulihat Anggun bicara pada Lily di ruang depan. Antar masih di luar, beramah tamah dengan beberapa teman Nandean.Tak lama kulihat Anggun keluar dari kamar Lily, membawa beberapa buah pakaian.
"Sudah," lapornya pada Rossy."Nay, perhiasan yang dikasih Naya tetap saya biarkan disana ya. Seandainya diambil juga tidak apa-apa kan?" tanya Anggun sambil tersenyum."Iya, tidak apa-apa," jawabku."Untuk pancingan kan?" tanyaku lagi.Anggun dan Rossy tertawa.Malam itu aku tidur nyenyak. Bahkan Leang pun tidak terbangun sama sekali
"Kalau dia kemudian tahu?""Aku akan mengelak, bilang saja dia yang sengaja menukarnya!" "Orang licik, balas licik!" kata Nandean lagi.Aku memandangi suamiku. "Jangan protes ya, ini kulakukan karena dia saudaraku. Biar dia dapat pelajaran!" Nandean seolah tahu apa yang kupikirkan. Usai waktu maghrib Nandean keluar, membawa amplop uang."Nanti aku pulang agak malam ya, Nay," katanya. "Antisipasi kalau mereka nanti mencariku ke rumah," kekehnya."Ya," sahutku."Kalau mereka tanya padamu, bilang kita cuma jadi nasabah BR*. Tunjukkan beberapa amplop coklat dalam kamar itu," titahnya. "Ya," jawabku.Aku mulai paham maksud Nandean membungkus kertas uang tadi dengan dua lapis amplop. Kini tugasku hanya menunggu. Namun hingga tengah malam, Lily tidak datang. Sampai Nandean pulang. ### "Nanti siang ke rumah Mama saja, Nay," kata Nandean saat kami sarapan pagi."Bantu-bantu menyiapkan minum orang-orang
Aku sedang menemani Leang menonton TV saat ponselku berbunyi.Nama Rossy tertera di layar pipih."Ya, Assalamualaikum," sapaku."Waalaikumsalam, kakak di rumah atau di toko?" tanya Rossy."Di rumah," jawabku."O ya sudah, aku ke rumah kakak ya," katanya.Lima belas menit kemudian ada suara motor berhenti dan suara pintu pagar dibuka. Kulihat dari vitrase transparan, Rossy sedang memarkirkan motornya di halaman. Marry menutup pintu pagar.Aku agak tercengang. Baru kali ini Marry mengunjungi rumahku. Kulihat dia memperhatikan tampak depan rumahku dan menyentuh tanaman hias di sudut teras.Pintu ruang tamu kubuka sebelum mereka mengetuk."Assalamualaikum," sapa Rossy."Waalaikumsalam, masuk, sy," ajakku.Ku ulas senyum ramah untuk Marry. Kusalami tangannya. Tangan yang pernah menjambak rambutku, menampar pipiku, meremas tanganku dengan keras saat Bapak memaksanya meminta maaf.Kutatap matanya dengan hangat. Mata ya
"Nanti aku akan rutin memberimu uang," kata Rossy."Tapi kau harus janji, tidak mengikuti Lily lagi. Kau mau?" tanya Rossy.Marry mengangguk cepat."Kalau masalah uang, asalkan kau bersikap baik pada kami, pada Bapak Leang, pada Ibunya Leang, aku yakin tidak ada yang keberatan memberimu uang saat kau membutuhkan sesuatu," kata Rossy lagi."Bapak Leang juga sering memberiku uang," kata Marry."Tapi kadang direbut Lily," lanjutnya."Katanya itu uang haram," bisik Marry pelan."Astaghfirullah.." aku dan Rossy beristighfar serentak.Betapa busuknya hati Lily, aku membatin."Lalu diapakan oleh Lily uangnya?" tanyaku.Marry menggeleng."Aku tidak tahu," jawabnya."Maaf ya, kak. Berapa biasanya Bapak Leang memberi uang pada kakak?" tanyaku."Biasanya limaratus ribu, kalau mau hari raya satu juta, pernah juga satu juta lima ratus," jawab Marry."Dan semua direbut Lily?" tanya Rossy."Iya." Marry mengangguk.
Chat WA Lily berderet-deret, kubuka untuk memenuhi rasa penasaran.[Kenapa Bapak Leang tidak bisa ditelpon?][Takut ya?][Sudah memberi uang palsu pada kami][Kau juga sama][Memberi emas palsu][Suami istri penipu!][Sok kaya!][Kami akan lapor polisi!][Ini penipuan!][Teman kami banyak polisi][Tunggu saja kalian akan dipenjara!][Jangan harap bisa lolos!]Dan masih banyak lagi.Entahlah, aku malah tertawa membaca rangkaian chatnya.Beberapa menit setelah chat kubaca, panggilannya masuk lagi. Tak kuhiraukan. Handphone-ku bergetar-getar beberapa menit kemudian tak terputus. Aku memandikan Leang, menemaninya makan, lalu menyiram tanaman di halaman. Hingga tiba waktu Nandean pulang.Setelah beristirahat, kutunjukkan chat WA Lily padanya. Nandean tersenyum."Balik lagi berarti si Antar," gumam Nandean sambil tertawa."Maksudnya?" tanyaku."Kan dia sudah mencoba kabur bawa uang mainan
"Ly, apa pun yang dimiliki istri, itu adalah hak istri. Tidak ada hak suami disana. Kecuali istri dengan ikhlas dan rela menyedekahkan atau menghadiahkan uang atau benda atau harta lain miliknya kepada suami. Apa kau telah memberikan uang itu kepada suamimu secara ikhlas?" tanya Nandean."Ya gak lah! Antar bawa sendiri tanpa izin!" tukas Rara."Aku bertanya pada Lily," ujar Nandean datar.Tampak Bang Ishaq mencolek lengan istrinya."Kalau Lily belum memberikan padamu, masih disimpan di lemari, lalu kau bawa tanpa izin, apalagi sampai menginap di tempat lain, itu namanya mencuri! Paham kau?" Kata Nandean kepada Antar."Kalau sudah suami istri kan semua jadi milik bersama," jawab Antar."Sudah kubilang tadi, dalam harta istri tidak ada hak suami, kecuali istri menyedekahkan atau menghadiahkan harta itu kepada suami. Tetapi dalam harta suami selalu ada hak istri. Karena suami memegang tanggungjawab penuh pada semua kebutuhan hidup istri sementa
Sambil menutup pintu pagar Nandean tergelak pelan."Mau main-main, kita layani mereka bermain," gumam Nandean."Aku curiga, secepat itu Lily mengajak calon suami menghadap Bapak dan mendesak untuk segera dinikahkan. Belum kenal lama kedua orang itu," ujarnya."Tapi kan tidak ada yang menolak," sahutku."Kasihan kalau mau ditolak, umur sudah berapa, entah kapan lagi dia mau mengajukan orang untuk diajak menikah," jawab Nandean."Bapak sudah bertanya pada Lily, yakin kau dengan pilihanmu? Tidak akan ada penyesalan nanti? Dia jawab yakin, ya sudah dinikahkan." "Lily jelas mengejar tantanganku, uang 50 juta. Itu pun dipersepsikan pemberian khusus untuknya, padahal aku sudah bilang bahwa aku menyumbang dana pernikahan 50 juta, bukan mau memberi hadiah secara pribadi untuknya, dia saja yang serakah. Pesta ingin dibiayai, uang juga ingin dikantongi. Naura dan aku menikah dulu, tak serupiah pun dia mengeluarkan uang. Bahkan marah-marah, mencak-mencak, menghalangi," gerutu Nandean."Kalau is
Semoga saja dalam waktu dekat dia diboyong si Antar Kabuprovi ke rumah orangtuanya. Walaupun kecil kemungkinannya Lily akan mau. Tapi tunggu dulu, benarkah Lily kenal si Antar lewat telpon nyasar seperti kata Anggun? Atau justru lewat situs kontak jodoh online yang kudaftarkan? Kalau memang karena telpon nyasar, aku tak harus merasa bersalah saat si Antar nanti benar-benar ketahuan sebagai penipu atau penjahat. Tetapi bagaimana kalau mereka kenal karena situs kontak jodoh? Bukankah aku juga yang akan merasa bersalah? Sekelumit kekhawatiran menelusup dalam hatiku. "Memikirkan apa?" tanya Nandean mengejutkanku."Ah? Tidak..." Jawabku gugup."Tidurlah, kalau ada kejadian lanjutan pasti Bapak atau Mama akan menghubungi kita," kata Nandean. Aku beranjak. Memeriksa Leang di kamarnya. Dia sudah tertidur sejak usai maghrib tadi. Kupandangi wajah anakku, lelap, polos tanpa dosa. Kuusap rambut ikalnya. Kucium pipinya penuh cinta. Dialah pengikat aku dengan suamiku dan keluarganya. Ciri fisikn
Dua hari kemudian, Lily menelponku."Naya, ada waktu gak?" Tanyanya."Kenapa, kak?" Aku balik bertanya."Temani aku ke butik ya," pintanya. "mau cari baju untuk kunjungan ke rumah mertua, selera Naya kan bagus," katanya."Ke butik mana?" tanyaku."Butik langganan Naya saja," jawabnya."Aku tak punya langganan butik, kak. Aku beli baju di toko biasa. Baju murahan," sahutku. Aku ingat bagaimana dia dulu selalu menghina pakaianku yang dianggapnya pakaian obral."Tapi ada brand-nya," kilahnya."Kalau yang branded biasanya aku dibelikan Kak Ilham atau Kak Irfan," jawabku."Bukannya dibelikan Bapak Leang?" Ia terus menyelidik."Bapak Leang tidak pernah memilihkan aku pakaian, aku beli sendiri," jawabku.Kudengar suaranya berdecak."Kalau begitu temani aku ke butik dekat kantorku saja," katanya."Aku minta izin Bapak Leang dulu, nanti kakak kukabari kalau sudah diberi izin," jawabku.Terus terang, aku malas sekali menemaninya. Pernah satu kali dulu, saat baru menikah dengan Nandean, aku men