Yoga langsung terlihat murung. Yang dikatakan oleh mamahnya memang benar, bahkan dirinya sudah mendekati Ayas sejak ia masih mengandung dan kini Vano sudah berusia 3 tahun.
“Apa Mamah bisa bantu aku untuk meyakinkannya?” tanya Yoga. Ia terlihat seperti sudah sangat putus asa. Sehingga meminta bantuan mamahnya.
Mamah Yoga tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepala. “Ya ampun … punya anak satu-satunya kok miris sekali, ya? Sudah cukup umur masih belum menikah, tapi gak bisa naklukin satu wanita yang dia suka,” cibir mamah Yoga.
“Mah, bukan seperti itu … masalahnya ini wanitanya gak biasa, Mah. Dia lain dari yang lain. Makanya aku udah klik banget sama dia. Mamah bisa lihat sendiri bagaimana sikap dia, kan? Bahkan anaknya manggil aku dengan sebutan daddy aja dia larang,” keluh Yoga.
Ia seperti anak kecil yang sedang mengadu pada mamahnya.
Ayas dan Yoga yang sedang melihat dokumen pun menoleh ke arah sumber suara.Deg!Jantung Ayas hampir lepas saat melihat Tira berdiri di ambang pintu.Tira pun tidak kalah terkejut ketika melihat Ayas duduk di sana. Satu sisi ia sangat bahagia. Sebab, dirinya seolah selalu ditakdirkan untuk bertemu dengan Ayas.Namun, di sisi lain Tira tidak senang melihat Ayas begitu dekat dengan Yoga.Melihat kedatangan Tira, Yoga pun langsung berdiri. Tak lupa ia mengajak Ayas berdiri dan membantu Ayas menarik kursinya agar ia tidak kerepotan.Tira pun melirik sinis ke arah tangan Yoga. Ia tidak rela jika pria itu menyentuh Ayas sedikit pun.“Wah, selamat datang, Tuan Yudistira,” ucap Yoga sambil mengulurkan tangan, tanpa dosa.“Terima kasih,” jawab Tira sambil menjabat tangan Yoga. Meski begitu, matanya teta
Yoga terkesiap saat Ayas mengatakan bahwa Tira adalah ayah kandung Vano. “Kamu serius?” tanyanya, lemas.Ia seolah menjebloskan Ayas ke lubang yang cukup dalam. Hingga wanita itu harus berhubungan dengan pria yang selama ini telah membuatnya trauma.Ayas mengangguk. “Iya, Mas. Makannya tadi aku gak konsen waktu presentasi. Jujur aja aku khawatir, gugup dan semua rasa bercampur jadi satu,” jelas Ayas sambil menatap kosong ke sembarang arah.“Ya Tuhan, Vi. Kamu kenapa gak bilang dari awal, sih? Kalau aku tau Tuan Tira adalah pria berengsek itu, mana mungkin aku menjerumuskan kamu seperti ini?” keluh Yoga.Ia sangat gemas karena Ayas tidak pernah mau memberi tahu siapa nama ayah Vano.“Maaf, Mas. Aku hanya khawatir akan keselamatan kamu. Aku pun gak nyangka kalau dia akan sampai di kota ini,” lirih Ayas.“Vi,
Ayas berusaha melepaskan genggaman tangan Tira. Namun tenaganya kalah kuat. Sebab, Tira menautkan jemari mereka. Sehingga tanpa perlu mengeluarkan tenaga yang cukup besar pun genggaman itu tidak mudah terlepas. Tira membawa Ayas ke sebuah ruangan yang biasa ia gunakan sebagai ruang kerja. “Mana anakku?” tanya Ayas saat mereka sudah berada di ruangan itu. Tira bahkan mengunci pintunya agar Ayas tidak dapat kabur. “Duduk dulu, jangan langsung marah begitu,” ucap Tira, santai. Kemudian ia duduk di sofa sambil mengambil sebuah remote. “Apa kamu sengaja ingin mempermainkan aku?” tanya Ayas. Ia sudah tidak menghormati Tira lagi. Sehingga Ayas enggan memanggilnya dengan sebutan Tuan. “Apa aku tidak salah dengar? Bukankah selama ini kamu yang mempermainkan aku?” tanya balik Tira. Memang selama ini dirinyalah yang merasa dipermainkan oleh Ayas. &nb
“TIRA!” bentak Ayas.Tira ternganga mendengar Ayas berani menyebut namanya secara langsung. Namun ia justru senang akan hal itu.“Apa? Coba diulang!” tanya Tira sambil menunduk ke arah Ayas. Ia mengurungkan niatnya. Sebenarnya tadi ia hanya ingin bercanda.Ayas menggelengkan kepala. Ia sadar bahwa barusan dirinya kelepasan karena terlalu terkejut.“Aku gak akan marah. Justru aku senang jika kamu memanggil namaku secara langsung. Mulai sekarang, aku mau kamu manggil namaku, ya?” pinta Tira. Kemudian ia mengusap kepala Ayas.Ayas mengerutkan keningnya. Ia heran mengapa Tira tidak marah padanya.‘Ni orang aneh banget, sih?’ batin Ayas.Tira berjalan memungut kaos yang tadi sempat iya lempar. Kemudian menggunakannya. Sebab ia tidak nyaman jika terus bertelanjang dada.Setela
“Tentu. Memangnya kamu pikir aku kurang kerjaan sampai mengedit foto Vano?” Tira balik bertanya.‘Ya ampun, mirip sekali,’ batin Ayas. Ia mengakui kemiripan mereka.Sebenaranya apa yang Ayas ucapkan pada Tira hanya untuk mengetest seberapa yakin pria itu bahwa Vano adalah anaknya. Padahal hal itu tidak perlu ditanyakan lagi. Jangankan dengan Tira kecil, sekarang saja mereka masih terlihat mirip.“Aku harap kamu tidak mencari alasan untuk memisahkanku dengan Vano. Satu lagi, tolong jangan pernah melarikan diri dari aku. Aku sudah bersumpah tidak akan menyakiti kalian lagi. Semoga kamu mengerti bagaimana perasaanku,” pinta Tira.Ayas mengembalikan kembali ponsel Tira pada pemiliknya. Kemudian ia beranjak.“Kamu mau ke mana?” tanya Tira saat melihat Ayas berdiri.“Mau ajak Vano pulang,” sahut Ayas. Ia m
Ayas pun langsung terbelalak. Ia tahu betul Tira sengaja melakukan hal itu agar Yoga mendengar ucapannya.“Itu suara siapa, Vi?” tanya Yoga.Belum sempat Ayas menjawab, Yoga sudah mendengar suara Vano. “Mau dong, Pi. Aku mau jajan yang banyak. Boleh gak, Papi?” tanya Vano pada papinya.Hati Yoga bagai diiris. Ia tidak menyangka ternyata Ayas telah membohonginya. Ia merasa jadi pria yang sangat bodoh.“Oh, harusnya kamu bilang kalau meman sudah ada yang jemput, Vi. Jadi aku gak kayak orang bodoh maksa kamu begini. Ya udah, have fun, ya!” ucap Yoga. Kemudian ia memutuskan sambungan teleponnya.Yoga sangat kecewa pada Ayas. Ia yang selama ini selalu melindunginya karena Ayas terlihat begitu takut pada Tira. Namun ternyata kini Ayas rela berbohong hanya demi bertemu dengan Tira.Ditambah lagi obrolan Tira dan Vano tadi cukup ak
“Maaf,Mas.Aku takut kamu marah kalau aku ngomong yang sebenarnya,”kilah Ayas.Yoga menelan saliva.Ia tak menyangka,ternyata tuduhannyabenar.Yoga pun semakin kecewa dibuatnya.“Kenapa aku harus marah?Lebih baik kamu jujur daripada bohong seperti itu,” jawab Yoga.Ia tidak dapat menyembunyikan kekecewaannya.“Iya,aku minta maaf,” lirih Ayas. Ia bingung hendak mengatakan apa lagi.“Kenapa kamu tiba-tiba berubah pikiran?Bukankah selama ini kamu itumenghindarinya?Bahkan kemarin pun kamu dikejar-kejar oleh anakbuahnya,” tanya Yoga.Ia tidak habis pikir mengapa Ayas bisa berubah pikiran secara drastis. Padahal selama ini ia seolah takut pada Tira.“Karenaternyata dia baik,Mas.Tidak seperti yang aku pikirkan.
‘Hah? Ngapain dia ke sini?’ batin Ayas. Ia tidak nyaman jika Tira dan Yoga berhadapan. Terlebih saat ini Yoga sudah mengetahui semuanya. Pasti suasananya akan canggung.“Surprize,” ucap Vano dengan gembira sambil memeluk maminya.Ayas pun tersenyum kikuk. Ia memang sangat terkejut karena ulah anaknya itu.“Vano kok ke sini?” tanya Ayas.“Aku kan mau makan siang bareng Mami. Emang gak boleh?” sahut Vano, manja.“Bukan begitu, Sayang. Mami kan lagi kerja. Nanti kan kita bisa makan siang di rumah. Lagian Vano harusnya istirahat,” nasihat Ayas.“Oh, jadi Mami gak suka aku datang ke sini? Gitu?” tuduh Vano.“Enggak, bukan begitu. Ya udah kalau kamu mau makan. Sini duduk di sebelah mami!” ajak Ayas.“Oke,” sahut Vano sambil terse