Kutarik nafas panjang dan membuangnya perlahan, berharap dapat membuat diriku menjadi lebih tenang. “Siapa, Mas?”“Sini, Bun!” Oh Tuhan, ku dengar suara langkah yang mendekat, bagaimana ini? “Kejutaaannn . . .” teriak Mas Essa, ketika bunda berdiri tepat di hadapanku.================ POV AutorSafeea merasa sangat canggung berada di kediaman keluarga Adriyan, dirinya merasa telah menyakiti Adriyan dan keluarganya, karena pernikahannya dengan Damar. Safeea mencoba menyiapkan hatinya, jika sebentar lagi, mungkin dirinya akan mendapat perlakuan buruk dari bunda dan adik – adiknya Adriyan.Seorang wanita paruh baya, terlihat sangat terkejut, melihat wanita yang dulu begitu akrab dengannya, seorang anak yang sudah dianggapnya seperti anak kandungnya sendiri. Sebagai seorang ibu, Dania - bundanya Adriyan, tentu merasa sedikit terluka dengan pilihan Safeea yang menikah dengan pria lain, dan meninggalkan putranya.Namun di satu sisi, dirinya juga prihatin dengan cerita yang putranya samp
"Mantan istrimu itu merekam semua pembicaraan mereka, selama di dalam mobil,""Dari mana kamu mendapatkan informasi itu?""Dia menghubungiku, mengajak bertemu bersama dengan pengacaranya, kemudian memberikan informasi ini, foto yang ku kirimkan tadi, itu dari kamera CCTV. Kau harus berterima kasih kepadanya, Mar, karena dia sudah memberikan bukti yang kuat, untuk menjebloskan mereka ke penjara, itupun jika kau mau," ungkapnya, membuatku terdiam. Safeea melakukan ini untukku? apa itu artinya dia masih peduli kepadaku?===================== Aku mencari nomer ponsel Tiara, mencoba menghubunginya untuk menanyakan berita yang Jerryan sampaikan. Ternyata benar, semua yang Jerryan katakan sesuai dengan informasi yang kudapatkan langsung dari Tiara. Bahkan Tiara juga mengatakan, jika di dalam mobil, Safeea mengalami pelecehan verbal dan nyaris kena pukul oleh papa mertuaku.Hatiku panas mendengarnya, membayangkan Safeea berada dalam posisi sulit ketika berada satu mobil dengan papa mertuaku
"Lalu tinggal di mana kamu selama ini? aku tau, kamu tidak memiliki cukup tabungan untuk sebuah tempat tinggal, bahkan, selama menikah kamu tidak pernah mengambil sepeserpun uang yang aku berikan. Dari mana kamu dapat memenuhi segala kebutuhanmu selama ini, Saf? Apa dengan mengemis kepadanya?" sinis Damar berujar, menyebar tuduhan tidak berdasar, efek dari rasa cemburunya.Safeea tidak tahan dengan tuduhan yang Damar tujukan kepadanya, hatinya sakit, tidak menyangka jika tidak ada perubahan sedikitpun, pada diri mantan suaminya. Safeea memilih meninggalkan pertemuan, dan mengajak Adriyan untuk pergi bersamanya.=================Suasana menjadi sangat tidak nyaman, kepergian Safeea meninggalkan pertemuan, yang bahkan baru saja di mulai, membuat hati Damar semakin tidak karuan. Melihat Safeea pergi bersama Adriyan di depan matanya, seakan memunculkan rasa sakit yang diam – diam menyelinap di lubuk hatinya.Andai dirinya dapat berjalan, Damar ingin sekali menarik paksa Safeea, untuk te
“Jadi kapan?”“Apanya?”“Beli rumah untuk kita?”“Hah?”“Kamu mau tinggal bareng Dhanis dan Tiara? Jadi obat nyamuk?”“Enggak, lah! Gila aja,”“Ayo beli rumah! Atau mau tinggal di rumah bunda? Tapi kita nikah dulu,”“Hilih modus!”“Ha ha ha,” tawa lebarnya menular kepadaku. ====================== Aku dan Mas Essa tiba di sebuah Mall di bilangan Jakarta Pusat, rencananya kami akan nonton dan makan malam bersama Bunda dan adik – adiknya Mas Essa, yang sudah lebih dulu sampai. Ini kali kedua kami jalan ke mall bareng, setelah kedatanganku ke rumah mereka dua bulan lalu.Saat tiba di lobby bioskop, kami berdua di sambut teriakan cempreng Adisti dan Arista, yang langsung menarik tanganku, agar terlepas dari genggaman tangan kakak sulung mereka. Mas Essa hanya mampu bercebik kesal, saat aku menoleh ke arahnya, mengarahkan pandangan iba sekaligus menggoda kepadanya.“Bun,” sapaku, seraya memeluk wanita yang selalu tampil cantik, di usianya yang tidak muda lagi ini.“Sayang, kok lama, sih?”
“Siap, Bun, besok sore juga mas sih siap, asal Zahra nya mau aja,”“Enggak besok sore juga, Mas! Kan perlu persiapan,” selak Bunda, menanggapi candaan Adriyan.“Gimana kalau bulan depan, pas ulang tahun Kak Zahra?” usul Adisti, yang disambut anggukan oleh Dania dan Arista.“Good Idea!” ucap Adriyan, tersenyum manis ke arah wanitanya, yang masih berada dalam pelukan ibundanya.=================POV AdriyanAku masih merasa ini adalah mimpi, mendapatkan persetujuan Zahra, untuk menikah denganku, adalah impian terbesar dalam hidupku, setelah kebahagiaan bunda dan adik – adikku. Tidak sia – sia rasanya, aku menunggunya dalam penantian panjang dan penuh ketidakpastian.Dua tahun ini aku menyalahkan diriku sendiri, karena tidak berusaha dengan keras, saat pak Aldian meminta Zahra menikah dengan anaknya. Terlebih, saat aku mengetahui Zahra tidak bahagia dengan pernikahannya, rasanya, aku menjadi pria paling jahat di muka bumi ini. Karena membiarkan wanita yang kucintai hidup menderita.Berta
Drrtt . . . drrtt . . . drrtPonsel Tiara bergetar, ada nama mas Damar di layarnya, membuatku dan Tiara saling berpandangan. Ada apa mas Damar menghubungi Tiara malam - malam begini?=================== Tiara membiarkan ponselnya terus berdering, dengan harapan akan mati dengan sendirinya, sejujurnya aku ingin Tiara mengangkatnya, ingin tau apa yang mau mas Damar bicarakan dengan Tiara, malam – malam seperti ini. Apakah ada hubungannya denganku, mengenai rumah atau justru hal yang lainnya.Setelah panggilan dari mas Damar di abaikan, selanjutnya giliran panggilan dari Jerryan, yang masuk ke dalam ponsel Tiara, kufikir Tiara akan mengabaikannya lagi, namun ternyata dirinya langsung menjawab panggilan tersebut. Tidak lupa aku meminta Tiara untuk menyalakan loadspeaker, agar aku juga dapat mendengar percakapan mereka.“Ya, selamat malam, Pak Jerryan, ada yang bisa saya bantu?” ucap Tiara mengawali pembicaraan.“Hallo, Tiara, ini saya, Damar, apa benar Safeea akan menikah dengan Adriyan
“Selama janur kuning belum melengkung, bukankah masih ada kesempatan bagiku untuk mendapatkannya?” elakku, menepis ucapannya.“Jika kau pelajari agamamu dengan baik, maka kau akan tau, Mar, jika wanita yang sudah dilamar pria lain, maka haram bagimu untuk melamarnya juga. Kau mau menyalahi ajaran Tuhanmu?” Ucap Jerryan tegas, membuat tubuhku terpaku karena ucapannya.=============== Ajaran agamaku katanya? Aku bahkan sudah lama tidak memenuhi kewajibanku, sebagai manusia beragama, aku yang hidup bebas, serta melanggar segala rambu – rambu dalam agamaku. Tidak mengindahkan seruan Tuhanku, bersikap sombong dengan apa yang kumiliki, berlagak aku mampu dan boleh melakukan apapun yang kuinginkan.Aku lupa, lupa jika aku adalah mahluk yang lemah, hidupku yang gemilang, berubah suram dengan mudah karena kuasanya. Kesombonganku tidak berarti lagi, ketika takdir-Nya sudah berlaku di dalam hidupku.“Setelah semua yang telah kamu alami saat ini, apa kamu masih enggan untuk benar – benar beruba
"Ini rumah siapa, Mas? bagus banget," tanyaku, enggan mengalihkan netraku dari rumah impianku dulu."Rumah kita, rumah ini akan kita tempati saat kita sudah menikah besok, kamu mau kan tinggal di sini?" Aku bergeming, demi mendengar penuturannya. Jadi rumah sebagus ini akan menjadi rumah kami nantinya? Benarkah?=============== Mas Essa membawaku untuk memasuki pagar rumah, yang kuncinya dia ambil dari dalam saku celananya. Ternyata benar, rumah ini miliknya, Mas Essa memiliki kuncinya.Memasuki rumah, aku dibuat kagum dengan interior, serta tata letak setiap ruangan di rumah ini. Semua terlihat pas di posisinya, aku masih terkagum – kagum dengan dapurnya, yang serba modern dan begitu lengkap. Aku terfikir, jika nanti, akan membuatkan makanan untuk Mas Essa setiap harinya, sama seperti yang dulu sering kulakukan untuk mas Damar.“Gimana, Zah? Suka, kan?”“Suka, suka banget malah, Mas. Terima kasih, ya,” seruku, seraya memeluknya singkat.“Kembali kasih, Tuan Putri. Aku senang sekal