“Devan udah besar, udah bisa duduk sendiri,” ucap Fathir yang memandang putranya yang duduk di bagian posisi pintu.
“Aku masih kecil Papi,” ucap Devan yang kemudian berpindah duduk ke posisi bagian tengah.
Clarissa tersenyum memandangnya.
Mereka tidak ada henti-hentinya tertawa ketika melihat tingkah lucu Sheren dan juga Devan yang sudah sangat pandai berbicara.
“Apa kita akan memilih taman ini Pak,” ucap supir pribadi Fathir yang memberhentikan mobilnya di sebuah taman yang berada di tengah kota.
Fathir memandang istrinya.
“Iya Bang di sini aja,” ucap Clarissa.
“Iya boleh Pak Udin,” ucap Fathir.
“Baik Pak,” ucap Udin yang mencari parkir untuk mobil yang dikemudikannya. Udin memarkirkan mobil tersebut di areal parkir ya
David memandang gadis yang berbaring di atas tempat tidur. Wajah gadis itu tampak pucat. David memperhatikan wajah gadis itu. Sampai sekarang dia belum tahu siapa nama gadis tersebut.David sedikit tersenyum ketika melihat gadis itu sudah membuka matanya. David begitu sangat lega ketika melihat gadis itu sudah mulai sadar.“Di mana ini,” ucap gadis tersebut yang memandang ke kanan dan ke kiri, untuk memastikan di mana saat ini ia berada.“Kamu sekarang ada di rumah sakit,” jawab David.“Kenapa aku ada di sini? Aku baik-baik sajakan?" ucap Sinta. Sinta memandang tubuhnya ke bawah untuk memastikan kondisinya. Sinta memegang pelipis keningnya yang terasa pusing.“Kamu sekarang berada di rumah sakit, maafkan aku tadi aku tidak sengaja,” ucapnya.“Tidak sengaja apa,” tanya Sinta.David sedi
Sinta begitu sangat gelisah, ia berjalan-jalan di dalam kamar yang saat ini ditempatinya. “Gimana caranya bisa keluar dari sini, aku udah nggak punya uang,” pikirnya. Sinta harus menghemat uang sisa gajinya agar bisa naik busway ke kantor, karena memang posisi rumahnya sangat jauh dari kantor.“Orang yang mengantar tadi siapa,” ucapnya yang mengusap wajahnya dengan sangat kasar. Sinta memandang jam yang menempel di dinding yang sudah menunjukkan jam 5 sore.“Katanya tadi jam 4 mau ke sini, ini sudah jam 5,” ucap Sinta yang sudah sangat cemas dan takut bahwa orang itu sudah meninggalkannya begitu saja. Sinta perlahan-lahan berjalan menuju ke pintu. Sinta membuka pintu kamarnya dan memandang ke kanan dan juga ke kiri untuk melihat Situasi. "Sepi, kalau langsung pulang ada yang mengejar nggak ya," ucapnya di dalam hati.Namun Sinta menggelengkan kepalanya, “nanti
“Apa jalan saya terlalu cepat,” ucap David yang memandang ke belakang dan menghentikan langkahnya.Dengan cepat Sinta menghentikan langkahnya ketika melihat David sudah berhenti di depannya. “Tidak Pak,” jawabnya.“Jadi kenapa kamu berjalan di belakang saya,” tanya David.“Saya tidak enak pak bila jalannya sejajar dengan bapak,” ucap Sinta yang melihat pakaian pria di depannya yang memakai jas rapi. Melihat tampilan pria itu, terlihat bahwa pria itu bukan orang sembarangan. Sedangkan dirinya hanya memakai baju seragam berwarna biru pekat yang memiliki tulisan cleaning servis di belakang punggungnya.****Clarissa memasangkan dasi suaminya. Clarissa tersenyum memandang wajah suaminya.“Kenapa senyum-senyum lihat abang,” tanya Fathir.Clarissa begitu sangat malu ketik
“Sabuk pengamannya dipasang,” ucap David yang duduk di kursi kemudinya. Pria itu memasang sabuk pengaman di dadanya.“Baik Pak,” jawab Sinta yang menarik sabuk pengaman yang ada di samping kirinya. Sinta begitu sangat bingung ketika harus memakai sabuk pengaman tersebut.“Apa kamu bisa,” tanya David.Sinta sedikit tersenyum ketika memandang wajah pria yang saat ini sedang menatapnya. “Saya bisa Pak tapi tunggu sebentar, soalnya saya belum pernah memakainya,” ucap Sinta yang begitu malu saat mengatakan kalimat tersebut.David membuka kembali sabuk pengamannya. David mencondongkan tubuhnya semakin mendekat ke arah sinta untuk membantu gadis itu memasang sabuk pengamannya.Sinta memejamkan matanya ketika tubuh pria itu begitu dekat dengannya. Sinta dapat mencium aroma wangi tubuh pria yang berwajah tampan tersebut.
Kota ini merupakan tempat yang dipilih Farah untuk tinggal. Kota yang memiliki udara yang sejuk dan juga segar.“Aku akan memulai semuanya dari awal. Aku akan memulai hidup baru di sini,” ucap Farah saat duduk di atas Bukit Alesan. Farah menikmati indahnya pemandangan Kota Bogor dari atas bukit, dan pemandangan puncak gunung Gede Pangrango dan perkebunan warga. Berharap udara dingin dan pemandangan yang indah bisa menenangkan hati dan pikirannya.Farah duduk dan termenung seorang diri. Semua usaha dan perjuangannya sekarang sudah sia-sia, Ia harus memulai semuanya dari awal lagi. Rumah tangganya sudah tidak ada lagi. Sudah tidak ada lagi yang tersisa saat ini. Farah hanya sendiri di dalam hidupnya. Bayangannya mundur jauh ke belakang, saat mengingat masa-masa saat dulu ia berada di kampung bersama dengan kedua orang tuanya. Farah mengusap air matanya. "Waktu itu hidup kami serba kekurangan namun aku baha
“Apa Abang mau Risa temani abang,” ucap Clarissa saat membantu suaminya memasang dasi.Fathir tersenyum dan menggelengkan kepalanya dan mencium punggung tangan istrinya. “Nggak usah, Adek jaga saja anak-anak di rumah, Mama sama Papa juga ikut,” ucapnya.“Apa Abang yakin nggak mau Risa ikut,” tanya Clarissa.“Iya sayang, do’akan ya semuanya berjalan dengan baik.”“Risa do’akan agar semuanya berjalan lancar,” ucap Clarissa yang tersenyum lebar dan mencium bibir suaminya sebagai tanda bahwa ia memberi semangat untuk suaminya.“Sayang Papi, Papi mau pergi dulu, jagain Mimi, ingat jangan nakal,” ucapnya yang mengusap perut istrinya dan menciumnya. “Do’akan urusan Papi semuanya bisa cepat selesai.” Fathir berucap sambil mengusap perut istrinya.
“Aku lihat tadi sepertinya Farah sudah banyak berubah ya Ma,” ucap Fathir yang memandang mamanya ketika ia sudah duduk di dalam mobil.“Jangan pernah merasa kasihan sama orang seperti dia. Dia orang yang sangat pandai berakting. Mama nggak mau kamu memberi kesempatan untuk orang seperti itu. Kamu harus berhati-hati. Bila nanti dia ingin berjumpa dengan Devan dan juga Sheren, biar mama yang menemui dia, kamu nggak usah,” ucap Haryati dengan sangat tegasnya. Haryati sudah begitu sangat memahami bagaimana sifat Farah. Sekarang Farah terlihat begitu sangat menyedihkan, namun dia pasti akan mencari cara untuk bisa dekat kembali kepada putranya, dan Haryati akan berusaha untuk mencegah hal itu. Farah begitu sangat tidak pernah mau mengambil tahu tentang keadaan anak-anaknya, begitu juga dengan kedua orang tuanya. Yang menjadi tujuan utamanya hanyalah kesenangan dan uang. Haryati begitu sangat paham dan tahu betul sif
“Jadi Sheren sekarang sudah jadi mama ya,” ucap Fathir yang duduk di samping istrinya.Clarissa memutar kepalanya dan memandang suaminya. “Sejak kapan sampai,” ucapnya yang sejak tadi tidak menyadari kehadiran suaminya.“Belum lama,” ucap Fathir. Dia tersenyum dan mencium kening istrinya.“Jadi cucu, main jadi Mama sekarang,” ucap Haryati yang mencium rambut cucunya yang tebal dan juga hitam.Sheren menganggukkan kepalanya. "ya, nenek," ucapnya.“Mau Risa buatkan minum,” tanya Clarissa.“Boleh tapi minumnya di kamar saja,” ucap Fathir.“Apa nggak ke kantor,” tanya Clarissa.“Nanti setelah makan siang baru ke kantor lagi,” jawab Fathir yang memang sudah mengatur jadwalnya di kantor.