Bagi buta, Mungkin ini terlalu pagi untuk mendengar sebuah perdebatan yang samar samar membuatku terbangun dari tidur lelap. Semalam kami makan, lalu jalan-jalan mengelilingi kota pulang menjelang pukul 01.00 malam dan tertidur dengan pulas. Kulirik jam, masih jam enam kurang lima belas. Tapi di bawah sana, aku bisa mendengar percakapan antara seorang pria dan wanita. Perdebatan sengit. Tadinya kupikir itu tetangga yang sedang aduh argumen dengan pasangannya tapi ternyata itu berasal dari teras rumahku. Musibah selimut lalu bangun dari tempat tidur, membuka tirai jendela lalu melihat kira-kira dengan siapa Mas Revan bicara. Apakah kebetulan dia bangun dan berolahraga pagi kemudian bertemu dan bicara dengan tetangga ataukah itu orang lain...Kuambil jaketku, kukenakan untuk menutupi baju tidur yang tanpa lengan. Aku turun menyusuri tangga untuk melihat itu siapa."Aku ga ngerti cara kamu berpikir!""Jangan salahkan pikiranku, teganya kau bohongi aku Mas, teganya kamu bilang kalau ka
Benar saja, aku aku mendapati ayah dan suamiku beserta dengan wanita itu sedang berbincang di gazebo kolam ikan. Ayah dan suamiku terlihat duduk dengan santai sementara wanita itu berdiri sambil menangis."Ada apa kamu ke sini?" Ibu mertua yang sejak lama memilih untuk diam saja tiba-tiba datang dan menemui Ailin."Saya hanya minta keadilan untukku, Mas Revan sudah berjanji untuk tidak meninggalkanku, Mas Revan sudah berjanji agar kami menikah....""Kenapa kamu begitu nekat untuk menikah dengan suami orang, apa yang terjadi?""Lalu apakah adil kalau aku dicampakkan begitu saja, setelah hubungan kami yang sudah layaknya suami istri terjalin selama bertahun-tahun. Kami sudah berdosa bersama, kami ingin menebusnya."Aku tertegun, tapi demi menghargai kedua Mertuaku juga menghargai bahwa Ini rumah adalah rumah mereka, aku mencoba untuk bersabar dan diam saja.Bayangkan, sudah bertahun-tahun suamiku menyembunyikan hubungannya dan mereka sudah seperti pasangan menikah, artinya mereka benar
"Dengarkan aku Ailin ini adalah saran terbaik untukmu dariku. Aku mohon mengertilah, jangan paksakan keadaan sesuai dengan ambisimu, jangan paksakan apa yang tidak bisa kau miliki ada di dalam genggamanmu. Pergilah ke Malaysia dan bawa rekomendasi pekerjaan dari mertuaku.""Tidak.""Aku tahu kau gengsi, egomu mmelarangmu untuk menerima bantuan orang-orang yang sudah melecehkanmu, tapi lihatlah, pada satu sisi akan membutuhkan semua itu demi kelangsungan dan kesuksesanmu di masa depan. Jadi, terima rekomendasi pekerjaan itu dan pergilah sejauh mungkin.""Keluarga kalian sungguh pandai menyingkirkan orang.""Tidak ada artinya kau melawan sebab kau akan kalah meski kau tidak langsung berhadapan denganku tapi kau berhadapan dengan seorang komisaris yang punya kekuasaan, Ayah mertua tidak akan membiarkan kau terus mengejar suamiku.""Apa akhirnya aku akan disingkirkan secara paksa?""Sebelum itu terjadi ambillah langkahmu tinggalkan suamiku dan pergilah tata kehidupan barumu.Wanita it
"Ada apa Ailin?" Suamiku menjumpai wanita itu di teras mempersoalkan dia duduk tapi wanita itu tidak ingin duduk aku menyimak mereka dari mengintipnya di balik gorden."Aku ingin bicara....""Aku terkejut dengan keberanianmu karena sudah begitu seringnya kau datang ke rumah ini dan sudah begitu sering juga istriku mengusirmu, tapi kau masih terus kembali juga.""Aku hanya ingin melihatmu.""Dengar, ai... Bisakah kita sudahi hubungan ini baik-baik sehingga tidak ada permusuhan dan kita bisa berteman saja?"Wanita itu menggeleng perlahan lalu tiba-tiba pecah tangisannya. Airmatanya tumpah, ia tergugu, bahunya berguncang dan ekspresi wajahnya sangat memilukan."Kenapa?""Aku memang tidak akan mengganggumu lagi Mas aku datang ke sini untuk berpamitan."Saat Airin bilang berpamitan tiba-tiba Mas Revan terdiam, dia seperti tercengang dan ekspresi wajahnya seakan tak mampu menahan kesedihan meski dia berusaha menyembunyikan. Lelaki itu berusaha tersenyum tipis dan mengangguk untuk memahami
Dua tahun berlalu dalam kebahagiaan, dua tahun itu pula aku berada di puncak kebahagiaan sebagai seorang istri. Suamiku memperlakukan diri ini dengan baik dan mencintaiku lebih dari sebelumnya. Dia memberikan perhatian dan kasih sayang yang meluber dan membuat hati ini menghangat. Tak pernah lagi ada gangguan karena lelaki itu pergi ke kantor bersamaku, lalu menghabiskan sisa waktu dengan anak-anak. Tak pernah ada gelagat buruk lagi tentang dirinya, juga tak pernah lagi ia menunjukkan sesuatu yang mencurigakan.*"Sayang, kita jadikan ke pesta Pak Budi Kusuma?"Lelaki itu menyebutkan tentang pengusaha minyak goreng yang cukup terkenal di kota ini, dia adalah kenalan suamiku dan kami diundang untuk hari ulang tahun perusahaannya yang ke-40 tahun."Iya," jawabku."Kalau gitu sebentar lagi aku harus bersiap-siap," ujarnya sambil beranjak."Iya, aku sudah menyiapkan pakaian dan jas model lemari Jadi kau tinggal mandi dan memakainya.""Kau yang terbaik," besok lelaki itu sambil memeluk
Dua tahun seharusnya sudah cukup untuk move on, dua puluh empat bulan seharusnya sudah cukup untuk bisa berdamai dengan hal yang sudah mas Revan lepaskan. Lelaki itu sudah berjanji padaku, dia minta maaf dan dia tidak akan mengulangi kesalahannya. Masih dalam keadaan berdiri dan menyaksikan suamiku sementara tidak ada seorangpun yang lewat di tempat itu hingga mengganggu mereka berdua. Aku terus saja menyaksikan mereka. Mereka juga asik saling berbincang tanpa menoleh ke kanan atau ke kiri, aku menyaksikan itu dengan hati yang tertusuk, entah seperti apa rasanya.Pikiranku jadi tak menentu, flash back pada beberapa bulan lalu. Mengingat kembali momen-momen indah yang kulewati tanpa dibayang-bayangi pelakor lagi. Aku pikir rumah tangga kami sudah bahagia ntar kalau gangguan dari Ailin tapi ternyata wanita itu menunggu waktu yang tepat untuk menjumpai suamiku.Pun suamiku, dia tidak pernah terlihat mencurigakan apalagi mendambakan seseorang, malah sebaliknya, ia nampak sangat berdedika
"Hanya aksi spontan karena dia memelukku lebih dahulu, aku tidak bermaksud apa-apa dengan itu.""Benarkah?""Iya.""Kau terlihat menyimpan kerinduan mendalam sebagaimana itu tercetus secara langsung ke saat kalian berdua saja, aku bisa melihat bagaimana kalian saling menatap dengan penuh kerinduan.""Percayalah padaku." Dia hanya menatap mataku dengan ekspresi pasrah mungkin sudah siap dengan ledakan amarah yang akan terlontar dari bibirku. "Ailin sudah berubah, dia sukses dan dan dengan kesuksesan itu dia bisa memperjuangkanmu." Aku hanya bisa berkata dengan lirih, sebab aku tahu sekuat apapun memperjuangkan seseorang tapi jika yang bersangkutan tidak bermaksud untuk melepaskan masa lalunya maka itu akan sulit. "Ayah dan ibuku, tetap akan mempertahankan menantunya, apapun yang terjadi," jawab Mas Revan.Aku terdiam, aku tetap seperti dulu, berusaha sabar dan memaklumi suamiku dengan tidak serta-merta menjadikan perbuatannya sebagai alasan pertengkaran yang hebat. Aku tetap tenang
Aku kembali dari cafe setelah 'ngopi' dengan mantan gundik suamiku. Aku kembali ke kantor dan tepat berpapasan di koridor sebelah ruanganku dengan Mas Revan. " Kau dari mana saja?""Tidak ada.""Katanya kau pergi menjumpai seseorang. Siapa?""Tidak penting Mas.""Siapa?" Suamiku setengah mendesak dan penasaran. "Ailin.""Ah, ya Tuhan ini membosankan," ujarnya."Benarkah bosan?"Aku tersenyum sambil mengenal listrik seberapa seriusnya dia bilang kalau pembahasan tentang Airin adalah sesuatu yang membosankan. Bukankah, dia begitu mendambakan wanita itu dan selalu merindukannya. Seharusnya dia tidak perlu bersikap munafik seperti itu."Dengar, Aku serius padamu Aku ingin mengakhiri semua pengaruh tentang dia Dan bayang-bayangnya dari kehidupan kita.""Benarkah?""Iya.""Undang wanita itu ke rumah kita karena aku akan menegaskannya di hadapan semua orang.""Tidak, Mas. Tidak usah repot-repot berbuat seperti itu kita sudah pernah melakukannya dan wanita itu tidak mempan ataupun terpengar