Ana dan Brian mematung. Mereka tidak menyangka Kaisar ada hubungannya dengan ini semua. Apalagi mengatakan hal yang sama sekali tidak mereka duga. Brian mendekati lelaki itu, menatapnya dengan sangat tajam. Kaisar harus mengatakan semuanya dan dia akan memaksakan hal itu."Jadi kau benar-benar mengetahuinya, atau kau hanya mengatakan hal itu untuk menarik perhatian Ana?" Brian kemudian tersenyum lalu menarik kerah kemeja Kaisar dengan sangat keras. Membuat tubuh mereka sangat berdekatan. Ana semakin cemas kemudian menepuk pundak Brian agar melepaskan cengkeraman kuatnya itu."Sudahlah, jangan seperti itu. Sekarang lebih baik kalian diam saja. Jangan pernah berbuat hal bodoh. Ini rumah sakit. Kita bisa diusir dari sini dan tidak akan pernah bisa masuk lagi."Kini Ana mendekati Kaisar. Menatapnya dengan mendongak. Tingginya hampir sama dengan Brian. Hanya berbeda sedikit saja. Walaupun masih saja terlihat gagah Brian dan jauh lebih tampan. Kaisar pemuda gondrong dan kurang rapi."Apa ma
Ana merasakan sesuatu saat melihat video yang diberikan oleh Kaisar. Memang Juragan benar-benar sangat membenci Penelope. Tapi dia juga tidak bisa memberikan bukti itu kepada Kakek dan neneknya. Karena mereka ingin Anggara berpisah dengan Penelope. Bagaimana mungkin Ana akan memberikan bukti itu? Dia hanya bisa menundukkan kepala dan menangis. Bagaimana mungkin dia akan melawan semua itu? Dia tidak memiliki kekuatan apa pun."Ana! Apa yang kau lakukan? Kenapa kau menunduk seperti itu? Jangan menangis. Aku tidak bisa melihatnya. Sudahlah, aku tidak mau melihatmu seperti ini. Kau bisa membuatku gila," ucap Kaisar sambil memegang kepalanya. Selama ini dia tidak pernah melihat gadis seperti ini di hadapannya. Walaupun dia bisa cuek sebenarnya. Tapi ternyata dia tidak bisa. Kenyataannya dia merasakan sesuatu yang tidak pernah dia rasakan."Ana! Sudahlah hentikan. Aku tidak mau melihat kau menangis. Aku sudah mengatakan semuanya dan ini memang benar. Tidak ada yang aku tutup-tutupi. Tapi to
Pagi datang dengan cepat. Ana semakin kebingungan. Dia tidak percaya berada di atas ranjang. Untung saja masih berpakaian. Kemejanya terus terselampir di atas kursi. Dia hanya mengenakan pakaian dalamnya saja dan rok pendek yang sebelumnya dia pakai. Tubuhnya semakin bergetar ketika melihat Kaisar berada di sebelahnya, dan dia berada di satu ranjang? Apa yang terjadi? Ana berusaha mengingat tapi dia tidak bisa. Bahkan dia tidak mengerti kenapa dia sampai ke sana?"Kenapa aku di sini!" teriaknya dengan sangat keras, membuat Kaisar yang berada di sebelahnya pun terbangun. Ana mengepalkan tangannya, kemudian meninju wajah Kaisar saat terduduk. Lelaki itu mengusap-ngusap wajahnya yang terasa sakit."Ana sakit sekali. Kau itu kenapa? Aku masih sangat mengantuk. Sudahlah, tidur saja. Dulu kita akan berbicara nanti saja," balas Kaisar dengan sangat santai. Dia pun merebahkan tubuhnya kembali di atas ranjang. Membuat Ana semakin geram. Gadis itu memukul Kaisar dan menendangnya sampai lelaki i
Ana berlari kencang keluar dari kamar itu. Dia menuju lobi, kemudian berjalan cepat mendorong pintu utama hotel yang terbuat dari kaca itu. Sahabat Kaisar yang kebetulan berada di loby hotel memandangnya dengan heran. Tapi dia tidak bisa berbuat apa pun karena tidak ingin ikut campur.Ana terus berjalan cepat menelusuri jalanan. Namun, tubuhnya masih saja sangat lemah. Dia tidak tahu harus pergi ke mana. Bahkan tidak membawa uang. Banyak sekali orang yang melintas, berbisik saat melihat dirinya sangat berantakan sekali seperti itu. Hingga akhirnya dia tidak bisa menumpu tubuhnya lagi dan terjatuh. Namun, dia terkejut seseorang menangkapnya."Kenapa kau ke sini lagi, Kaisar? Sudah aku katakan. Jangan pernah mengurusi kehidupanku. Pergilah, kita tidak akan pernah menikah," ucap Ana dengan suara pelan. Kaisar dengan cepat menggendongnya. Gadis itu tidak bisa meronta karena tenaganya masih terlalu lemah.Kaisar membawa Ana masuk ke dalam mobilnya yang sudah dibawa sang sahabat di depan lo
Romo masih menghadang mereka dengan puluhan pengawal. Penelope berada di depan tubuh Ana dan merentangkan tangannya. Sementara yang lain hanya terdiam kaku. Mereka tidak akan pernah berani melakukan hal apa pun ketika Romo memerintah. Dia adalah lelaki yang sangat berkuasa di sana dan keinginannya tidak ada yang bisa berani membantah."Tentu saja aku tidak akan pernah membiarkanmu pergi, cucuku," lanjut Romo masih menatap tegang. "Aku selalu menjunjung aturan dalam keluarga ini. Pewaris pertama ... itu yang akan berdiri di singasana. Entah laki-laki atau perempuan, aku tidak berhak memaksa seorang wanita untuk menjadi istri anakku. Tapi darah dagingku, harus berada di sini." Lelaki tua itu menghentakkan tongkatnya yang selalu dia bawa untuk membantunya berjalan. Kemudian beberapa pengawal menyingkirkan Penelope dan menarik Ana."Jangan menyentuhnya. Aku akan menghabisi siapapun jika menyentuh anakku!" teriak Penelope. Dia menarik Ana kemudian memeluknya. Beberapa pengawal yang semula
Joko masih saja menatap Anggara. Sang Raden hanya bisa menarik napas panjang, hingga akhirnya dia memang harus mengakui sesuatu."Baiklah, aku memang sudah ingat dengan semuanya. Tapi aku barusan saja ingat," ucapnya sambil berdiri, kemudian berjalan mondar-mandir di kamarnya yang super mewah itu. Semua perabotan yang berada di dalam berbahan kayu jati yang sangat tebal, dihasil ukiran khas Jawa Jepara. Terlihat sangat indah. Apalagi di setiap sudut ruangan ada bunga lili segar yang selalu diganti setiap hari oleh para pelayan. Baunya pun sangat harum, membuat ruangan itu terlihat sangat nyaman sekali. Anggaran memang sangat menjaga kebersihan. Dia adalah laki-laki yang menginginkan semua sangat sempurna sekali."Aku di rumah sakit memang tidak mengingat sesuatu. Tapi Ketika aku melihat Ana, kepalaku sangat sakit sekali." Anggara kali ini menghentikan gerakannya. Dia kemudian berkacak pinggang sambil mengamati Joko yang masih menatapnya, dan menunggu semua cerita yang akan dia sampaik
Ana benar-benar terkejut. Dia tidak menyangka ternyata Anggara memang sudah mengingat.Ana berusaha melepaskan pelukan ayahnya. Dia mendorong tubuh Anggara dengan kuat."Jadi sekarang kau kembali menjadi ayahku?" tanya Ana masih saja menangis. Hatinya bercampur aduk antara senang atau tidak suka. Entah apa yang dia rasakan sekarang."Yah! Ayah terpeleset di kamar mandi, kemudian Ayah mengingatmu. Maafkan, ayah benar-benar lelaki tidak tahu diri. Tapi, saat itu Ayah memang hilang ingatan. Ana itu memang benar. Tetapi paling tidak Ayah kembali bukan?" ucap Anggara berusaha untuk membuat Ana tenang. Dia meyakinkan sang putri, jika dia sudah bersiap untuk melindunginya kembali. "Ana, percayalah kepada Ayah. Ana, benar-benar Ayah akan melindungimu. Percayalah."Ana yang semula menatap ayahnya dengan tegang, akhirnya tersenyum. "Ayah ..." Kebahagiaannya kembali muncul. "Aku tidak percaya." Dia melompat kegirangan ke arah Anggara dan kembali memeluknya."Ya, Ayah kembali." Anggara pun sangat
Keluar dari sana? Tentu saja tidak mudah. Mereka semua sejenak terdiam, memikirkan cara untuk membawa Ana kabur dari sana. Hingga akhirnya Kaisar berdiri. Kemudian mendekati Ana. Gadis itu masih saja menatapnya dengan menantang. Ingin sekali menamparnya dengan keras berkali-kali."Selangkah saja kau mendekati diriku. Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Sudah diam saja di sana!" teriak Ana membuat sang ayah akhirnya berdiri dan menarik Kaisar."Kau itu kenapa? Jangan pernah membuat Ana kesal. Sudahlah, kau itu tidak malah memperbaiki keadaan. Tapi membuat aku semakin kesal. Apalagi membuat putriku sekali lagi berteriak. Aku tidak akan pernah memaafkan kamu. Apa kau mengerti?"Tidak!" Kaisar menggelengkan kepala. Dia berusaha mengatur dirinya. "Maksud aku. Aku ingin memberitahukannya, kalau aku akan membantu kalian semua keluar dari sini. Aku memiliki sebuah rencana."Perkataan Kaisar membuat semua orang saling menolehkan pandangan. Memang lelaki itu yang tidak bermasalah di dalam rumah