Tubuh Julian membeku melihat sosok wanita cantik berambut pirang yang selama ini dia cari. Aura wajahnya memancarkan jelas keterkejutan nyata. Berkali-kali dia meyakinkan apa yang dia lihat ini salah, tapi apa yang dia lihat ini benar. Tidak salah sama sekali.‘Wanita itu?’ batin Julian dengan wajah penuh terkejut. Detik itu juga, dia berjalan pergi meninggalkan Clara yang sibuk menyapa tamu undangan. Yang dilakukannya adalah menemui sang asisten.“Mark!” panggil Julian cepat.“Iya, Tuan?” jawab Mark seraya menatap Julian.“Mark, lihat wanita itu. Dia—” Julian menunjuk wanita yang dia maksud, tapi sayangnya wanita itu sudah langsung pergi begitu saja.“Kenapa, Tuan?” Kening Mark mengerut dalam, menatap bingung Julian. “Shit! Dia pergi!” Julian mengumpat kesal, dan berlari mencoba mengejar wanita yang selama ini dia cari, tapi sialnya wanita itu bagaikan angin yang begitu cepat pergi.Mark menyusul Julian. “Tuan, ada apa?”Julian terus meloloskan umpatan kesal. “Mark, wanita itu suda
Amber dan Jessie membaringkan tubuh si kembar ke ranjang. Beruntung Victor dan Violet sudah tertidur pulas. Bocah kembar itu tak lagi ingin makan burger. Mereka sepertinya kelelahan karena hari ini terlalu banyak berlari ke sana kemari. Hal tersebut yang membuat Jessie sempat kewalahan dalam menjaga si kembar, di kala Amber berada di pesta.Amber dan Jessie keluar kamar, tak ingin mengganggu si kembar yang sudah tertidur pulas. Tepat di kala mereka sudah keluar, Jessie langsung menarik tangan Amber—membawa teman baiknya itu duduk di sofa.“Amber, kau berhutang penjelasan padaku. Apa yang terjadi tadi?” tanya Jessie dengan nada penasaran. “Kenapa kau terlihat begitu gelisah? Apakah semuanya baik-baik saja? Benarkah kau melihat ayah si kembar?”“Satu-satu, Jessie.” Amber menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya sebelum mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. “Iya, tadi di pesta ... aku bertemu dengan ayah si kembar.”Jessie menatap Amber dengan tatapan terkejut. “Ayah s
Di sebuah restoran mewah bintang lima di tengah kota, Julian dan Clara duduk bersama Gracey—ibu Julian—untuk makan siang bersama. Suasana restoran tenang dan elegan, dengan pemandangan kota yang terhampar di luar jendela tinggi. Mereka di kelilingi oleh aura kemewahan yang memancar dari setiap sudut ruangan.Gracey tersenyum lembut sambil menatap anak dan calon menantunya bergantian. “Jadi, bagaimana kabar kalian berdua? Bagaimana persiapan pernikahan? Semua baik-baik saja, kan?”Clara dengan senyuman manisnya menjawab, “Kami sangat bahagia, Bibi. Persiapan pernikahan berjalan lancar, dan kami berdua sangat menantikan hari spesial itu.”Julian bergeser di kursinya, menatap ibunya dengan penuh perhatian. Tampak dia malas mendengar pertanyaan ibunya yang membahas pernikahan, tapi dia tidak memiliki pilihan lain, dia tak ingin melukai hati ibunya.“Bagaimana keadaanmu, Mom? Kau baik-baik saja, kan?” balas Julian hangat.Gracey tersenyum tipis. “Mommy baik-baik saja, Sayang. Hanya saja be
“Amber Hayes.” Suara Julian begitu tegas di kala tiba di depan cubicle Amber. Sontak wanita itu terkejut. Mata Amber memancarkan jelas keterkejutan dan ketakutan nyata di kala melihat Julian.“I-iya, Tuan Kingston?” jawab Amber gugup. Sialnya sekarang dia menjadi pusat perhatian banyak karyawan. Sebab, Julian adalah tunangan Clara. Sangat wajar jika dirinya menjadi pusat perhatian.“Ikutlah denganku. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan padamu,” balas Julian dingin, dengan raut wajah menunjukkan ketegasannya.Amber menelan ludah, merasa tegang mendengar ucapan Julian. “H-hal apa yang ingin A-anda sampaikan, Tuan?”“Ikut saja. Aku sangat yakin kau tidak suka kita berbicara di sini,” jawab Julian dengan tatapan dingin pada Amber.Seluruh karyawan terus menatap Amber yang diajak bicara dengan Julian. Mereka menerka-nerka pembicaraan yang ingin Julian sampaikan pada Amber. Ada yang terlihat penasaran, tapi ada juga yang memaklumi mungkin memang ada kesalahan Amber. Tak terlalu banyak
Suasana di kantor Clara terasa tegang pagi ini. Semalaman dia tidak bisa tidur, dan seharian kemarin dia terus uring-uringan memikirkan kedekatan Julian dan Amber. Dia duduk di balik meja kerjanya, mata menatap layar MacBook-nya dengan intensitas yang mengkhawatirkan. Di lubuk hatinya, perasaan cemburu dan ketakutan terus menggerogoti.Clara merasa ada yang aneh. Percakapan Julian dan karyawannya yang bernama Amber Hayes terus terngiang di dalam benaknya. Seakan banyak jutaan tanda tanya dalam pikirannya itu.“Nona,” sapa sang sekretaris melangkah menghampiri Clara.Clara menatap sang sekretaris dengan tatapan dingin. Sebelumnya, dia memang memanggil sekretarisnya untuk datang. “Aku ingin kau panggilkan karyawan yang bernama Amber Hayes!”“Sekarang, Nona?” tanya sang sekretaris penuh hati-hati. Mata Clara mendelik tajam. “Kau masih tanya? Aku memanggilmu sekarang artinya kau panggil Amber sekarang, Bodoh!”Sang sekretaris menelan salivanya susah payah mendapatkan bentakan dari Clara
Suasana di kantor semakin tegang seiring berjalannya waktu. Julian duduk di kursi kebesarannya, memikirkan Amber dan Clara. Dia merasa sulit untuk mendekati Amber, tetapi juga memahami bahwa Amber sulit dijangkau karena tekanan yang diberikan Clara padanya.Julian memikirkan situasinya dengan hati-hati. Dia tidak bisa langsung menegur Clara, karena itu akan terlihat aneh. Lagi pula, dia khawatir pada Clara akan mengadu ke ayahnya, dan berdampak membatalkan persetujuan proyek yang sedang berjalan. Julian masih membutuhkan Clara, meskipun dia mengakui bahwa dia tidak bisa lepas dari bayang-bayang Amber.Julian menghela napas. “Apa yang seharusnya aku lakukan?”“Bagaimana kalau Anda menemui si kembar saja, Tuan?” usul Mark sambil menunjukkan foto si kembar yang Amber antarkan ke tempat penitipan anak.“Good. Ide bagus, Mark.” Akhirnya, Julian memutuskan untuk menghentikan kunjungannya ke kantor Clara dan mengikuti saran Mark. Dia sadar bahwa keberadaannya di sana hanya akan menimbulkan k
Amber menutup laptopnya dengan perasaan lega setelah menyelesaikan hari yang melelahkan di kantor. Beruntung Clara pulang cepat, sehingga tidak membebaninya dengan perintah konyol lagi. Setelah mengenakan jaketnya, Amber segera menuju tempat daycare untuk menjemput anak-anaknya.Akan tetapi, begitu Amber tiba di tempat daycare, dia merasa cemas. Sesuatu terasa tidak beres. Dia tidak melihat Victor dan Violet seperti biasanya. Amber segera menuju ke ruang resepsionis dan bertanya pada pengurus daycare.“Maaf, di mana Victor dan Violet?” tanya Amber dengan nada cemas.Pengurus daycare memandang Amber dengan ekspresi terkejut sebentar sebelum menjawab, “Oh, tadi teman Anda menjemput mereka lebih awal, dan saat ini mereka sedang bermain di taman dekat sini, Nyonya Hayes. Mereka terlihat sangat senang.”Amber merasa lega mendengar itu, tetapi juga merasa sedikit marah. Dugaannya adalah Jessie yang mengajak Victor dan Violet bermain. Dia marah bukan karena Jessie menjemput, tapi marah karen
Amber membaringkan tubuh Violet ke atas ranjang, bersamaan dengan Jessie yang juga membaringkan tubuh Victor ke atas ranjang. Bocah kembar itu tertidur begitu pulas. Tampaknya mereka sangat kelelahan.“Violet dan Victor sudah tidur. Aku ingin bicara denganmu. Kita keluar sekarang.” Jessie menarik tangan Amber, membawa Amber pergi meninggalkan tempat itu.Amber pasrah di kala Jessie menarik tangannya. Dia sudah tahu apa yang ditanyakan oleh temannya itu. Sebab, semua yang terjadi saja sangat mengejutkan dirinya.“Sekarang ceritakan padaku, kenapa Julian Kingston bisa mengantarmu pulang, Amber?” tanya Jessie tak sabar pada Amber.Amber menghela napas dalam. “Ceritanya sangat rumit, Jessie.”“Tidak ada yang rumit, jika kau menceritakan semuanya padaku. Aku butuh penjelasan Amber,” jawab Jessie mendesak Amber untuk bercerita padanya.Amber duduk di sofa, menyandarkan punggungnya ke sofa, dia menghela napas dalam sambil berkata, “Hari ini aku menjemput si kembar di daycare, dan staff dayc