PoV Mila."Ibu ini ngomong apa? Mana bisa Mila bohong, lagi pula hal kayak gini tuh gak aneh, mereka sudah pasti melakukan ini supaya dapat uang laporan dobel dari kita, Bu," jawabku, bersusah payah meyakinkan Ibu.Bisa-bisanya ibu tahu aku berbohong, arghh sial. Kemarin aku memang tidak melapor pada polisi. Tapi aku tak pernah menduga, ibu akan datang lagi ke sana hingga akhirnya ibu tahu kebohonganku."Oh ya sudah Mil, Ibu cuma mau kabari itu saja, kamu gimana di sana?" tanya Ibu lagi."Di sini? Emm aman Bu, di sini aman, Mila sudah bekerja di rumah keluarga suaminya Nila," jawabku gugup."Ya sudah Ibu mau istirahat Mil, kamu hati-hati di sana ya."Obrolan aku dan ibu pun berakhir, ibu terdengar memberikan ponselnya pada Sarah.Anak itu, awas saja, akan kuberi dia pelajaran, bisa-bisa nya dia gegabah seperti ini, untung saja aku pandai beralibi kalau enggak, gimana? Ibu bisa curiga tentang keberadaanku sekarang.Hampir saja tadi rahasiaku terbongkar. Kalau ibu tahu sekarang aku tida
Setelah Nila menikah aku jadi pribadi yang pendiam dan tertutup, entah kenapa rasanya aku tak lagi punya semangat untuk melanjutkan hidup apalagi ingin berumah tangga. Aku malu, benar-benar malu sampai aku tak pernah pulang ke kampung halaman selama 2 tahun sejak Nila menikah.Tapi semua itu berubah ketika suatu hari tepatnya seminggu yang lalu. Bani Azhar--suaminya Nila benar-benar pindah ke Surabaya.Saat itu, tanpa sepengetahuan Nila aku melamar di kantor suaminya, dan beruntungnya aku karena saat itu aku langsung diterima menjadi sekretarisnya Bani Azhar."Baik, karena sekretaris saya yang dulu tidak ikut pindah, kamu diterima jadi sekretaris saya, saya harap kamu bisa membantu saya dalam mengembangkan perusahaan ini," ucapnya saat itu.Senyumku terbit sempurna. Aku bahagia sangat sangat bahagia saat itu.Bagaimana tidak? Ini adalah saat-saat yang kunantikan dalam hidupku. Aku masuk dalam kehidupan Bani Azhar dan perlahan aku akan merebut hatinya.Di depan meja kerja Bani Azhar
Nila tersenyum renyah. Lalu mengangkat sebelah tangannya sedikit untuk memanggil pelayan cafe.Tak butuh waktu lama, pelayan itu pun datang membawa buku menu dan tablet untuk mencatat pesanan kami."Espresso chill dua," kata Nila pada pelayan itu. Selain memesan kopi pahit dingin Nila juga memesan beberapa menu andalan di cafe itu, entah itu makanan jenis apa aku sendiri tak begitu familiar, jujur aku tak pernah memesannya.Karena walau aku bekerja siang malam, rasanya gajiku tak akan cukup jika untuk membeli makanan mewah yang hanya disajikan dalam porsi sedikit itu.Tapi waw lihatlah si Nila, adikku itu bahkan memesan apapun yang dia mau saat ini tanpa pikir panjang.Ia juga tampaknya sudah sangat terbiasa mengunjungi cafe-cafe mewah seperti ini karena saat kami makan ia sudah menguasi table manner dengan baik dan benar.Padahal dulu ia hanya gadis desa biasa, jangankan table manner makan di emperan saja ia sering gugup dan milih untuk dibungkus saja.Sungguh hidup Nila membuatku m
"Toloooong." Sejurus kemudian Nila berteriak kencang. Aku sampai tak lagi punya kesempatan untuk memberi orang-orang suruhanku itu kode.Alhasil mereka berdua langsung lari terbirit-birit keluar rumah. Aku tahu mereka tak akan membahayakan keselamatan diri mereka hanya karena sejumlah uang dariku.Arggghh. Sial. "Mbak Mila gak apa-apa?" Nila memastikan seluruh tubuhku aman.Aku mengangguk tanpa bicara. Sebetulnya masih kesal, kenapa rencana yang sudah kususun ini harus gagal?"Ayo, Mbak duduk." Nila menarik lenganku ke sofa."Kalau menurut Nila, Mbak gak usahlah tinggal di sini lagi, sudah tahu rumah ini selalu diintai tapi Mbak kok maksa banget?"Aku menelan saliva tapi tetap diam tak menjawab."Ayo meningan ikut Nila aja ke rumah Mas Azhar," katanya lagi seraya bangkit dan bergegas menarikku.Tapi cepat kutepis tangan Nila itu."Enggak, enggak Nil maaf, tapi ... Mbak gak enak, masa iya Mbak numpang di rumah suamimu."Tentu saja aku akan menolak, kalau sampai aku ke sana, Bani Azhar
Bapak diam, ia masih saja menundukkan kepalanya."Bapaknya Mbak Mila itu gak akan mau jawab, karena dia takut kelakuan busuknya akan terbongkar," sahut Sarah."Kelakuan busuk? Kelakuan busuk gimana maksudnya?""Mbak Mila pasti gak tahu kalau bapaknya Mbak Mila ini suka berkencan dengan para wanita muda di kos-an ini.""Apa?" Aku shock, dadaku bergemuruh. "Bahkan Mbak Mila gak akan pernah menyangka bahwa bapaknya Mbak Mila yang tua ini suka mabuk-mabukan dan berjudi!" semburnya lagi. Aku makin shock sampai jantung ini rasanya hampir lepas dari tempatnya, lebih-lebih saat kulihat bapak hanya menunduk seolah membenarkan semua ucapan Sarah."Sarah sengaja datang ke sini untuk menyeret bapaknya Mbak Mila ke dalam penjara," ucap Sarah lagi.Aku kembali menoleh ke arah anak itu, wajahnya makin merah padam menampakan kemarahan yang luar biasa tengah bersarang di sana. "Tapi kenapa Sarah? Emang apa yang udah dilakukan bapaknya, Mbak?" "Mbak Mila benar-benar ingin tahu?"Aku mengangguk gama
Tanpa bertanya lagi kedua orang itu mengangkat tubuh Nila ke dalam taksi online yang sudah kupesan."Terimakasih."Aku memberi mereka sejumlah uang sebelum aku naik taksi walau kesal rasanya karena pekerjaan mereka tak terlalu sempurna.Taksi mulai melaju sesuai maps yang tertera di aplikasi.Aku akan bawa Nila ke sebuah klinik gelap. Klinik kecil di sisi Kabupaten yang sudah terkenal dari mulut ke mulut sejak dulu.Aku tahu soal klinik itu, karena dulu saat di desa aku punya teman yang hamil di luar nikah, ia lalu menggugurkan kandungannya di sana.Walau banyak kasus gagal dan akhirnya si pasien meninggal karena penanganan yang jauh dari standar medis,aku tak peduli, toh akhirnya Nila juga harus secepatnya disingkirkan dari hidup Bani Azhar 'kan?Di dalam mobil kutelepon Sarah."Datang ke klinik sisi kabupaten dan jangan lupa ajak bapak ke sana.""Kilinik sisi kabupaten? Mau apa di sana Mbak? Bukannya itu klinik ...?""Gak usah banyak tanya."Tut. Kumatikan sambungan telepon. Semua
PoV Bapak."Selesai diurus bisa secepatnya dibawa pulang saja," jawab Dokter itu.Sementara menunggu jasad Nila dimandikan dan dikafani, Mila mengajakku dan Sarah berunding."Dengar kalian berdua, rahasia soal Nila ini hanya kita yang tahu, soal kematiannya, soal ginjalnya, soal kepulangannya, jangan sampai mulut kalian tergelincir di depan ibu," ujarnya penuh penekanan.Aku semakin tegang. Jujur saja, aku tidak menyangka anak sulungku akan senekat ini, entah ia tulus ingin membantuku agar aku tidak dipenjara atau dia memang sedang ada masalah pribadi dengan Nila adiknya, tapi tindakannya ini sungguh di luar dugaanku.Hanya karena karena ingin menyelamatkan aku dari jeruji besi dan dari kemarahan Sarah, nyawa adiknya kini melayang begitu saja."Lalu kami harus bagaimana? Mbak Mila mungkin akan aman karena Bibi Masitah gak tahu kalau Mbak Mila ada di Jawa, sedangkan kami? Bisa-bisa bukan cuma Paman tua yang masuk penjara tapi Sarah juga!" sengit Sarah.Aku kembali mengumpulkan kesadara
PoV Sarah."Ya Allah, Nila kenapa ini, Bu?" "Ibu juga gak tahu, Pak, pantas saja Ibu ingin sekali memandikannya, ternyata sesuatu memang sudah terjadi pada anak kita." "Nilaa, Naaak kenapa kamu sebenarnya? Ya Allah."Perlahan pria tua itu ambruk di bawah tempat pemandian, bagus juga aktingnya, kuberi dia nilai 90. Tapi sayang aku terlanjur jijik melihatnya.Pria tua tak tahu diri, tak melihat diri sudah bau tanah, dia dengan tega mau merudapaksa ibuku.Arrggghhh. Andai bukanlah ginjal yang menebus kesalahannya sudah kujebloskan dia ke dalam penjara."Paman kenapa?" Aku cepat meraih bobotnya dan membawa paman tua itu kembali keluar tiding pemandian."Masuk kau ke dalam rumah, amankan suasana di sana, pastikan mereka gak akan banyak tanya jika mereka melihat luka bekas sayatan itu, sementara aku akan urus istrimu!" sengitku."Tunggu dulu Sarah, yang Paman tahu hanya ada luka bekas sayatan di tubuh Nila, tapi tadi Paman lihat ada luka lebam juga, apa kamu tahu itu kenapa?"Aku bergemi