Antara Aku, Suami, dan Maduku – 37Bram sampai harus berjalan ke segala arah, menyusuri setiap lini tempat di sekitar lokasi jatuhnya pot bunga tersebut. Meski tak jauh, Bram cukup teliti untuk melihat setiap sudut lokasi di dekat tempat tersebut.‘Haish! Siapa sih! berani sekali dia. Apa ini ulah Alysa? Tapi, kalaupun Alysa untuk apa ia harus bersembunyi?’ Padahal Alysa bisa saja datang dan langsung menyela pembicaraan Bram dengan mama Lidya. Hampir berselang lima sampai tujuh menit Bram mencari dengan begitu teliti setiap inci bagian dari lokasi yang mungkin dilalui oleh si pelaku yang mungkin mendengar isi dari pembicaraan dirinya dan mama Lidya, namun sayangnya Bram tidak bisa mendapati bukti satu pun.Sehingga, Bram benar – benar tidak bisa bertahan lebih lama. Ia juga tak bisa melangkah lebih jauh untuk berjalan. Yang paling penting, Bram benar – benar tidak bisa menerima jika itu memang benar Alysa.Sampai kemudian Bram terus saja mencoba mencari dimana keberasaan orang terse
ANTARA AKU, SUAMI, DAN MADUKU – 38‘Aduh, kemana sih mama … kenapa juga perempuan ini terus saja mengikuti aku sih?’Bram hanya bisa membatin pada hatinya sendiri kala ia melirik ke arah Alysa. Jujur saja, Bram sama sekali tidak suka dengan sikap Alysa yang memang cenderung agresif dan terlalu ingin tahu akan sesuatu. Namun Bram juga tak bisa berbuat banyak. Terlalu malas baginya untuk meladeni sikap Alysa, atau bahkan mendebat dan melarangnya. Sehingga, sering kali bahwa sejak awal kali Alysa hadir di dalam hidup Bram dan Esha, mereka berdua lebih memilih untuk membiarkan saja apa yang Alysa inginkan, apapun itu selagi mereka bisa mengabulkan jika masih berada pada batas wajar.“Mas!? kamu kenapa malah bengong begitu, sih? dimana mama? Apa maksut ucapan kamu?” tanya Alysa sekali lagi. Bram ragu jika apa yang sedang Alysa lakukan adalah bentuk dari rasa simpati dan juga rasa perhatiannya pada mama Lidya. Bram berpikir bahwa bisa saja ini adalah settingan yang sengaja dibuat oleh Aly
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 39“Sekarang lebih baik kamu jujur, Mas. Ini sebenarnya ada apa sih, ada apa dan apa yang terjadi dengan mama?” tukas Alysa dengan ekspresi wajah yang sangat penasaran. “Mas!? jawab aku? jangan biarkan aku seperti orang bodoh yang tidak tahu apa – apa. Bagaimana mungkin perawat itu sampai bersikap dingin dan acuh begitu tahu bahwa kamu anaknya? Pasti ada sesuatu kan, Mas?” Alysa terus saja mendesak Bram untuk bicara. Perasaan geram dan kesal yang menyelimuti hati dan pikiran Alysa membuatnya terus saja merengek bahkan menarih bahu Bram, suaminya.“Tidak, tidak ada sesuatu yang parah. Toh mama juga pasti baik – baik saja kok,” balas Bram cuek. Nada bicaranya juga tak kalah keras dengan cara bicara Alysa.“Baik – baik saja gimana sih, Mas? dokter bahkan belum katakan apapun.”Bram melipat bibirnya seperti sedang berpikir. Ia lantas meletakkan tangan kirinya di pinggang dengan postur tubuh yang kini mulai menghadap ke arah Alysa.“Alysa, dengarkan aku …
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 40“Aku perlu bicara denganmu, Mas. Aku ingin kamu bersikap jujur soal diri kamu dan juga mama,” desak Alysa. Kedua lengannya yang terlipat membuat semakin tegang suasana yang ada.“Jujur? Apa kamu pikir selama ini aku tidak jujur?” balas Bram masih dengan nada bicaranya yang halus.“Tidak, aku tahu persis bagaimana kamu. Tapi aku pikir mama bukan orang yang punya kepribadian aneh seperti kamu, Mas. menurutku … menurutku kamu adalah orang yang berbeda dari kebanyakan.” Alysa tak berani menatap kedua bola mata Bram. ia mengatakan itu dengan menyembunyikan wajahnya, juga mengatakannya dengan terbata – bata.“Aku sungguh tersinggung dengan ucapanmu, Alysa. Kamu baru mengenalku kemarin. Esha saja bahkan tidak pernah mengatakan hal semacam ini kepadaku. Apa tujuan kamu sebenarnya?” Meski memang suara Bram terdengar sedikit marah, namun itu masih bisa dengan mudah untuk ia kendalikan. Bram tahu ini adalah rumah sakit. Bram juga tahu kemana arah pembicaraan A
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 41‘Aku sangat lelah dengan pernikahan semacam ini … Ah sudahlah, Esha. Kamu hanya perlu bertahan sampai beberapa waktu lagi nanti sampai tiba saatnya kamu bisa kembali menuntut cerai Mas Bram,’ batin Esha. Keningnya kembali berkerut setiap kali dirinya harus memikirkan sang suami.Belum sampai Esha menemukan titik temu atas kegelisahan dan keresahannya, ponsel yang berada di genggamant tangannya kembali berdering.DrtDrtTertulis jelas di depan layar notifikasi panggilan yang berasal dari Mas Bram. Esha enggan untuk mengangkatnya. Namun semakin lama dibiarkan, panggilan itu seolah tak pernah berhenti. Bram terus saja menghubungi Esha berkali – kali.“Mau apa sih kamu, Mas?” Esha terpaksa mengangkat panggilan dari Bram. ia tak bisa membiarkannya begitu saja karena Esha tak bisa melakukan aktivitas yang lain. Ia jadi benar – benar merasa terganggu karena suara panggilan dari Bram. Tanpa basa – basi, Bram lantas mengatakan sesuatu dari dalam panggilan
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 42“Bagaimana keadaan mama, Mas?”Esha baru saja tiba, deru napasnya masih terdengar kacau dan berantakan. Mungkin, memang Esha berjalan dengan sangat terburu – buru untuk sampai di tempat ini. “Sebentar lagi mama juga baikan, dokter hanya bilang kalau mama perlu banyak istirahat,” tukas Bram.Esha mengangguk sembari menatap wajah mama Lidya. Meski sejujurnya Esha merasa sakit hati dengan perlakuan mama Lidya selama ini kepada dirinya, namun itu semua tidak lantas membuat Esha mmebenci mama mertuanya itu.Ada perasaaa sayang dan kasihan yang melingkupi diri Esha. Ia merasa tak sampai hati untuk membiarkan mama Lidya merasakan betapa sakitnya tusukan jarum yang kini memberinya kekuatan seperti itu. Ya, jarum infus bukan hanya jarum kecil, rasanya bahkan perih dan sakit. “Mama sakit apa, Mas? bagaimana kejadian sebenarnya? Dan, dimana yang lain? Alysa? Kemudian papa dan semua kakakmu, dimana?” Bram secara to the point langsung saja di terjang dengan per
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 43“Ma, aku tinggal sebentar ya. ada Esha yang akan menjaga mama. Aku tidak akan pergi terlalu lama, aku harap mama juga bisa segera siuman. Maafin aku ya, Ma.” Bram membisikkan kalimat perpisahan di telinga mama Lidya.Bukan untuk berpisah untuk selama – lamanya, melainkan hanya untuk sekedar pamit. Bram harus pergi ke suatu tempat. Bram benar – benar meninggalkan tubuh mama Lidya ynag saat ini sedanng terbaring tak sadarkan diri di pembaringan rumah sakit. ‘Mau kemaana coba Esha tadi? Kenapa dia … begitu buru – buru. Apa aku salah mengatakan sesuatu? Tapi kan memang aku sudah mengatakan apa adanya. Bagaimana bisa dia pergi begitu saja. Rasa – rasanya juga memang karena memang Esha terlihat tidak menyukai Alysa…’ batin Bram sembari berjalan ke arah pintu luar rumah sakit.Bram sengaja tak lagi menemui Esha setelah perempuan itu memilih untuk tidak lagi menanggapi soal pembelaan Bram untuk Alysa. Bram juga sengaja tidak memperjelas bagaimana keadaan ya
Antara Aku, Suami, dan Maduku – 44“Tapi .. bagaimana bisa dokter tahu kalau aku disini?” ujar Esha dengan ekspresi yang menunjukkan banyak sekali tanda tanya.Dokter Haris tersenyum tipis, sembari menganggukan kepalanya lembut. “Yah … itu pun sebelumnya aku banyak bertanya dengan orang disini. Maksut saya, siapa tahu ada pasien atau perawat yang melihat kamu berjalan ke arah kemari. Dan ternyata aku benar. Benar bahwa kamu ternyata ada di sini kan?”Esha masih belum bisa menangkap ucapan dokter Haris. Karena baginya, cukup aneh jika hanya mengandalkan feeling atau bertanya dengan orang lain. Memangnya, selain Bram, mama Lidya siapa lagi orang yang mengenali Esha di rumah sakit ini?‘Atau mungkin … yah bisa jadi perawat yang mengurus mama selama ini lah yang memberi tahu. Benar sekali, rasanya tidak mungkin kalau tidak ada satupun orang yang mengenal atau mengetahuiku. Ah sudahlah … kenapa aku jadi negative thingking begini sih dengan dokter Haris?’ batin Esha sembari berusaha menyemb