Ucapan Indah memang terdengar sederhana, tapi nyatanya mampu membuat jantung Arsya berdenyut menyakitkan. Rasa tidak nyaman merambati sekujur tubuhnya. Dahinya mengernyit dan sorot matanya terlihat sedih. Kenapa Indah bisa dengan mudah bicara seperti itu? Apakah kehilangan Alif tidak membuat Indah butuh tempat bersandar? Apa Indah tidak butuh pelukannya?Arsya menelan ludah. âSebelum kita bicara panjang lebar, Abang mau peluk Indah.âIndah menggeleng. âNggak perlu. Alif udah pergi dan kurasa aku nggak perlu pelukan. Makasih karena ikut mengantar Alif ke sini.ââBukan Indah yang perlu pelukan, tapi Abang,â ujar Arsya, semakin mendekati Indah yang beringsut ke pintu kamar.Wajah Indah masih sama datarnya. âAbang bersih-bersih dan istirahat di kamar itu. Atau kalau Abang nggak mau istirahat, setelah bersih-bersih Abang bisa langsung pulang ke Jakarta. Aku rasa nggak ada lagi yang perlu kita bicarakan. Semuanya selesaiâŠ.â Arsya mengabaikan ucapan Indah. Kakinya tetap melangkah dan sepasa
Hanya dengan mengulang perkataan Arsya sudah membuat darah Indah berdesir. Apakah itu hanya sekedar ungkapan? Atau itu makna yang sebenarnya? Nyawa baru?âKita makan sekarang,â kata Arsya lagi, menggamit lengan Indah dan merangkul bahunya.âBapak tadi ngomong sesuatu yangâŠmaksudnya apa?â Indah merasa telinganya tidak salah dengar. Tapi mengulangi perkataan Arsya membuat hatinya ngilu. Nyawa baru? Apakah artinya ia hamil? Ia bahkan lupa sudah pernah bercinta dengan Arsya. Ia lupa pernah menyanggupi memulai rumah tangga yang sebenarnya bersama pria itu. Kenapa hari-hari bersama Arsya terasa sudah lama sekali berlalu?âKita makan malam sekarang,â tegas Arsya. Kali ini tidak menunggu jawaban dari Indah. Setidaknya untuk malam itu Indah harus makan. Keinginannya hanya sesederhana itu dalam situasi yang sebenarnya sangat tidak menentu. Hamparan wadah lauk berwarna-warni yang tadi terlihat lucu sekarang terasa biasa saja. Arsya merasa dirinya sedang menanti sebuah rapat yang akan membahas k
âIndah! Apa maksud kamu?â Arsya memotong langkah Indah dan berdiri di depan pintu kamar untuk memblokir langkah.âKehamilan ini nggak seharusnya. Ini nggak boleh! Nggak boleh!â pekik Indah. âAku harus ke dokter sekarang. Minggir,â pinta Indah, menatap sepasang mata Arsya yang menyorot dingin padanya.âTidak ada yang boleh pergi malam ini.â Arsya menahan lengan Indah.âKalau gitu lepasin tangan saya dan biarkan saya beristirahat. Saya udah makan malam seperti anjuran Bapak.âArsya mengembuskan napas panjang. Rautnya hampir frustasi. âIn ⊠sikap saya yang mana yang membuat kamu ragu? Apa sikap saya yang terlihat selama ini tidak mencerminkan keseriusan saya? Saya tulis sayang kamu dan Alif. Menjebloskan Panca ke penjara tidak ada hubungannya dengan kamu. Dia bersalah dan dia memang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Meski terlepas dari itu saya memang membenci Panca atas sikapnya pada kamu dan Alif. Tidak ada yang mempengaruhi sikap saya ke kamu. Saya memang sayang kamu, cin
âBu Anum pasti masih capek. Kenapa nggak tiduran di hotel aja? Apa hotelnya kurang nyaman? Saya nggak bisa pesan kamar mahal karena harus berhemat. Untuk ke depannya ⊠kalau Bu Anum masih mau kerja sama saya, sepertinya gaji Bu Anum kembali ke jumlah yang awalnya kita sepakati. Selama ini saya nggak tahu berapa Pak Arsya membayar Bu Anum perbulan. Kalau buat menyamakan jumlahnya ⊠saya nggak bisa.â Indah meringis memandang Bu Anum yang sedang membereskan bawaan mereka.Untuk saat itu Bu Anum merasa dirinya harus menjadi pendengar yang baik buat Indah. Dibayar atau tidak dibayar, Bu Anum sendiri sebenarnya tidak masalah untuk saat itu. Selama ini Arsya sudah memberinya cukup banyak uang di luar gaji bulanan yang ia terima. Anaknya sudah dewasa dan hidup cukup dengan keluarganya. Ia tidak memiliki seseorang yang terdesak membutuhkan bantuannya selain Indah. Ya. Ia merasa bahwa Indah membutuhkan teman bicara.Menyaksikan Indah merawat Alif dan melewati waktu sulit selama ini membuat kedek
Yeni mengerjap. âYa, Pak?â Merasa telinganya salah mendengar. Sandiwara gila apa lagi ini? Apa tidak cukup Arsya dan Indah membodohinya selama ini? Apa Arsya memang tidak pernah menganggapnya ada hingga pria itu selalu membutuhkan sekretaris tambahan? âKamu pasti dengar ucapan saya cukup jelas. Saya tunggu Indah di ruangan,â kata Arsya, meninggalkan Indah lebih dulu untuk kembali masuk ke ruangannya. âTunggu, Pak. Maksudnya serius?â Yeni kembali menyuarakan isi pikiran tanpa memandang tempat. Lagipula itu benar-benar gila. Arsya dan Indah pasti berkenalan di kantor itu. Dan sekarang Arsya mau sekretaris baru? Apa hubungannya dengan Indah kandas begitu saja? Secepat itu? Arsya terhitung masih pengantin baru dan saat itu keluarga kecilnya baru tertimpa musibah. Kenapa Indah mengundurkan diri? Apa keluarga itu sedang tertimpa masalah selain berdukacita? âAsisten sekretaris kompeten dan cantik?â Yeni sedikit tersinggung. Merasa kalau apa yang disebutkan Arsya barusan sudah ada pada di
Indah melangkah gontai saat meninggalkan lantai di mana ia menghabiskan masa-masa awalnya sebagai karyawan untuk pertama kali. Bohong kalau ia tidak sedih. Ia menyukai pekerjaannya. Tidak ada yang membuatnya tidak betah di sana sekali pun rekan kerja beda lantai yang memang kadang bertingkah menyebalkan.âSaya pamit, Mbak. Maafin kalau saya pernah salah dan belum bisa benar jadi bawahannya Mbak Yeni.â Indah memijat bahu Yeni dengan gesture yang sangat akrab.âKamu nggak pernah dendam atau benci ke aku, kan, In?â Yeni sudah memastikan pintu ruangan Sarah tertutup rapat sebelum ia mendekati Indah.Indah mengulas senyuman. âAku nggak pernah punya pikiran kayak gitu, Mbak.â Indah mengeluarkan agenda yang cukup tebal dari laci. Ia menyodorkan agenda itu pada Yeni. âSemua detil pekerjaan yang pernah aku lakukan tertulis di sini, Mbak. Kalau Mbak Yeni mau tahu sesuatu tinggal dicari aja sesuai abjad yang aku masukkan. F untuk fashion Bapak. Isinya butik langganan dan beberapa gambar model ya
âSudah ada denyut jantungnya,â ucap Indah sangat pelan. Dalam hatinya berharap kalau janin mungil dalam kandungannya itu tidak mendengar apa yang baru saja ia ucapkan soal aborsi. âDenyut jantungnya cepat banget.â Sepasang mata Indah menatap monitor yang tergantung menghadap ke arahnya.âDenyut jantung janin memang sangat cepat. Persis seperti ungkapan yang sewaktu masa kuliah dulu saya dengar. Tuhan meletakkan denyut jantung yang paling cepat pada makhluk kecil yang baru dibentuk. Lalu kemudian perlahan-lahan denyut jantung itu melambat di usia yang semakin tua, sampai akhirnya berhenti.â Dokter Irna meletakkan alat USG kembali ke tempatnya.âJadi ⊠apa semuanya sehat, Dok?â Indah bertanya dengan nada ragu. Kembali teringat kalau kondisi Alif sewaktu janin juga sama sehatnya seperti tadi.âSemuanya sehat dan terlihat normal,â tegas Dokter Irna.âAwal kehamilan Alif juga dulu begitu, kan, Dok? Tapi pada akhirnya AlifâŠ.ââUntuk saat ini mari kita berpikir positif. Dua bulan lagi kita a
âTerima kasih untuk pengertiannya, Pak Roni. Nanti lain waktu saya akan undang Pak Roni untuk makan malam.â Arsya berbicara melalui sambungan telepon yang terletak di mejanya. Ia lalu tertawa kecil mendengar jawaban dari seberang telepon. âSoal lowongan pekerjaan Anda bisa bertanya pada sekretaris saya. Baik, sekali lagi terima kasih.â Arsya kemudian meletakkan telepon.âMaaf, Pak. Bapak sampai harus bicara langsung dengan HRD Manager. Harusnya pimpinan perusahaan itu saja sudah cukup.â Sarah masih duduk di seberang Arsya dengan setumpuk map di pangkuannya.Arsya mengangkat bahu. âSaya juga tidak boleh lupa kalau ini adalah urusan pribadi. Besar atau kecil perusahaan yang dituju Indah, saya tetap harus menghargai aturan perusahaan itu. Tapi kalau soal HRD Manager yang bertanya lowongan pekerjaan, kamu yang harus menanganinya.â Arsya tertawa kecil.âBapak belum berbaikan dengan Indah?â Sarah bertanya dengan sangat tenang. Ia tahu kalau Arsya tidak akan menganggapnya terlalu mau tahu. K