Beberapa jam berlalu, kini keluarga Adhinatha sudah tiba di resepsi pernikahan William dan Nitara. Sosok Miranda baru saja dilihat oleh semua orang hingga wanita itu menjadi bahan perhatian. Dirinya sangat cantik, ditambah balutan make up mewah hingga membuatnya tampak seperti orang sehat walau tidak pernah meninggalkan duduknya.
Ahinatha dan Sopia sama tercengangnya karena ini adalah pertama mereka melihat istri dari orang paling hebat dalam berbinis. “Senang bertemu dengan Nyonya, ini pertama kalinya untuk saya.” Sopia meraih lengan halus Miranda. Kulit wanita itu tampak putih pucat karena memang jarang sekali terkena sinar matahari.
Namun, kalimat ramah Sopia hanya dibalas senyuman lembut tanpa berkata-kata karena Miranda tahu tidak akan ada seorang pun yang mengerti kalimat yang terlontar dari mulutnya selain keluarga dan perawatnya. Di detik ini Sopia masih menunggu jawaban hangat wanita ini, tetapi sejurus kemudian merasa d
Amelia mengerjap. “Papa mengenal Tio?”“Iya, Papa pernah bertemu di pertambangan, yang berada sebelum bukit.”“Hah. Mau apa Papa di sana?”“Hanya melihat-lihat. Papa dengar dari tuan Wijaya jika kamu adalah mantan pacar pria itu. Apa benar?” Tatapan Adhinatha mulai menyipit sangat sengit.Namun, sebelum Amelia menghabiskan keterkejutannya, Sopia menyela, “Jadi itu mantan pacar kamu yang membawa kamu celaka? Bagaimanapun juga silsilah dan prestasi pria itu, Mama tidak akan menyetujui hubungan kalian!”“Mama ..., sabar dong ....” Amelia mendapatkan serangan sekaligus padahal biasanya sang ayah akan menunda serangan dengan membiarkan istrinya yang memulai.Adhinatha meneruskan, “Sebenarnya pria itu tidak buruk. Dia juga memiliki bar atas namanya lalu membantu usaha pertambangan tuan Wi
Beberapa hari berlalu sejak hari pernikahan, William dipeluk kebahagiaan dan seakan ini adalah syurga yang dinantikannya selama ini. Nitara masih perawan, setiap malam pria ini menikmati tubuh istrinya dengan penuh nafsu, tetapi sikapnya sangat lembut hingga bukan hanya dirinya yang mendapatkan kepuasan, begitupun Nitara. Namun, semua kebahagiaan yang didapatkannya kini membuatnya lupa kepada Kenzo, seorang balita yang hingga sebelum hari pernikahan dianggap darah dagingnya sendiri.Kenzo masih tinggal di hotel bersama pengasuhnya, Bagaswara menanggung keperluan mereka, dirinya juga yang selau menyempatkan menemui Kenzo karena William sudah memiliki dunianya sendiri hingga Kenzo diabaikan begitu saja. Pria ini tidak keberatan sama sekali, justru fokusnya William pada kehidupan barunya sangat disyukuri.Setelah pernikahan, Amelia juga tidak pernah mengunjungi Kenzo. Dirinya demam hingga mendapatkan perawatan. Amanda adalah utusan Sopia yang ditugaskan menjaga Amelia selama dirinya berj
Benar saja, Nitara membahasnya setelah mereka kembali ke kediamannya di malam hari. “Sekarang Amei sudah tahu kalau William dan Erland adalah orang berbeda. Apa kalian sudah membicarakannya?” Tatapannya berbeda hingga membuat William cemas.“Sayang, jangan bahas itu ya. Lagipula kami belum bertemu lagi apalagi bicara.”“Kamu harus membicarakannya!” tegas Nitara, “kamu harus mengatakan yang sebenarnya tentang kejadian dua tahun lalu saat kamu bilang kamu adalah Erland.”“Sayang ..., apa pentingnya ....” William segera melumat bibir merah Nitara untuk menghentikan pembahasan sensitif ini, dirinya tidak ingin kehidupan rumah tangga mereka dibayangi oleh dua nama. Amelia dan Erland. Saat ini Nitara masih ingin bicara, mengupas semua, tetapi mana mungkin dirinya menolak ciuman suaminya.William selalu penuh nafsu, dirinya selalu mengusai tubuh Nitara dengan mudah. Bahkan kali ini si wanita hingga tidak dapat menyadari jika posisi mereka telah berubah, dari hanya duduk santai menjadi posisi
Amanda mulai curiga jika Sopia sudah merasakan perbedaan hubungan Amelia dan William yang melebihi kolega. “Amei hanya mengatakan kalau William memang sering menemuinya untuk urusan bisnis.”“Tidak mungkin hanya itu.” Kedua ujung mata Sopia semakin memicing saja bahkan mengiris.“Hanya itu, Nyonya.” Amanda sedikit menunduk, sikap santun tidak pernah lepas, sedangkan Sopia masih menatapanya sangat tajam.“Bagaimana dengan Kenzo?”Amanda tersentak, dirinya semakin yakin jika Sopia sedang menyelidik, pertanyaannya bukan hanya ingin mengetahui pergaulan Amelia. “Amei bilang Kenzo berada di panti asuhan.”“Panti asuhan mana?” Atmosfer yang diciptakan Sopia semakin mencekam.“Saya tidak tahu, Nyonya. Amei bilang hanya dia yang harus mengetahu keberadaan Kenzo.”“Tidak mungkin Amei tidak mengatakannya!” Sopia semakin berani saja saat menyalakan tatapannya di hadapan Amanda hingga membuat asisten pribadinya tidak merasa nyaman sama sekali.“Memang hanya itu yang dikatakan Amei.” Bola matanya
“Mei, kamu mau pergi kemana. Hm ....” Lembut Sopia seiring belaiannya.Amelia menoleh, suaranya terdengar sangat santai. “Amei mau ke puncak, mau merasakan embusan udara segar.” Maka, Sopia segera mengabulkan keinginan putrinya bahkan keduanya menginap selama beberapa hari karena Amelia yang menginginkannya. Sopia harus meninggalkan Adhinatha dan rumah besarnya demi menemani sang putri, ini adalah kesempatan untuk menjalin hubungan lebih dekat.Selama empat hari berturut-turut Amelia menghabiskan waktunya di villa, menjalani hari-hari yang tenang, bahkan setiap kali embusan udara perbukitan menyapanya itu seperti obat yang membawa semua kegelisahannya. Secangkir teh sudah ditangan, kedua mata berbinarnya mengarah pada jendela, menatap indahnya pemandangan hijau di pagi hari.Derap langkah halus Sopia menghampir. “Mei ..., kamu belum mandi loh ..., bukannya hari ini kita akan pulang?” Belaian lembutnya menyapu rambut panjang Amelia.Senyuman kecil yang tenang diulas. “Iya Ma, Amei akan
“Mei, apa kamu yakin akan menggantikan Erland? Erland adalah ayah biologisnya Kenzo, aku rasa tidak akan ada yang menyayangi Kenzo sebanyak Erland.”“Apa yang bisa aku harapkan dari orang tidak berdaya?”“Mei ..., tunggulah sebentar lagi. Aku yakin Erland akan segera sadar.”“Kamu tidak bisa memberikan jaminan padaku, kenapa aku harus mendengarkan ucapanmu.” Bukan Amelia tidak berniat memersatukan Kenzo bersama ayahnya, tetapi sampai kapan Kenzo harus disembunyikan? Kasihan sekali.“Mei, Erland sering menunjukan reaksi. Aku rasa itu sudah cukup menjadi jaminan.”Amelia menggeleng. “Tidak. Itu bukan jaminan sama sekali.” Tanpa pamit, Amelia berdiri dari duduknya, “pembicaraan kita sudah selesai.”“Mei.” William segera mencegah kepergian Amelia, “mari temui Erland. Kamu harus melihatnya secara langsung.” Sekejap, kalimat pria ini membuat Amelia terpaku.“Lalu bagaimana dengan Nitara?”“Kenapa harus membicarakan Nitara. Aku sedang mengajakmu menemui Erland.”Amelia masih bergeming, tetap
Hari berganti, Amelia kembali ke perusahaan milik sang ayah. Ternyata Nitara mengundurkan diri dengan alasan tidak dapat melanjutkan propesinya atas larangan sang suami. Saat ini Amelia hanya membuang udara panjang. “Iya, aku tahu kamu akan melakukannya.” Obrolan ini terjadi di ruangan putri pemilik gedung saat Nitara berpamitan dengan propesional pada sahabatnya yang kini sudah terhapuskan.“Baguslah kalau kamu sudah menduga hal ini.” Senyuman miring Nitara.“Aku ..., aku minta maaf karena telah mengecewakan kamu. Aku tahu hubungan kita tidak akan seperti dulu lagi, tapi aku harap kamu tetap memaafkanku.”“Maaf?” Senyuman kecut Nitara, “setelah kamu dan William melakukan dosa besar kalian hingga melahirkan seorang balita, kamu masih bisa minta maaf? Apalagi ..., kenyataan itu kamu sembunyikan terus menerus.”“Iya, aku telah melakukan dosa besar dan kesalahan besar. Lagi-lagi aku minta maaf.”“Mei, atau ... Nona Amei, bagaimana kabarmu jika berada di posisiku?” Nitara menatap sengit A
Tidak membuang waktu, Nitara segera meninggalkan perusahaan diantar sopir bahkan dirinya menolak tawaran William saat hendak mengantarnya ke depan pintu utama karena wanita ini tidak ingin mengganggu suaminya yang sedang bersama dengan kawannya. “Mei ..., apa yang terjadi, apa pernikahanku dan William menyakitimu? Hm ... Maaf, ya.” Senyuman jahat Nitara kala dirinya telah tiba di ruangan Amelia.Amelia tercengang oleh sikap Nitara ini, dirinya tidak menyangka jika Nitara bisa berbicara sefrontal itu. “Tidak, aku ikut bahagia melihat kalian bahagia.” Senyuman tulus Amelia.“Oh iya, apa benar? Lalu ..., kenapa hari ini kamu tumbang?” Raut wajah Nitara seakan mengejek Amelia yang seorang pembohong ulung, jadi pasti hari ini pun si wanita tetap berbohong. Itu yang ada dalam pikirannya.“Yang jelas penyebabnya bukan karena pernikahan kalian.” Senyuman kecil Amelia. Dirinya tidak dapat memusuhi Nitara sedikit pun.“Begitu, ya.” Raut wajah Nitara masih terlihat mengejek, “Iya sudah kalau beg