Share

Bab 5

Kedatangan Keluarga Benalu Di Rumah

Baru saja Izzah akan membuka pintu, ternyata pintu itu sudah diketuk duluan.

Tok tok tokkk

"Assalamualaikum!" teriak suara seorang wanita dari balik pintu.

"Waalaikumsalam." Meski pintu belum terbuka, Izzah dan Pak Hasan menjawab salam itu.

"Cepat buka, Za. Siapa sepagi ini sudah bertamu," ucap Pak Hasan.

Izzah pun langsung membuka pintu, dan betapa kagetnya mereka, saat di depan pintu telah ada empat orang dewasa dan satu anak kecil, sambil membawa benerapa tas dan koper, dan mereka adalah keluarga Alif.

"Maaf, Tuan. Tadi kami sudah melarang mereka masuk, karena ini masih pagi. Tapi  mereka terus memaksa dan marah, dan mengancam memecat kami," ucap Supri, satpam rumah ini dan Jaenal yang menghampiri di depan pintu.

"Ya iyalah, dasar kalian satpam nggak tahu diri! Belum tahu ya, siapa kami? Kami ini keluarga dari Pak Alif, salah satu bos kalian!" sungut Bu Citra dengan pongahnya.

"Sudah- sudah, mereka ini keluarganya Pak Alif, mulai sekarang kalian ingat-ingat ya. Sekarang kembalilah ke pos!" ucap Pak Hasan pada para security nya dan mereka pun  segera kembali ke tempat jaga.

"Mari...mari, silahkan masuk!" Pak Hasan pun dengan hormat mempersilahkan masuk keluarga besannya itu.

Keempat orang itu pun, tanpa rasa sungkan, langsung saja masuk sambil membawa tas dan koper berisi pakaian lusuh itu.

"Zah, ayo masuk, ngapain kamu bengong lagi di depan pintu?!" kata Pak Hasan sambil menjawil tangan putrinya.

Izzah tentu langsung saja kaget dengan tindakan papanya itu. Namun, dia masih tak habis fikir, kenapa semua keluarga Alif itu datang dengan banyak tas seperti itu? Firasatnya mengatakan bahwa ini tak baik.

"Ngapain sih, Pa, mereka semua ke sini? Apa mau numpang di sini?" bisik Izzah.

"Papa juga nggak tahu, Zah. Tapi, jika mereka mau tinggal di sini sih, nggak apa-apa, toh mereka kan kini jadi keluarga kita.

Ayo kita temui, ingat loh, kamu harus berlaku sopan pada keluarga suamimu itu!"

jawab Pak Hasan.

Izzah pun kemudian mendorong kursi roda papanya menuju ke sofa, di mana para keluarga benalu itu, sudah duduk dengan santainya tanpa di persilahkan.

"Ada gerangan apa ini, Bu Citra, sehingga sepagi ini, sudah datang?" tanya Pak Hasan ramah.

"Hehehe...iniloh, Pak. Boleh nggak kami semua ini tinggal di sini?" jawab Bu Citra tanpa malu-malu.

"Loh...memangnya rumahnya kenapa, Bu?!"  Izzah langsung bertanya balik.

"Emmm...itu Nak Izzah, rumah kami itu sudah rusak, gentengnya bocor semua. Apalagi saat ini kan musim hujan, jadi kami ini bingung, masak rumah sudah kayak kebanjiran saat turun hujan

Mau benerin juga belum ada uang, kakak iparmu ini kan, baru saja di PHK, dan kini belum dapat kerjaan. Jadi sementara kami mau numpang di sini, gitu hehehe," ucap Bu Citra sedikit gugup.

Izzah tak habis fikir, jika keluarga suaminya ini, benar-benar tak tahu malu. Jika saat itu tak ada Pak Hasan,  mungkin mereka sudah ditendang lagi keluar rumah.

"Oh...karena rumahnya pada bocor ya, Bu? Gini saja, saat ini juga, aku akan kirim beberapa tukang bangunan dan material, langsung dikerjakan. Aku yakin nanti sore, sudah selesai kok. Nah jadi nantin malam, rumahnya sudah siap ditinggali, tanpa takut bocor!" ucap Izzah geram.

"Iya sih, Nak Izzah. Tapi kami mau tinggal di sini itu, karena merupakan permintaan terakhir bapaknya Alif. Katanya dulu, kami harus mengikuti kemana pun Alif pergi. Dan bukankah wasiat itu harus dijalankan? Bukan begitu Pak Hasan?" Bu Citra akhirnya menemukan sebuah alasan agar bisa tinggal di rumah mewah ini.

"Lagian, Mas Alif juga ingin kita tinggal di sini kok, Mbak. Dia kan suka berkumpul, coba tanya Mas Alif kalau tak percaya," imbuh Vega.

"Sudah...sudah. Kami percaya kok. Bu Citra sekeluarga, boleh tinggal di rumah ini sepuasnya. Kebetulan di sini ada tujuh kamar, silahkan di pilih ingin tidur di mana.

Kita ini kan keluarga, jadi sudah sepatutnya saling membantu, sembari nanti kita renovasi full rumah Bu Citra ya.

Biar rumah ini juga makin rame, silahkan pilih kamar yang mana. Anggap saja ini rumah kalian sendiri, kalau perlu apa-apa, jangan sungkan, bilang saja pada Bik Karmi atau Bik Yani," ujar Pak Hasan ramah.

"Wah, terima kasih banyak ya, Pak Hasan. Kami amat berterima kasih sekali loh. Memang kita ini kan sekarang satu keluarga, jadi sudah sepatutnya kan, kita tinggal bersama." Bu Citra menjawab sambil tersenyum.

Mendengar ucapan Pak Hasan itu, tentu Bu Citra dan anak-anaknya merasa amat bahagia. Tanpa sungkan lagi, mereka pun segera memilih kamar, dan masuk ke kamar masing-masing. Sementara Izzah dan Pak Hasan  masih tetap duduk di ruang tamu.

"Tuh Pa, lihat kelakuan mereka, nggak punya malu banget. Lagian kenapa sih, Papa ngebiarin mereka di sini? Feelingku itu mengatakan, mereka punya niat jahat loh dengan tinggal di sini," ucap Izzah lirih.

"Nggak baik berburuk sangka itu, Zah. Tak ada salahnya kan kita menyenangkan hati orang lain? Lagian, dulu suami Bu Citra itu, sering menolong Papa saat masih SMA," kata Pak Hasan.

Ketika papñya kembali mengatakan tentang balas budi, maka Izzah pun tak bisa berkata apa-apa lagi.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Wiryosentono Wiryosentono
gak masuk akal mana ada orang kek keluarga besan yang GK tau diri gitu?
goodnovel comment avatar
Izha Effendi
alah orang tua..mampus lh kau hbis tuu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status