Share

Bab 7

Mulai Berulah

"Ayo...katanya mau ngajak papa jalan-jalan di kompleks lagi? Yuks, mumpung papa semangat banget nih," ucap Pak Hasan pada Izzah yang masih duduk di sofa.

Akhirnya, Izzah pun menuruti permintaan Papanya itu. Dan seperti biasa, Izzah akan terus mendorong kursi roda Papanya itu  berkeliling kompleks.

Sekitar satu jam kemudian, mereka pun sudah kembali sampai di rumah. Izzah dan Pak Hasan pun sedikit heran, karena saat ini masih pukul enam pagi, tapi makanan sudah siap di meja makan, dan itu pun ada beraneka ragam masakan. Padahal biasanya mereka hanya sarapan roti dan susu atau nasi goreng saja.

"Kok tumben pagi-pagi gini sudah matang, Bik? Sarapannya kan masih lama, keburu dingin loh nanti... lagian kok menunya banyak banget, kayak mau ada acara syukuran aja, Bik, hehehe," ujar Izzah pada Bik Karmi yang sedang menata makanan.

"Itu, Non, yang minta Bu Citra," bisik Bik Karmi.

"Oh...nyonya baru itu ya?! Kok banyak amat ya, Bik?" tanya Izzah lagi.

Izzah patut kaget, soalnya di meja makan itu, ada ayam goreng, sambal goreng hati, mie, bali daging, telur dadar, ikan nila goreng, cumi tepung, soto daging dan sayur sop lengkap dengan sambal kecap dan sambal bajak, komplit deh pokoknya.

"Iya, Non. Kami bertiga sampai kewalahan, apalagi mereka terus saja ke dapur, agar makanan lekas matang loh Non," ucap Bik Karmi terlihat tak suka.

"Tamunya Papa tuh, sudah mulai buat ulah," ucap Izzah kesal.

"Anak Papa yang cantik...jangaan gampang emosi dong, nanti cantiknya hilang loh, hahaha...biarin saja dong Zah, makanan di rumah kita kan nggak pernah kekurangan, mungkin kemarin mereka tak bisa makan sesukannya seperti ini, jadi biarkan mereka makan sepuasnya. Hitung-hitung sedekah, 'kan?!" ucap Pak Hasan sambil tersenyum, dan hal itu tentu membuat Izzah kembali terdiam.

"Wah...menantu dan Pak Hasan sudah datang. Ayok sekalian makan, sudah siang ini...pasti sudah kelaparan 'kan? Pembantu di sini itu, kerjaanya memang pada lelet, jam segini kok belum maatang! Perlu dinasehatin itu Pak!" ucap Bu Citra yang tanpa permisi langsung duduk di kursi utama, kursi makan yang biasa di pakai Pak Hasan.

Adik dan Kakak-kakak Alif pun, tanpa malu- malu, langsung duduk dan menyendokkan nasi ke piring masing-masing.

"Dasar orang-orang tak tahu diri, muka tembok! Dikira ini rumahhnya sendiri apa?!" gumam Izzah dalam hati.

Izzah tentu amat geram mendengar perkataan dan sikap ibu mertuanya dan iparnya itu. Saat mulutnya ingin berucap sedikit kata untuk menanggapi, malah tanganya di genggam oleh Pak Hasan, pertanda Izzah harus diam.

"Silahkan Bu Citra duluan, kami tidak biasa sarapan sepagi ini. Biasanya kami akan sarapan pukul tujuh atau delapan pagi. Silahkan, Bu. Dihabiskan semua juga boleh, biar untuk makan siang nanti akan dimasakin lagi oleh Bik Karmi," ucap Pak Hasan ramah.

Saking enaknya menikmati berbagai hidangan itu, mereka tak lagi menjawab atau mengindahkan ucapan si empunya rumah...cara makannya pun, seperti orang yang tak makan satu bulan.

Pak Hasan pun kemudian mengajak Izzah pergi dari ruang makan itu. Pak Hasan tahu, saat ini Izzah pasti kesal, mangkanya diajaknya si putri ke taman belakang. Namun belum sampai dua langkah, tiba-tiba si kecil, Bella, keponakan Alif menangis kencang. Izzah pun memutar balik kursi roda Papanya.

"Kenapa dia menangis sekencang itu?!" tanya Bu Citra.

"Ini Bu, ternyata telur dadarnya pedas, nih ada cabenya!" ucap Desi, si ibu, sambil melempar telur dadar itu asal.

"Karmi!!! Cepat ke sini!" teriak Bu Citra, tanpa memperdulikan keberadaan Pak Hasan dan Izzah di situ.

Bik Karmi langsung datang dengan berlari dari arah dapur. Di rumah itu, ada tiga orang pelayan Karmi, Yati dan Siti, namun yang jadi kepala pelayan adalah Bik Karmi.

"Ada apa, Bu?!" tanya Bik Karmi sambil menunduk.

"Apa tadi katamu? Bu? Enak saja kamu panggil aku, Bu. Memangnya aku ini ibumu? Mulai sekarang panggil aku dengan sebutan nyonya!" Bu Citra berteriak sambil berdiri berkacak pinggang.

"Iya...maaf-maaf Nyonya," ucap Bik Karmi lagi.

Menyaksikan adegan itu, emosi Izzah sebenarnya sudah memuncak, namun masih berusaha ditahannya, karena pasti Pak Hasan akan melarang.

"Kamu ini kerja kok nggak becus sih! Sudah masak lelet banget, ini malah buat telur dadar pake cabe! Mau buat sakit perut cucuku ya kamu!" Mata Bu Citra melotot sempurna ke arah Bik Karmi.

"Maaf, Nyonya. Tapi tadi 'kan Nyonya tidak bilang kalau telur dadarnya tanpa cabe, saya kira semua suka cabe, soalnya kan minta sambel yang pedes juga," jawab Bik Karmi lirih.

"Pembantu b***h ya kamu, dibilangin malah ngeles...! Kupecat juga kamu..!" Tangan Bu Citra sudah melayang, bersiap menampar Bik Karmi.

Namun, Izzah maju dan dengan sigap menangkap tangan itu.

"Ibu mau apa?! Jangan gampang ringan tangan, apalagi mengancam akan memecat. Semua yang bekerja di rumah ini saya yang bayar, dan hanya saya yang bisa memecatnya! Ingat di sini, Ibu itu hanya tamu! Jangan sok berkuasa!" ucap Izzah yang tak lagi bisa menahan amarahnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Dapur Nenk Lia
yah gratisannya cmn sampai bab 8 ...diangan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status